18.

11.9K 1.1K 243
                                    

Mia memejamkan matanya berusaha mengeluarkan elemen yang Oliver maksud.

"Sekarang. Buka matamu!" perintah Oliver.

Mia membuka matanya perlahan. "Kenapa semua yang aku lihat bewarna merah?" tanyanya heran.

"Coba kau lihat dirimu," ucap Vancia.

Mia terkejut saat dirinya di selimuti hawa api bahkan warna matanya sudah berubah menjadi merah.

"Sekarang padamkan api yang ada pada tubuhmu," ucap Vancia.

"Bagaimana caranya?" tanya Mia bingung.

"Pejamkan matamu dan konsentrasi lah," ucap Oliver. Mia mengangguk paham, ia pun mulai memejamkan matanya. Tak lama kemudian api yang keluar dari tubuhnya padam begitu saja.

"Baiklah sepertinya sampai disini saja untuk latihan mu Mia. Aku takut jika terus menerus mengeluarkan kekuatan dari dirimu itu akan berakibat fatal pada bayimu," ucap Vancia menatap khawatir.

Mia mengangguk, ia pun mengelus perutnya yang mulai menunjukkan perubahan. Vancia berkata jika bayi yang di kandungnya bukan bayi manusia biasa, maka dari itu ia akan lahir lebih cepat dari manusia biasa.

"Uhukk," Mia terbatuk-batuk membuat Vancia menatap khawatir.

"Kau tidak apa-apa Mia?" tanya Oliver.

"Sepertinya tidak---"

"Astaga! Darah!" teriak Vancia panik.

Mia menoleh sambil menatap tangannya benar saja disana ada darah.

"Oliver, aku harus memeriksa kondisi Mia." ucap Vancia.

Oliver mengangguk. "Aku akan memberitahu tentang ini pada Alroy." ucapnya. Vancia mengangguk, ia pun memapah tubuh Mia.

"Berbaringlah. Aku akan memeriksa kondisi kandunganmu Mia," ucap Vancia.

Mia mengangguk. Ia pun berbaring lalu Vancia memeriksa kandungannya dengan meletakkan tangan nya diatas perut Mia. Sesaat kemudian keluar sebuah cahaya putih dari tangan Vancia.

Tak berapa lama kemudian Alroy datang bersama Oliver. Ia berjalan mendekat.

"Apa yang terjadi?" tanya Alroy khawatir.

Vancia selesai memeriksa kandungan Mia. "Ini tidak baik," ucapnya.

"Ada apa?" tanya Mia bingung.

"Bayi yang ada di kandunganmu banyak menyerap kekuatan mu. Ini mungkin akan menyebabkan kau kehilangan banyak darah," ucap Vancia. "Selama di kandunganmu dia akan terus menyerap kekuatan mu,"

"Apa tidak bisa di cegah?" tanya Alroy. "Menyerap kekuatan mungkin akan membuat Mia dalam bahaya."

Vancia menggeleng kecewa. "Sayangnya tidak bisa. Ini sudah takdir Alroy. Karena di dalam kandungan Mia ada penerusmu," ucapnya.

"Untuk meminimalisir terjadinya sesuatu yang berbahaya Mia hanya bisa melatih kekuatan nya sebentar saja," ucap Vancia. "Jika terlalu berlebihan mungkin Mia akan kehilangan nyawanya."

Alroy menatap terkejut. "Tentang masa depan yang kau bicarakan. Apa benar?" tanyanya.

Vancia mengangguk. "Anakmu akan menjadi penguasa dari penguasa yang hebat. Tapi, dia akan menjadi lebih kejam darimu Alroy. Ini takdir anakmu," ucapnya.

Alroy menatap khawatir sedangkan Mia tersenyum. "Tidak apa-apa. Kita akan melalui itu semua,"

∆∆∆

"Awas!" teriak Arthur membuat Yan langsung menghindar. Tepat setelah itu pohon besar di depannya hangus begitu saja.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Yan dingin. "Kau hampir membunuhku,"

"Mencoba kekuatan baruku. Aku sudah berevolusi," ucap Arthur senang.

Yan berdecih. "Hanya itu saja, cih." ucapnya datar.

"Kau! Kau meremehkan aku," ucap Arthur kesal.

"Ada apa?" tanya Tian yang baru saja datang.

"Tanyakan pada makhluk kaku di sebelahmu," balas Arthur ketus.

Yan berdecih. "Dasar makhluk aneh," gumamnya.

"Siapa yang kau sebut aneh?" Arthur menarik baju yang di kenakan Yan.

"Kau. Memangnya siapa lagi yang aneh selain dirimu," balas Yan santai.

"Kau ingin mati ya?" Arthur menggeram kesal.

"Kau yang akan mati lebih dulu," Yan melayangkan banyak anak panah kearah Arthur.

Tian menggelengkan kepalanya. "Kalian terus bertengkar. Apa kalian tidak bisa berdamai?" tanyanya heran.

"Aku? Berdamai dengan makhluk kaku seperti dia? Cih," Arthur mendengus.

Yan mendengus. "Siapa yang ingin berbaikan dengan makhluk aneh sepertimu," ucap nya.

"Kau---"

Brukk~

"Sialan!" umpat Arthur saat tubuhnya menabrak pohon di belakangnya dengan kuat.

"Maaf. Tanganku terpeleset," balas Yan santai.

"Ada apa ini?" Mia baru saja sampai. Tian menunjuk kearah Yan dan Arthur yang tengah berseteru.

"Seperti biasa," balas Tian. Ia menatap mereka berdua seperti sedang menonton acara opera, ia pun memakan cemilannya.

"Mau?" tanya Tian sambil menawarkan makanan yang ia punya.

Mia menggeleng. "Tidak. Terima kasih," balasnya.

"Sepertinya mereka tidak pernah berbaikan," ucap Mia.

Tian tersenyum kecil. "Mereka hanya memiliki selera tinggi saja. Biarkan saja," balasnya.

"Yan, Arthur." panggil Mia membuat mereka berdua menoleh.

"Ada apa?" tanya Yan.

"Diantara kalian berdua siapa yang ingin menemaniku pergi mengambil beberapa tanaman obat?" tanya Mia.

"Aku saja. Aku tau tanaman obat langka yang bisa kau petik," ucap Arthur.

"Cih, paling hanya rumput api darah dan bunga dewa." balas Yan.

"Setidaknya aku lebih tau darimu," Arthur menatap sengit kearah Yan.

"Aku tau banyak tanaman dari pada makhluk aneh itu. Dan beberapa permata untuk pembuatan pil tingkat tinggi. Itu bagus untuk mu yang sedang mengandung," ucap Yan. Mia mengangguk.

Arthur mendorong tubuh Yan. "Aku tau beberapa hewan roh untuk berburu," ucapnya.

"Dan aku tau bagaimana cara untuk mendapatkan hewan roh dengan cara mudah," balas Yan tak kalah sengit.

Mia memijat pelipisnya. "Kalian berdua ini. Yasudah lebih baik aku mengajak Tian saja. Lanjutkan latihan kalian," ucapnya sambil menggandeng Tian.

Arthur melongo, ia pun menatap Yan dengan sengit. "Ini semua gara-gara kau!" ucapnya.

Yan berdecih. "Tidak sadar diri," ucapnya sinis.

"Kau mau mati?" tanya Arthur.

Yan menatapnya dengan alis yang terangkat. "Kalau kau bisa," balasnya.

"Sialan! Yan brengsek!"

∆∆∆
TBC

Queen For The King [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang