Episode 19

2.7K 240 10
                                    

Selamat Membaca!
--------------------------

Abian Rahardjo
Habis isya aku ke sana.

Zara mengernyitkan alis, kebingungan. Pasalnya, ia merasa tidak memiliki janji apapun dengan Abian. Perempuan itu hanya mengedikkan bahu lalu meninggalkan ponselnya di atas kasur. Tidak mempedulikan pesan yang masuk dari Abian.

Mungkin salah kirim.

Sibuk menatap layar laptop yang sedang menampilkan adegan di salah satu drama, ketika sang tokoh utama perempuan mengutarakan perasaan kepada sahabat laki-lakinya di bandara.

Ia jadi merasa deja vu dengan hal tersebut. Bedanya, jika di dalam drama sang tokoh perempuan akan mendapat penolakan yang membuat mata berkaca-kaca dan dada sesak, tetapi jelas mendapat respon.

Sedangkan dirinya? Harus meraba dinding di sekitarnya, memejamkan mata, mencari tahu bagaimana perasaan seorang Abian yang tentunya sangatlah sulit untuk ditebak.

Terjebak dalam siklus pertemanan lalu akan canggung jika ada salah satu pihak yang mengutarakan, sering Zara jumpai. Namun, juga tak sedikit pula, suatu pertemanan yang akan berakhir di pelaminan.

Zara meraup oksigen di sekitarnya dengan rakus, kemudian membuangnya kasar. Sempat terlintas di pikirannya dulu—semasa kuliah, jika ia dan Abian akan berlabuh ke suatu hubungan sebelum Abian pergi dari sisinya. Namun, itu semua hanya khayalan semata yang tak bisa diraih.

***

Terdengar suara ketukan pintu dari arah kamar Zara. Perempuan yang sedang asyik melihat drama sembari tengkurap di kasur, terpaksa harus menunda aktivitasnya.

"Kenapa, Mbak?" tanya Zara, begitu mengetahui tetangga kos sebelah yang mengetuknya—Mbak Billa.

"Ada yang nyariin kamu tuh di bawah," jawab Mbak Billa.

"Siapa?"

"Dia bilang kalau pacarmu sih."

Zara mengerutkan alis, memikirkan siapa yang dimaksud Mbak Billa. Perasaan ia tidak sedang menjalin hubungan dengan siapapun, tapi kenapa ada orang yang mengaku sebagai pacarnya?

"Ha? Aku enggak punya pacar, Mbak."

"Enggak tau, tadi dia bilang gitu."

Jangan bilang kalau itu Abian? Atau Mas Nafta

"Ya udah, makasih, Mbak."

"Sama-sama," ucap Mbak Billa, berlalu.

"Eh iya, kalau itu bukan pacarmu, aku gebet yaa," teriak Mbak Billa sambil tertawa.

Zara tercengang lantas menggelengkan kepala. "Ambil aja, Mbak," balasnya.

Perempuan itu segera menutup pintu kamarnya dan menuruni tangga, menemui tamu yang menunggunya.

Matanya menyipit begitu melihat siluet laki-laki yang duduk di kursi teras sambil memainkan ponsel. Fitur wajahnya yang tegas dengan rahang tajam dan hidung bangir. Zara langsung memutar bola matanya, malas.

"Ngapain ke sini?" tanya Zara, ketus.

Abian berdiri dan memasukkan ponsel ke dalam kantong celananya.

Afektasi [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang