Episode 34

5.9K 256 42
                                    

Selamat Membaca!
--------------------------

Biar saja soal Abian yang sempat menghakimi dirinya tak diketahui oleh Anindira, karena Zara tidak ingin Anin membenci Abian atau bahkan melabrak laki-laki tersebut. Ia hanya membicarakan inti cerita, mengapa Zara bertekad menjalankan keputusannya tersebut dan apa alasan di baliknya.

"Kamu yakin, Zar?"

Zara mengangguk.

"Aku mau ngelepasin dia karena merasa kalau Abian bukan laki-laki yang tepat buat aku atau bisa jadi memang laki-laki yang tepat buat aku, cuma datangnya dia di waktu yang salah. Hubungannya enggak berjalan dengan kita berdua yang semakin baik, tapi sebaliknya. Kita masih saling curiga satu sama lain dan di satu sisi aku pun belum siap kalau hubungan ini di bawa ke jenjang yang lebih serius."

"Maka dari itu aku masih harus belajar buat menghargai diri sendiri tanpa bergantung sama orang lain atau istilahnya, aku enggak mau terus-terusan merasa kalau kebahagiaanku cuma ada di Abian. Dipikir-pikir juga, aku terlalu cepat buat ambil keputusan kemaren," lanjut Zara.

"Setelah lima bulan kamu pacaran baru ada pikiran kayak gitu, Zar?"

"Enggak, dari awal aku mengiyakan tawarannya buat pacaran juga udah ada pikiran ini dan semakin ke sini semakin menghantui aku. Aku pikir dengan salah satu keinginanku dulu waktu kuliah tercapai yaitu bisa pacaran sama Abian, aku bakal lebih bahagia tapi ternyata salah. Aku jadi lebih sering overthinking dan cemas kalau pacarku enggak ngehubungin seharian, padahal itu hal buruk. Ya tapi tentu, ada momen-momen yang membuat aku bersyukur bisa jauh lebih kenal sama Abian. Aku bahagia tapi rasa bahagia itu kayak bisa aku capai sendiri gitu lho, enggak perlu ada Abian pun aku bisa."

Anindira mengusap-usap bahu Zara. "Kalau gitu, kamu udah melakukan hal yang terbaik dan tepat. Karena apa? Karena semakin kamu kenal sama diri sendiri, kamu jadi tahu mana yang harus kamu prioritaskan."

"And I'm so sorry for being annoying people in the past, aku bukannya cari tahu kenapa kamu nggak kunjung terima ajakan Abian malah sebaliknya, aku secara enggak langsung maksa kamu for forgive and accepting him," sambungnya.

Zara memejamkan mata, menerima usapan lembut dari sahabatnya. Dirinya merasa lega setelah tercerahkan tentang keganjilan yang selama ini ia rasakan.

"It's okay, Nin. Kadang aku juga nyebelin banget ke kamu," ucap Zara, tersimpul manis.

Zara mengangkat jari telunjuknya, mengingatkan Anindira untuk mengantisipasi kejadian yang tidak mengenakkan. "Oh, anyway, jangan marahin atau negur Abian ya kalau kamu ketemu dia. Dia enggak punya salah apapun ke aku."

"Iyaaaa, paling cuma kena pukul dikit."

Zara melirik tajam. "Ninnn .... "

"Bercanda, Zar. Ya kali orang yang udah sempet buat sahabatku bahagia kena pukulan. Lagi pula ya, tenagaku mah mana kuat sih."

Zara tertawa lantas berdiri dari sofa dan menarik pergelangan tangan Anindira untuk keluar dari kamar, tetapi sebelum benar-benar keluar dan mengunci pintu, perempuan itu sempat mengambil tas keduanya dari gantungan di belakang pintu. Mereka pergi sesuai rencana yang kemarin Zara buat, wisata kuliner di malam hari setelah sesi curahan hati usai.

Afektasi [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang