Malam ini aku memastikan apa intan membalas pesan ku atau tidak ku dapati ia sudah membalasnya, jawaban singkat yang membuat ku bahagia.
"Iya" bunyi pesannya.
Sangking senangnya aku meloncat-loncat seperti anak kecil yang baru di belikan permen.
***
Suasana hati ku semakin baik ketika malam ini datang, aku sudah menyusun rencana untuk mengatakan apa yang harusnya ku katakan padanya.
Setiap malam minggu rombongan hadroh di undang dalam sebuah acara yang selalu digelar dengan meriah.
Acara berjalan cukup lancar seperti biasa saat acara selesai jalan kami benar-benar sesak bahkan kami haru di kawal namun tak membuat mood ku buruk.
Sampailah kami di tempat untuk beristirahat seperti biasa kami di suguhkan berbagai buah dan jajanan ringan.
Aku mulai membuka ponsel ku sambil bersender pada tembok, lalu aku memencet panggilan dan mulai berjalan keluar.
Tuut tuut tuut
"Assalamu'alaikum"
"Waalaikumsalam. Aku ingin membicarakan soal-" ucap ku terputus
"Aku tahu apa yang ingin kamu bicarakan tetapi apapun keputusan mu itu adalah sesuatu yang baik" ucap intan dengan nada cukup tenang.
Saat aku mendengar ucapnya aku menyadari bahwa semua yang aku rencanakan tidak akan bisa ku gapai, karena suara intan barusan adalah suara yang memiliki arti "kita cukup sampai di sini".
Aku tak mengerti ada apa dengan tubuh ku rasanya ada sesuatu yang memanas, bahkan bercampur rasa pedih yang teramat pedih.
Sekarang aku mengerti apa yang harus ku lakukan, aku tak terbiasa melukai hati umi ku yang sangat aku cintai.
Malam itu aku menutup sambungan telfon ku dengan intan suasana hati ku tak enak bahkan mata ku sedikit memanas.
***
Intan POV
Hari ini aku sekolah seperti biasanya, menjalankan rutinitas sehari-hari ku. Jadwal latihan pun mulai di susun ulang mengingat kami akan mulai naik kelas dan tentunya banyak yang akan berubah.
Aku kini lebih fakos ke pelajaran ketimbang media sosial ku. Aku sudah hampir seminggu tidak membuka instgram.
Ku lihat notif yang begitu banyak muncul namun tangan langsung mengarah ke pesan yang masuk dari sekian banyak pesan yang masuk ku lihat pula pesan yang masuk beberapa hari yang lalu.
Seperti melompat ke masa dimana ku dengar umi azmi mengatakan tentang perjodohan dini antara azmi dan siti. Membuat ku sedikit enggan membuka pesannya.
Tapi tetap saja aku penasaran dan akhirnya membukanya, tanpa sadar aku membalas dengan sangat singkat.
Dan pada esok malamnya azmi menelfon ku, awalnya aku enggan karena terbayang-bayang perkatan uminya azmi.
Pada akhirnya aku tetap mengangkatnya "aku memang tak punya pendirian" gumam ku sambil mengakat panggilan azmi.
Aku langsung mengucapkan salam dan di sebrang sana ku dengar suara riangan seorang lelaki yang menjawab.
Jantung ku berdebar namun aku tersadar kembali pria itu sudah akan ada yang memilikinya, kepala ku sakit termasuk hati kecil ku. Ketika ia mulai berbicara lagi aku langsung memotong pembicaraannya. Membuatnya terkejut.
Dan aku yakin ia kecewa tetapi ini sudah takdirnya, kita memang harusnya sudah tak perlu banyak bicara.
Kau adalah pria yang baik dan aku hanya seorang teman kecil mu, kita tak mampu membuat takdir. "Semoga kau bahagia" ucap ku tanpa sadar. Setetes cairan bening meluncur tanpa aba-aba.
Intan pov selesai
Pembicaran soal ta'aruf berjalan sangat cepat bahkan apa yang abah ucapkan aku hanya mampu mengatakan "iya" dan aku tahu makna dari kata itu sangat berarti untuk hidup ku, siti dan dia yang sudah tak mau lagi memperjuangkan janji.
Kini kamar adalah tempat ternyaman yang aku miliki, emosi seakan melonjak aku berteriak sekencang-kencangnya tapi itu percuma karena dia tak mampu mendengar ku.
"Aku benci situasi ini" ucap ku tanpa sadar.
Tubuh ku merosot punggu ku mengenai pinggiran kasur, ku dapati diri ku yang tak berdaya di sini. "Bisakah aku mengubahnya ya Allah"
***
Berita soal ta'aruf ku sudah tersebar di seluruh pondok pesantren banyak yang mengucapkan selamat pada ku tapi entah mengapa hati ku gunda saat mengatakan terimakasih.
"Apa yang aku lakukan benar?" Ucap ku.
"Harusnya di pertimbakan lagi" ucap seseorang dari belakang ku.
Ternyata itu kak ahkam yang di ikuti oleh kak aban, mereka kini duduk bersama ku di taman belakang ponpes.
Kami menghabisan banyak waktu untuk membicarakan soal masalah ku, tetapi tak dapat ujungnya.
Pada akhiranya aku harus menirama takdir yang sudah di gariskam oleh Allah kepada setiap umatnya.
"Dengar mi, lusa tepat hari minggu tanggal 12 akan ada yang datang ke ponpes" ucap kak aban sambil menoleh pada ku.
"Aku rasa dia juga akan memenuhi undangan itu, selagi masih ada waktu ucapkan apa yang ingin kau ucapkan" lanjut kak aban yang langsung berdiri sambil menepuk bahu ku, seakan memberi semangat.
Kak ahkam hanya mengaguk-agukan kepalanya seakan mengatakan apa yang di ucapkan kak aban ada benarnya.
"Selagi belum terlambat coba lh mi, aku tahu kau tak ingin mengecewakan orang terdekat mu, tapi coba untuk sedikit berjuang untuk hati mu"
"Iya kak" ucap ku yang kini seperti terisi kembali dan entah dari mana aku memiliki keyakinan untuk mengubah takdir ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
IMPIAN MASA KECIL KITA
Teen FictionBercerita tentang seorang gadis berjilbab dan seorang lelaki berpeci yang memiliki impian yang sama.