33

159 12 0
                                        

Hari itu tiba semua santri sudah mempersiapkan acara hari ini, banyak sekali ponpes yang hadir. Semua santri mendapat tugas mansing-mansing untuk menjemput para tamu yang datang.

Bahkan para santri perempuan sudah mempersiapkan tempat istirahat para tamu yang datang.

Ada yang sedikit mengganggu pikiran ku, kapan dia datang padahal aku yakin di daftar tamu ada rombongannya.

Saat aku berbalik ada suara bus yang membuat ku langsung berbalik tanpa sadar senyum mengembang, karena itu adalah rombongnya.

Semua keluar satu persatu dan aku terus melihat namun sosok yang aku cari tak kunjung keluar.

Aku hampir putus asa karena tak kudapati dia keluar dari bus yang di tumpangi oleh rombongnya.

"Mungkin ia tak ikut" ucap ku.

Para rombongan yang aku lihat tak kunjung beranjak dari tempat mereka berdiri bahkan kini ku lahat ada seseorang yang mereka tunggu.

"Lama banget lo" salah satu dari mereka.

Aku rasa itu ardi aku sendiri tidak yakin tapi saat mengisi acara samar-samar ku dengar itu namanya.

Dan seseorang keluar dari dalam bus dengan gamis biru darknya, yang membuat ku tersenyum lebar.

"Ya sabar dong di, akukan duduk paling belakang jadi harus antri turunnya" ucapnya setelah turun.

Entah mengapa aku gemas melihatnya berbicara, hampir saja aku ingin berlari. Untung saja aku masih sadar untuk tetap berjalan normal menurut ku.

"Alasan aj"

Di tengah-tengah pertengkaran mereka dan gelak tawa rombongan satu grupnya aku berdiri dengan tenang.

Yang tentunya membuat semua aktifitas mereka berhenti secara mendadak.

"Mari" ucap ku.

Setelah aku mengucapkan itu rombangan Al Nur mengikuti ku. Berjalan berarturan aku memperilahkan para rombangan laki-laki masuk sedangkan yang perempuan di bawa oleh siti ke sebrang dekat dengan ruangan multimedia.

***

"Disini cukup nyaman"

"Setuju, mana udaranya bersih lagi"

"Ini intan kemana?" Ucap mba inun selaku pembibing rombongan perempuan.

"Ke kamar mandi mba" ucap tia.

Sepertinya takdir membuat ku bingung, padahal aku sudah ikhalas menerima kenyatan bahwa aku tak dapat bersamanya. Tetapi sekarang aku berakhir di ponpesnya.

Anehnya aku merasa nyaman di sini, seperti yang di ucapkan tia udaranya benar-benar segar.

Kini rombong ku tengah duduk di tempat perisitirah yang di sediakan dan aku lihat siti tengah berdiri di depan pintu sambil melihat seseorang yang sepertinya aku tahu siapa.

"Mba cari kamu kemana-mana taunya malah di sini"

"Ada apa mba?"

"Tolong mba bokar tas peralatan kalian ya, tadi mas qotib bilang ada barang-barang yang tertukar antara laki-laki sama perempuan"

"Iya mba"

Aku langsung membokar tanpa basa-basi perlahan aku mengeluarkan peralatan satu persatu dan ternyata benar ada 4 alat yang tertukar.

Sambil menempuk aku lihat sebuah gamis berdiri tepat di depan ku, aku mendongak untuk melihat itu siapa dan ternyata itu siti.

Wajahnya tampak berseri dan ia terlihat tersenyum sampai-sampai mata ikut tersenyum.

"Ada apa?" Ucap ku padanya.

"Tidak ada, hanya saja kau tahu kan aku sedang melakukan ta'aruf" ucapnya sambil duduk dan menopang pipinya.

"Lalu"

"Do'a kan ya semoga setelah lulus, kami menikah" ucapnya dengan nada penuh penekanan di seluruh kata yang ia ucapkan.

Aku tahu ia tengah membuat ku kesal dan dia berhasil melakukannya, sebenarnya aku ingin membuang perasaan ini tapi apa mau di kata ternyata tak segampang itu.

"Mba ini udah semua, mau di taruh mana yang alatnya tertukar" tanya ku tanpa memperdulikan siti yang terus berbicara.

"Ada berapa yang tertukar?"

"Empat mba"

"Kita anter sekarang aja, siti bisa bantu kita tuntun jalan"

"Bisa ukhti" ucapnya dengan manis
"Mari".

Berjalan dengan membawa alat itu lumayan susah, mana ini berat pula. Untungnya suasana di ponpes benar-benar ramai dan membuat nyaman jadi aku tak terlaku memikirkan tentang siti.

Setelah sampai aku menyerahkan alat yang tertukar ke adat yang sudah berdiri menunggu aku mengulurkan alatnya.

Sedangkan siti tengah merangkul pada tangan kiri azmi seperti sudah menjadi miliknya.

Sunggu aku sangat jengah pada perlakuannya, sepertinya suasana santri tak terlalu membuanya terganggu.

Namun sangat aku memutar mata ku ke arah adat, azmi sudah menurukan tangan siti dengan senyum kakunya, ku rasa ia malu karena kelakuan siti barusan.

***

"Siti apa yang kau lakukan ini ponpes bukan rumah mu, tolong jaga sedikit kelakuan mu" ucap azmi dengan nada kesalnya.

Sedangkan siti hanya menunduk sepertinya ia merasa bersalah dan ia tak mampu menjawab perkatan azmi.

"Maaf, aku terbawa suasana tadi"

"Kita baru ta'aruh bukan menikah, coba untuk bersikah normal" ucap azmi yang semakin kesal.

Ku lihat siti yang mulai berlari meninggalkan azmi, aku rasa ia akan menangis.

Azmi terkejut melihat ku dibawah pohon dan tiba-tiba mata menjadi sendu, ia mulai mendekati ku dengan kaki gontainya.

"Apa mendengar semuanya" tanyanya pada ku dengan nada lembutnya.

Aku mengguk pelan tanda bahwa aku benar mendengarnya, ku dengar azmi menghela nafas panjang.

"Tak apa mi, lagi pula ia terlihat mencitai mu, aku permisi ya. Aku janji pura-pura tak mendengar apa yang kalian bicarakan" ucap ku lalu saat kaki ku baruh melangkah.

"Apa kau tidak mencitai ku?" Ucapnya sambil menduk ke bawah.

Aku menoleh tapi aku tak mampu menjawabnya jadi aku meninggalkannya.

"Maaf"

IMPIAN MASA KECIL KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang