|| 36. Pemakaman

578 60 44
                                    


Hai selamat membaca!

Semoga suka!

___

"Aku tahu ini berat, tapi kamu harus tetap kuat."
Cella

"Gue lagi jatuh, tapi kenapa semua orang seolah menjauh. Mereka pergi dengan membawa duka, tanpa memikirkan beban penerimanya"
Danial

_____

Hari ini Veni akan dimakamkan. Proses pemakaman berjalan dengan lancar, namun di iringi dengan derai air mata.

Cella sedari tadi mencoba untuk menenangkan Danial. Walaupun Cella tahu, ini tidak akan berefek besar pada Danial, namun ia harus berusaha.

Hujan mulai turun, menyiram bumi. Cella masih setia menemani Danial. Semua orang sudah pulang, termasuk kedua orangtuanya.

Cella tahu Danial sedang benar-benar terluka. Tugas Cella hanya ingin mendampingi dan menguatkan.

"Kamu yang kuat, Nial. Mama pasti sedih ngeliat kamu kayak gini. Aku tahu ini berat, tapi kamu harus tetap kuat." Cella mengusap punggung Danial.

Danial memeluknya, sembari menangis.

"Kenapa, Cell? Kenapa harus terjadi sama gue? Gue lagi jatuh, tapi kenapa semua orang seolah menjauh. Mereka pergi dengan membawa duka, tanpa memikirkan beban penerimanya. Gue lelah, Cell. Lelah banget." Isak Danial, dalam pelukan Cella.

Cella bergeming, lalu ikut menangis saat Danial mengatakan kata itu 'lelah'. Lelah itu memang menyakitkan, namun lelah itu ada.

"Kamu kuat. Ada aku yang akan selalu di samping kamu!" tegas Cella. Mereka berdua terisak di temani hujan.

"Danial." Cella dan Danial melepaskan pelukan. Danial mengeram saat melihat orang yang tengah menatapnya. Dandi. Papa kandungannya.

"Danial. Maafkan papa —" Danial menepis tangan Dandi, yang baru saja akan menyentuhnya. Sungguh Danial benar-benar sakit hati. Hatinya benar-benar terluka dengan perlakuan Dandi.

Danial juga cukup terkejut saat melihat Dandi datang ke sini. Datang ke pemakaman Veni.

Cella melangkah sedikit mundur, memberikan mereka kesempatan untuk berbicara. Walaupun nyatanya Cella tak yakin itu terjadi.

"Papa pergi."

"Danial papa —"

"Papa pergi sekarang juga. Danial mohon, papa pergi. Mama gak butuh papa disini. Mama sama sekali gak butuh papa. Mama gak butuh penjahat!" teriak Danial. Ia mencoba menepis tangan Dandi yang mencoba menggapai kakinya.

"Papa minta maaf," lirih Dandi.

"Gak berguna. Itu enggak akan buat mama kembali. Kenapa, pa? Kenapa papa pura-pura sedih? Harusnya papa seneng dengan gak adanya mama, papa bisa bebas dengan wanita itu." Danial berkata dengan lantang, sedangkan Dandi menatapnya sendu. Pria paruh baya itu terduduk di tanah dengan pandangan pilu.

Siapapun yang melihat pasti akan tahu ia terluka, namun siapapun yang mengetahui faktanya mereka akan menepisnya dan menganggap luka itu sebagai sandiwara.

"Maafkan papa," lirih nya. Dandi menatap pada pemakaman istrinya. Ia langsung mendekat dan memeluk nisan tersebut.

"Maafkan aku, maafkan aku Veni. Aku minta maaf."

Danial memalingkan wajahnya melihat itu. Papanya sungguh orang yang sangat pandai bersandiwara. Pemain peran yang hebat.

Setelah menghianati istrinya, bahkan membuat selingkuhannya hamil. Pria itu kembali dengan tangis pilu, saat mengetahui istrinya telah pergi untuk selama-lamanya. Siapa yang akan bersimpati padanya?

"Enggak udah berlagak sok sedih, pa. Seharusnya papa seneng dengan ini kan? Mama gak ada, papa jadi bebas. Pulang aja urusi selingkuhan papa. Papa pulang!" teriak Danial. Namun Dandi hanya bergeming.

Ia tidak menyangkal bahwa dia berselingkuh. Itu benar adanya. Selingkuhannya tengah mengandung anaknya, itu juga benar. Dandi tidak bisa menyangkalnya.

Namun, kematian istrinya membuat luka itu benar-benar menganga. Dandi masih mencintai istrinya. Sangat. Pria itu memang egois. Sangat-sangat egois.

"Maaf kan saya Veni. Saya benar-benar menyesal," lirihnya, yang mungkin hanya ia sendiri yang dapat mendengarnya.

Danial menyeret Dandi, lalu memukuli papanya tersebut dengan bringas. Cella sampai menjerit melihatnya. Apalagi tubuh Dandi benar-benar Danial pukuli dengan kuat, hingga berdarah.

Meskipun luka dan tubuh Dandi sudah banyak luka dan berdarah, pria paruh baya itu membiarkan Danial memukulinya sepuas hati anaknya. Seolah membiarkan bahwa ia akan mati di tangan anaknya sekalipun.

"Danial cukup. Ini pemakan, Danial!" teriak Cella. Ia menghampiri Danial, lalu memeluk suaminya dari belakang dengan erat, mencoba menghentikan dan menenangkan Danial. Syukurlah Danial benar-benar menghentikan aksinya.

Danial menatap tubuh Dandi yang tidak lagi bergerak.

Dandi pingsan.

"Papa pingsan, Danial!" jerit Cella. Baru saja ia akan menghampiri tubuh papa mertuanya. Danial mencekalnya, lalu menyeret Cella pergi dari sana. Membiarkan Dandi pingsan di sana.

Danial tetap menyeret Cella, saat wanita itu masih saja memberontak, Danial langsung menggendongnya lalu memasukkan Cella dalam mobil.

Danial mengendarai mobil dengan cepat. Ia tidak peduli dengan Cella yang terus memperingati dirinya, dan menyuruhnya berbalik menyelamatkan papanya.

Sekarang, bolehkah jika Danial bersikap egois?

____

Pendapat kalian mengenai Part ini?

Kata-kata untuk,
Cella? Danial? Dandi? Veni?

Pesan buat Author?

_____

1september2021

Danial & Cella [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang