Episode 7

4.7K 408 21
                                        

Selamat Membaca!
--------------------------

[2020]

Meja yang digunakan sebagai tumpuan Zara melamun, secara tiba-tiba dipukul dengan keras oleh Pak Darmono hingga suaranya terdengar dari kamar mandi yang letaknya saja berada di pojok belakang ruangan.

Mas Nafta yang sedang sibuk mengoreksi hasil karya salah satu penulis di kubikel sebelah pun melongok melihat situasi, apa yang sebenarnya Zara lakukan sampai membuat Pak Darmono terlihat menyeramkan.

"Zara!" teriak Pak Darmono tepat di depan muka Zara.

Sontak saja Zara terkejut sekaligus takut karena ia terpergok oleh atasannya, sedang melamun dan menganggurkan kerjaannya begitu saja. Kilasan balik mengenai masa kuliah menghantuinya. Rupanya, ia telah menghabiskan waktu setengah jam hanya untuk mengingat kenangan tersebut. Tangan yang menopang kepalanya pun terkulai lemas dan matanya berkedip dengan cepat.

"E-eh iya, Pak. Ada apa ya?" ujar Zara terbata seraya menundukkan kepalanya, ia sama sekali tak mempunyai keberanian untuk menatap balik sosok Pak Darmono.

"Ada apa, ada apa! Kamu melamun lama gitu, emang kerjaannya udah selesai?" Pak Darmono mencoba meredam emosinya dengan mengambil napas dalam-dalam.

"Maaf, Pak. Belum selesai."

"Belum selesai tapi ngelamun dan kerjaannya dibiarkan begitu saja. Ada masalah?"

"Enggak ada, Pak." Zara menggelengkan kepalanya pelan.

"Terus tadi gimana hasilnya ketemuan sama siapa tuh? Aldi? Ardian?"

"Abian, Pak."

"Iya itu maksudnya. Gimana? Udah kamu liat belum naskahnya?"

"Belum, Pak," ujar perempuan itu dengan nada rendah disertai gelengan kecil.

"Lho gimana sih kamu nih?"

"Maaf, Pak. Abian tadi lupa bawa file naskahnya, tapi udah saya minta untuk kirim lewat surel secepat mungkin kok, Pak."

"Hm ...." Pak Darmono memanggutkan kepalanya. "Ya sudah kalau gitu, kerjaan kamu yang ini kasih ke Nafta, biar dia yang mengoreksi ulang. Tapi tanda bacanya udah pada sesuai kan, Zar?"

"Siap, sudah, Pak."

"Nah kalau gitu, kamu tinggal ngurusin naskahnya Abian saja. Jangan lupa diingatkan kembali buat kirim file-nya ya," ucap Pak Darmono lalu beranjak pergi.

Mendengar perintah dari atasannya saja, bisa langsung membuat otot-otot Zara semakin lemas—setelah tadi pertemuan tak terencana dengan Abian. Pasalnya, ia enggan berjumpa kembali dengan laki-laki itu.

Pak Darmono menghentikan langkah dan membalikkan badannya. "Ingat! Jangan melamun lagi ya, Zar."

Zara dengan sigap menengadahkan kepala dan menegakkan badannya.

"Nggih, Pak," kata Zara dengan senyuman palsu yang terpatri di wajahnya.

Mas Nafta yang sedari tadi penasaran, tiba-tiba meletakkan dagunya di pinggiran pembatas kubikel mereka, berkata, "Kamu kenapa, Zar?"

"Enggak ada apa-apa, Mas."

"Bohong."

"Dih, sok tau," sanggah Zara singkat.

"Oh gitu, mainnya rahasia," sindir Mas Nafta. "Nanti kalau minta temenin nonton film action terbaru sama ke perpus kota, enggak aku temenin ya," tambahnya.

Afektasi [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang