Selamat Membaca!
--------------------------Sepulangnya dari Tawangmangu—sebut saja stargazing bersama Abian, Zara tidak langsung merebahkan tubuh dan memejamkan mata. Namun, memikirkan sosok Gita yang dijumpainya.
Ketika ia bertanya pada Abian, laki-laki itu hanya menjawab bahwa Gita adalah temannya. Memang sih, jawaban tersebut tidak salah. Namun, Zara menginginkan jawaban detail.
Lalu, di jalan pulang ia ingat siapa Gita. Perempuan itu adalah teman satu kementerian Abian di BEM Universitas dan kerap kali mereka berdua digosipkan sedang berpacaran meskipun kenyataannya tidak ada hubungan lebih dari teman di antaranya. Zara tahu dari mana? Ya, siapa lagi kalau bukan Anindira—sumber gosipnya.
Ia juga tahu jika perempuan itu dulu pernah memiliki rasa pada Abian dan setelah melihat mereka mengobrol tadi sepertinya Gita juga masih memendam rasa itu.
Sontak saja, Zara merasa kecil. Bahkan dari dulu kuliah, ia selalu insecure dengan perempuan-perempuan yang ada di dekat Abian. Sebab, tidak hanya parasnya yang cantik tetapi juga memiliki pengetahuan yang cukup luas.
Termasuk, Gita. Perempuan itu sangatlah aktif dalam kegiatan BEM dan tulis-menulis. Terbukti dari beberapa kali membawa nama baik universitasnya di kancah nasional. Bahkan ia sudah menerbitkan buku dan menjadi best seller. Ditambah, isi buku itu menceritakan kisahnya tentang Abian.
Zara membuang napasnya panjang. Paras wajahnya yang tidak terlalu ayu, kapasitas otak juga standar, dan tidak punya pengalaman yang bisa dibanggakan menambah daftar betapa dirinya sangatlah jauh bila harus disandingkan dengan Gita maupun Abian.
Suara-suara di pikirannya pun saling berebut tempat untuk diutarakan. Akhirnya ada satu pikiran yang sangat bersikeras keluar dari tempatnya di kepala yaitu janji mengenai jika urusan buku karya Abian selesai, maka usai pula kedekatan mereka.
Ya, mau-tidak mau, Zara harus bisa mengakhirinya. Meskipun saat ini, perempuan itu memang mempersilakan Abian dekat dengannya.
***
Hanya sedikit orang yang berlalu-lalang di lorong perpustakaan kota. Zara menelusuri lemari, melihat katalog yang tercantum, dan jemarinya menyentuh beberapa punggung buku. Sebelah tangannya membawa tas yang telah disediakan oleh perpustakaan, berisikan laptop, ponsel, dan dompetnya.
Sudah lama Zara tidak menghabiskan akhir pekannya untuk sekadar membaca buku di perpustakaan ataupun mampir di toko buku untuk menghirup aroma lembaran buku baru yang candu.
Tangannya mengambil dua karya sastra sekaligus yaitu novel Selena dan Nebula, dikarang oleh Tere Liye. Garis bibirnya naik, memunculkan senyum yang enak dipandang oleh siapa saja. Zara kemudian meninggalkan lemari yang berisikan jendela dunia, membuat suara sepatu yang ia gunakan terdengar menggema di ruang baca.
Perempuan tersebut menarik salah satu kursi di pojok ruangan, menghadap ke luar bangunan. Ia bisa dengan leluasa melihat burung kecil berterbangan dari pohon satu ke pohon lainnya. Saat sedang menata buku dan ponselnya, ia dikejutkan oleh satu burung kecil di depan kaca.
"Hai," bisik Zara menyapa.
Meskipun ia tidak bisa mengerti bahasa binatang, tetapi Zara sangatlah senang bercakap-cakap dengan binatang yang ia temui. Seperti beban yang ia pikul, hilang seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Afektasi [SELESAI]
ChickLitSetelah tiga tahun tak berjumpa, Zara yang bekerja sebagai editor ditakdirkan bertemu salah satu penulis yang ternyata adalah Abian-teman masa kuliah sekaligus cinta pertamanya. Hubungan mereka di masa lalu yang belum selesai, membuat Zara kelimpung...