Lima menit telah berlalu. Tapi Off belum mengatakan apa-apa. Tay diam saja dengan sabar menunggu Off siap untuk bercerita sambil memainkan ponselnya.
Sedangkan Off masih berada di posisi yang sama. Tak beranjak sedikit pun. Ia memandangi langit yang semakin lama semakin menggelap. Menatap langit seperti ini mengingatkannya akan jawaban Gun dalam sebuah wawancara.
"Gun, sebutkan satu hal yang menggambarkan Off bagimu." ucap salah satu reporter saat itu.
"Bagiku Papii itu adalah langit. Yang akan selalu setia menemaniku dimana pun. Sama seperti langit, dimana pun aku berada ketika aku menoleh ke atas dia akan selalu disana." ucap Gun sambil tersenyum.
Off tersenyum mengingat jawaban Gun. Kala itu Off tidak benar-benar perduli akan apa yang Gun jawab. Tapi sekarang jawaban Gun itu membuat hatinya menghangat.
"Tay, aku seperti merasa kehilangan hal yang berharga." Off akhirnya membuka suaranya setelah hampir 10 menit berdiam diri menatap langit.
Tay berhenti memainkan ponselnya ketika mendengar Off akhirnya mulai berbicara. Tay memasukan ponselnya, kemudian berdiri dari duduknya. Mengambil tempat di sebelah Off. Ikut memandangi langit yang sudah gelap dihiasi kerlap-kerlip lampu dari bawah sana.
"Aku tidak tahu kenapa aku seperti ini. Aku harusnya senang kan, ketika Gun sudah tidak mengikuti ku lagi seperti dulu."
"Aku harusnya senang melihat Gun bersama Jane. Senang karena Gun akhirnya mempunyai seseorang yang Ia perduli, selain diriku. Sehingga aku bisa terbebas darinya ketika dia sibuk dengan orang itu."
Tay hanya diam saja. Ia ingin mendengarkan sejauh mana kebodohan temannya ini yang tidak pernah mau mengakui perasaannya sendiri. Yang akhirnya malah menyakiti dirinya dengan bertahan pada orang lain.
"Kau ingat Tay, ketika Gun memanggil ku dengan kata P'Off di restoran sushi?"
"Saat itu hatiku berdenyut nyeri. Di restoran itu kedua kalinya Gun memanggilku dengan P'Off lagi setelah sekian lama."
"Pertama kali aku mendengar Gun memanggilku dengan kata itu, hatiku terasa seperti ada yang memukulnya dengan palu."
Off mengangkat tangan menyentuh dadanya. Disana terasa sakit ketika mengingat suara Gun yang memanggilnya dengan kata itu.
Tay masih diam. Dia ingin mendengarkan lebih banyak sebelum memberi pendapat.
"Lalu setelah kejadian di restoran itu. Entah apa yang aku pikirkan aku menelpon Gun untuk pertama kalinya."
Tay menolehkan kepalanya pada Off, tidak menyangka Off akan melakukan itu. Karena Tay sangat amat tahu Off sangat menghindari untuk menelpon Gun. Kecuali sudah direncanakan sebelumnya oleh staff. Ia lebih memilih untuk mengirim pesan singkat. Entah apa alasan Off sangat mengindari menelpon Gun, Tay tidak tahu. Selama ini selalu Gun yang menelpon Off bahkan semua moment video call yang beredar di kalangan fans juga inisiatif Gun.
"Aku menawarinya agar berangkat bersama besoknya karena kita ada acara yang harus di hadiri bersama. Tapi dia menolak."
"Dia mengangakhiri panggilan itu begitu saja ketika terdengar Jane memanggilnya."
Off menghela nafasnya."Tay, kau tahu kan Gun itu sangat tepat waktu?" Tay hanya menganggukan kepalanya.
"Tapi hari itu untuk pertama kalinya dia hampir terlambat. Dan alasannya karena dia harus mengantar Jane ke kampus." Tay menaikan alisnya mendengar hal itu. Memang Tay sempat mendengar bisik-bisik Gun hampir telat menghadiri jadwalnya, tapi Ia tidak tahu pasti. Tay juga tidak berusaha menanyakannya langsung pada Gun. Karena Tay sadar Gun juga mulai menjaga jarak darinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Rasa Itu Telah Berubah || OFFGUN
FanficIa akhirnya menyerah akan rasa yang hanya Ia rasakan sepihak. Sesuatu yang awalnya hanya sebuah lelucon belaka yang Ia perbuat. Membuatnya jatuh terlalu dalam. Namun, saat Ia telah memutuskan untuk menyerah, tanpa Ia ketahui "Dia" mulai menyadari...