Episode 15

3.4K 279 11
                                    

Selamat Membaca!
--------------------------

[2020]

"Maaf."

Satu kata yang dapat diucapkan Abian untuk mengawali penjelasannya, sebelum sampai pada intinya. Itu saja Abian perlu menghirup napas panjang dan mengeluarkannya secara perlahan.

"Maaf kalau aku waktu itu menghilang begitu saja. Maaf kalau aku terlalu pengecut untuk menghadapi hal tersebut," ujar Abian. Tatapannya berusaha untuk menyelami mata Zara yang hitam pekat.

Zara menegakkan punggung dengan tangan di atas pahanya. Jantungnya bertalu-talu hingga ia takut jika Abian akan mendengar suara detakan tersebut.

"Aku sama sekali enggak bermaksud buat ngejauhin kamu, tapi ... aku yang terlalu kaget karena itu pertama kalinya dapet ungkapan perasaan dari seseorang ternyata ngebuat aku bingung dan di satu sisi merasa, kenapa harus kamu duluan yang bilang. Harusnya aku sebagai laki-laki bisa bersikap tegas kala itu, kalau aku juga punya perasaan yang sama kayak kamu," imbuhnya.

"Terus ... kenapa kamu enggak berusaha untuk jelasin? Aku udah berulang kali chat kamu lho dan enggak cuma lewat satu aplikasi aja. Aku dm Instagram iya, lewat Line iya, lewat sms iya," ungkap Zara menggebu-gebu. Seketika emosinya memuncak mendengar alasan yang terkesan sepele di telinganya. Wajahnya memerah menahan amarah. Masih berusaha untuk mendengar penjelasan lain dari Abian.

Abian menunduk, tangannya mengambil sesuatu dari dompetnya. Kertas putih yang terlihat kusam dan tak berbentuk itu ia serahkan pada Zara.

"Ini apa?" tanya Zara, keheranan saat jemarinya memegang kertas tersebut.

"Kalau semisal penjelasan aku enggak cukup buat yakinin kamu—" Perkataan Abian terputus.

"Memang. Aku enggak percaya sama semua penjelasanmu tadi," ucap perempuan tersebut dengan pedas.

Abian meraih tangan Zara yang berada di atas meja. Berusaha mengenggam untuk menyalurkan perasaan bersalahnya. "Iya aku tau, makanya aku kasih surat ke kamu. Jangan lupa dibaca ya kalau udah sampe rumah."

Senyuman yang tak secerah biasanya, ia perlihatkan. Menatap Zara dengan lembut.

Zara merasakan kehangatan dari genggaman Abian. Hatinya masih bergetar hebat ketika laki-laki itu mengusap punggung tangannya dengan lembut. Namun, ia langsung mengenyahkan perasaan nyaman dan senang yang mulai muncul dari relung hatinya.

Ia tak boleh semudah itu menerima penjelasan Abian. Zara harus mencari tahu terlebih dahulu untuk meyakinkan kembali hatinya dan meminta bantuan dari Anindira.

Zara lalu menarik tangannya dari Abian. "Ya udah kalau gitu. Aku pulang dulu."

Perempuan dengan rambut digerai itu memasukkan kertas yang ada di pangkuannya tadi ke dalam tas. Lantas, bergegas pergi meninggalkan Abian. Ia tidak bisa berlama-lama menatap laki-laki itu jika tidak ingin hatinya luluh begitu saja.

Akan tetapi, sebelum ia melangkah lebih jauh. Pergelangan tangannya dicekal oleh Abian. Ia membuang napas dengan kasar kemudian membalikkan badan. Kepalanya hanya berjarak sekitar sepuluh sentimeter dari dada bidang Abian.

Jika dalam posisi berdiri seperti ini, ia perlu menengadahkan kepalanya untuk sekadar berbicara pada Abian. Sebab, tinggi mereka yang bertaut lumayan jauh. Zara dengan tinggi 155 sentimeter dan Abian 183 sentimeter. Pucuk kepala perempuan itu saja tidak sampai pada dagu Abian.

Zara menunjukkan raut wajah malas pada Abian.

"Pulang sama siapa?" tanya Abian.

"Sendiri."

Afektasi [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang