Semenjak kepulangan ku dari palembang, aku seperti kehilangan semangat untuk melakukan sesuatu.
Hari ini semua santri wati berkumpul pada masjid yang berada di dalam pesantren yang di batasi oleh kain hijau panjang.
Semua sangat riuh namun semua berhenti berbicara ketika buya memasuki masjid.
Semua pasang mata tertuju pada buya namun berbeda dengan ku, aku kini hanya tertunduk lesu.
Aku terlalu malas mengakat kepala hingga kak aban mulai menepuk bahu ku dengan pelan.
"Ayo maju mi" ucapan singkat yang menyadarkan ku dari lamunan.
"Emm" ucap ku singkat.
Serangkaian acara sudah terlaksana, semua berjalan sangat lancar walaupun mood ku kurang bagus namun aku harus tetap tersenyum.
Santri wati berhamburan keluar masjid, berbeda dengan kelompok hadroh yang masih stan by di masjid.
"Mi ikut sebentar ya" ucap buya.
Aku mengikut buya dengan langkah kaki yang berat, dengan kepala yang tertunduk lesu.
Aku sudah menebak apa yang akan buya biacarakan bahkan semua orang sudah berkumpul di ruang keluarga.
Buya masuk terlebih dahulu, aku mematung untuk beberapa detik setelahnya aku masuk dan mulai duduk di kursi dekat buya.
Sebenarnya istri buya adalah adik dari dari ibu ku yang tentunya hanya beberapa santri yang tahu termasuk rombongan hadroh saja.
Terlihat senyum bibi ku yang merkah aku takut memudarkan senyum tulus bibi.
"Mas, menurut mu bagaimana soal perjodohan yang di lakukan umi dan abah mu?" Tanya buya sesaat setelah aku duduk.
Aku diam sejenak memikirkan jawaban yang sekiranya tak menyinggu atau membuat buya dan bibi ku khawatir.
"Mas, kalau memang keberatan coba diskusikan lagi pada umi dan abah mu atau bibi yang menyampaikan pendapat mu?" Ucap bibi hati-hati.
Saat bibi mulai mengukapkan pendapatnya aku hanya diam tetapi serelah di pikir-pikir apa yang bibi bilang ada benarnya juga.
Lagi pula aku masih belum memikirkan soal ta'aruf ini, tetapi di sisi lain aku tak mau membuat umi sedih.
Sambil menunduk dan ragu-ragu aku secara tak sengaja mulai memainkan jari jemari ku yang membuat bibi dan buya mulai khawatir dengan sikap ku.
"Bi aku ingin memikirkannya terlebih dahulu" ucap ku perlahan.
"Buya tahu kamu belum siap tetapi coba pikirkan tentang mu dulu jangan pikirkan tentang yang lain"
Aku mengagukan kepala dengan perlahan lalu bibi mulai berdiri dan sepertinya bibi kedapur.
"Apa kamu masih berharap pada gadis itu?"
Pertanyaan buya kali ini membuat ku mulai mengakat kepala, ku rasa buya mulai sadar kalau yang membuat ku sulit memulai ta'aruf di karenakan dia.
Dia yang selalu menemani dulu, dia yang membuat ku pagi-pagi berlari hanya untuk bermain dan dia pula yang membuat ku berfikir tentang banyak hal.
Bisakah aku menepati janji kita, impian kecil itu apa kau masih mengingatnya?
"Buya boleh kah aku meminjam ponsel multimedia?" Tanya ku.
"Ingin bertanya padanya?" Ucap buya.
Aku mulai mengaguk dan buya mempersilahkan ku untuk pergi. Aku berjalan ke arah multimedia berharap tak ada seorang pun di sana.
Aku berjalan dengan tergesa-gesa hingga ada beberapa santri mulai menyapa ku dan aku hanya tersenyum.
"Mi, mau kemana?" Tanya seseorang dari arah belakang ku.
Saat aku mulai berbalik ternyata itu siti, ia berlari kecil dengan senyum manis yang menghiasi wajahnya.
Jika kalian ada di sini ku rasa kalian akan terpesona oleh siti, namun itu tak berlaku pada ku.
Aku hanya diam menunggu ia sampai di depan ku walaupun aku enggan berbicara padanya tapi bukan sifat ku meninggalkan dlseseorang tanpa sebab.
"Mau kemana?" Tanyanya sekali lagi.
"Aku mau ke ruang multimedia, siti kenapa bisa ada di sini?"
"Emm, aku abis bertemu ibu dan ayah di depan tadi aku melihat mu jadi ku panggil" jawab sambil sedikit menggoyakan tubuhnya.
"Aku pergi dulu ya" ucap ku lalu mulai meninggalkannya.
Aku terlalu terburu-buru jadi hanya berbicara seperlunya saja pada siti urusan dia marah atau tidak aku sendiri tak tahu.
Untungnya ruang multimedia sepi hanya ada dua orang disana, aku mulai meminjam salah satu ponsel dan mulai membuka sosial media ku.
Saat mencari nama instagramnya ku lihat ia sudah tak aktif lebih dari 2hari, aku mulai berfikir apa aku haris mengirim pesan atau tidak namun pada akhirnya aku tetap mingirimnya.
Satu pesan yang menurut ku berarti "aku ingin berbicara pada mu lewat telfon pada malam minggu tepat pada 17"
KAMU SEDANG MEMBACA
IMPIAN MASA KECIL KITA
Teen FictionBercerita tentang seorang gadis berjilbab dan seorang lelaki berpeci yang memiliki impian yang sama.