Episode 16

3.4K 262 7
                                    

Selamat Membaca!
--------------------------

Jarum panjang di jam tangan yang melingkar cantik di tangan Zara, menunjukkan pukul dua belas siang. Pantas saja perutnya sudah terasa lapar.

Namun sebelum Zara mengisi perut, ia memilih untuk membereskan meja dan mengambil mukena yang ada dalam laci, lalu menuju musala yang ada di lantai satu. Begitu selesai menunaikan ibadah wajibnya, ia menapaki anak tangga satu persatu, mengembalikan mukenanya dan menuju kantin.

Belum sempat sampai tujuan, namanya sudah dipanggil oleh Mas Nafta dari pertengahan tangga.

"Zaraa ... makan mi ayam di luar aja yuk," ajak Mas Nafta, berlari mendekati Zara.

"Sekalian kalau kamu mau cerita juga boleh, takutnya kalau di sini nanti orang kantor ada yang tau," lanjutnya.

Zara memanggut. "Hm ... boleh deh, Mas. Aku ambil tas dulu ya."

"Oke, langsung ke parkiran aja. Aku tunggu di sana."

Perempuan itu mengacungkan jempol kanannya, lalu kembali ke kubikel untuk mengambil tas.

"Mau makan mi ayam yang di mana, Mas?" tanya Zara setelah tiba di samping motor Mas Nafta.

"Yang di deket Matahari Singosaren, enak itu, kayaknya sesuai seleramu juga. Kamu enggak suka mi ayam manis kan?"

"Widihh ... hafal banget sama kesukaanku, Mas. Ya udah yuk, keburu jam istirahatnya selesai."

Mas Nafta kemudian menyalakan mesin motornya sembari menunggu Zara naik dengan benar ke atas jok.

"Udah?" tanya Mas Nafta.

"Udah."

"Ya udah turun kalau gitu."

"Ha? Kok turun?"

"Kan katanya udah, berarti udah sampe."

Zara memukul pelan punggung Mas Nafta. "Ck ... Mas Nafta nih, kukira kenapa."

Pukulan tersebut hanya ditanggapi dengan tawa Mas Nafta yang lepas, hingga Zara pun ikut tertawa mendengarnya.

***

"Aku baru tau kalau ada warung mi ayam di sini," ujar Zara sambil melepas helm.

Halaman depan warung mi ayam dipenuhi dengan banyak motor, menandakan jika warung ini menyediakan mi ayam enak atau harganya yang terjangkau. Terbukti, Zara menengok ke dalam dan mejanya dipenuhi oleh pelanggan.

"Wah ... padahal kamu kan sering banget tuh hunting mi ayam di Solo."

"Iya. Apa karena ini nyempil masuk gang kali ya, Mas? Jadi kayak cafe-cafe yang hidden gem gitu."

"Bisa jadi. Eh, kamu mau minum apa?"

"Es teh aja, Mas."

"Oke, kamu cari tempat ya. Biar aku yang pesenin."

Pandangan Zara mengitari warung mi ayam, mencari tempat duduk yang lumayan sepi. Pilihannya jatuh ke meja di sudut ruangan dekat jendela. Angin sepoi langsung menyambutnya, begitu ia menarik kursi dan mendudukinya.

"Mas Nafta tau mi ayam ini dari mana?" tanya Zara, ketika melihat rekan kerjanya mengambil kerupuk di seberang meja.

"Dari temen. Omong-omong, kamu ada masalah apa? Cerita aja, siapa tau aku bisa ngasih pendapat atau solusi."

"Hm ... sebenernya ini masalah temenku sih, Mas. Orang dari masa lalunya, dateng lagi."

"Temenmu? Kok malah kamu yang kepikiran."

Afektasi [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang