Selamat Membaca!
--------------------------"Kamu sampe sekarang enggak punya pacar ya, Nduk?" tanya ibu Zara sembari merapikan tempat tidur putrinya.
Hari itu ibu Zara memang sengaja mengunjungi putri satu-satunya yang sudah lama tidak pulang ke rumah. Melepas rasa rindu.
Zara terpaku. "Ha? Apa, Bu?"
"Kamu enggak punya pacar?" tegas Ibu Zara.
Zara hanya menggeleng pelan.
"Kenapa? Kamu perasaan enggak jelek-jelek amat, lho."
Zara mengerucutkan bibirnya. "Ibu mah."
"Lho kan bener. Kamu kalau diliat-liat juga manis."
"Emang kenapa to, Bu, kalau aku jomblo?Lagian aku juga seneng-seneng aja kok," jawab Zara, duduk di sebelah ibunya.
"Ya biar kamu ada yang jagain."
"Aku bisa jaga diri sendiri, Bu."
Ibu Zara mengusap kepala anaknya. "Iya, ibu percaya kalau kamu bisa jaga diri sendiri. Tapi kan ibu di rumah juga kepikiran kalau kamu ada masalah di jalan atau yang lain dan perlu bantuan orang lain, gimana?"
"Ibu mah doainnya jelek. Mendingan doain yang bagus-bagus aja. Lagian ada Anindira ini."
"Kamu tuh kalau dibilangin, ngeles terus," tutur ibu Zara.
Zara sontak tergelak.
"Kalau Abian, gimana kabarnya?"
Pertanyaan tersebut mampu membuat Zara seketika berhenti tertawa. Tercengang mendengarnya.
"Ibu ... masih inget Abian?"
"Ya masih, Nduk. Cowok yang bisa buat putri Ibu senyam-senyum sendiri tapi kadang juga tiba-tiba mukamu bisa kusut gara-gara dia itu, to?"
Pipi Zara memerah. "Ngg ... dia baik-baik aja kok, Bu."
"Eh tapi kamu beneran enggak pernah pacaran sama dia?"
"Enggak pernah, Bu. Aku males pacaran."
"Mau langsung nikah aja?" goda ibu Zara. Senyum jahil terbit di wajahnya.
"Ya enggak juga, Bu. Males berhubungan sama laki-laki lebih tepatnya."
Begitu Zara mengucap kalimat tersebut, usapan dari sang ibu berhenti. Hening. Ia menelan ludah. Ya ampun, salah omong aku.
"Maafin ibu ya," lirih ibu Zara, menunduk.
Zara seketika panik. "Lho kok ibu malah minta maaf? Ibu kan enggak salah apa-apa."
Zara menekuk lututnya—bersimpuh dan memegang tangan sang.
"Karena ayahmu ya?" tanya ibu Zara dengan mata berkaca-kaca.
Zara menggelengkan kepalanya kuat. "Aku emang lagi enggak pengen pacaran aja, Bu. Ribet."
"Kalau gitu kamu pulang ke rumah ya? Udah lama kamarmu kosong. Nanti soal ayah, ibu bisa ngomongin baik-baik," pinta ibu Zara, memegang tangan putri satu-satunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Afektasi [SELESAI]
Chick-LitSetelah tiga tahun tak berjumpa, Zara yang bekerja sebagai editor ditakdirkan bertemu salah satu penulis yang ternyata adalah Abian-teman masa kuliah sekaligus cinta pertamanya. Hubungan mereka di masa lalu yang belum selesai, membuat Zara kelimpung...