13

3.6K 175 38
                                    

"Kalau saya hamil sebelum selesai kuliah gimana, mas?"

"KAMU HAMIL?"

Aku menatap mas Hady penuh tanya.

"Hah? Bu..bukan gitu!" jawabku tergugup.

"Maksud kamu gimana, sih? Aku bingung"

"Saya cuma nanya ke mas. Kalau saya hamil sebelum wisuda gimana? Kan artinya kuliah saya belum selesai tapi saya harus fokus sama anak kita"

"Aku nurut kamu aja, sayangku. Kalau Allah udah kasih kita kepercayaan buat ngedidik titipannya, aku siap. Kalau pun belum, aku juga ngga maksa"

"Tapi masalahnya..." ucapanku terjeda.

"Kenapa? Kamu belum siap buat ngurus anak?"

Aku mengangguk pelan.

"Kalau saya belum lulus, takutnya saya ngga bisa ngurus anak dengan baik, mas. Saya itu jadi madrasah yang pertama buat anak, karena saya perempuan, saya seorang ibu"

"Terus maunya?"

"Ngga tau" kataku lirih sambil menundukkan kepala.

Mas Hady membawaku ke dalam pelukannya. Menenggelamkan wajahku di ceruk lehernya.

"Saya...saya takut ngecewain mas Hady. Ayah, ibu kita juga selalu ngomongin cucu. Saya jadi ngga enak"

Air mataku kembali tak tertahan. Kenapa aku jadi cengeng sekali?

"Udah...ngga papa kok, kita serahin sama yang di atas ya. Aku ngga bakal maksa, kalau kamu belum mau ada anggota baru dikehidupan kita, ya kamu rutin minum pil kontrasepsinya aja. Aku tau kamu punya, ngga perlu kamu sembunyiin sayang" kata mas Hady berusaha menenangkanku.

Benar, aku terlalu takut mas Hady marah. Aku takut suamiku kecewa. Aku memang sudah membeli pil kontrasepsi supaya bisa menunda kehamilan setelah melakukan jima'.

Tapi, aku membeli itu tanpa persetujuan dari mas Hady. Berdosalah aku apa bila mas Hady tidak memaafkan.

"Maaf, mas"

"Ngga papa. Orang tua kita juga pasti ngerti, kok. Udah ya nangisnya"

Aku mengangguk, lalu melepaskan diri dari pelukan mas Hady dan menatapnya.

Mas Hady tersenyum. Ia membenarkan anakan rambutku, lalu mengecup wajahku. Mulai dari kening, mata, hidung, pipi, dagu, dan berakhir di bibir.

Tidak berhenti di situ saja, mas Hady menarik tengkukku dan memperdalam ciumannya, hingga yang semula hanya kecupan kini sudah berganti menjadi lumatan.

Aku memukul pelan lengan mas Hady, memberi kode seperti biasa bahwa aku kehabisan oksigen.

"Boleh?" tanya mas Hady pelan.

Aku mengangguk. Dan berakhirlah siang itu tanpa gangguan dari siapapun.

...

Malamnya, kami memilih bersantai di rumah. Tepatnya di kamar mas Hady yang kini sudah menjadi kamar kami.

Aku yang tengah duduk bersandar di tepian kasur, asik memainkan rambut mas Hady yang tiduran di pahaku.

Sementara mas Hady, tenggelam dalam cerita yang tengah ia baca di novelnya.

"Mas, laper" kataku.

Mas Hady mengalihkan atensinya dari buku. Netranya kini beralih menatapku.

"Mau makan apa?"

Ia berganti posisi menjadi duduk di sebelahku. Buku yang semula ada di tangannya kini sudah berpindah ke atas nakas.

"Mau nasi goreng"

My Husband My Heaven ✖ DKS ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang