Tepat pukul 1 malam aku sampai di rumah dengan selamat diantar oleh bang Raden setelah sebelumnya bang Raden mengantarkan bang Farel dan bang Gilang.
Sebenarnya jarak dari apartemen bang Raden ke rumahku tidak terlalu jauh. Tapi perjalanan itu mendadak lama gara-gara bang Farel memintaku untuk menunggu dia yang hendak memberiku skincare miliknya.
Jadi mau tidak mau, ketika sampai di rumah bang Farel aku ikut turun bersama dua temannya. Dan ya, panjang lebar bang Farel menjelaskan tentang skincarenya.
Ku rasa, dia lebih tau tentang skincare dan make up daripada aku yang wanita tulen. Jauh-jauh make upku paling hanya foundation, bedak, dan lip tint. Skincare? Hanya sabun cuci muka. Ya, make up dan perawatan memang bukan keahlianku, tapi syukurlah mukaku masih mulus dan bagus-bagus saja seperti orang yang sering melakukan perawatan mahal.
Padahal tidak pernah.
"Makasih ya, bang. Saya duluan" kataku ketika sampai di depan pintu.
"Gue ikut turun deh, sekalian jelasin ke Hady. Takutnya dia salah paham"
Aku mengangguk.
Setelah itu kita turun dan aku mengetuk pintu. Tak berapa lama, mas Hady keluar dengan mengenakan piyamanya.
Sepi, sepertinya Vani sudah pulang. Sepatunya pun sudah tak terlihat di rak sepatu dekat pintu sejak mas Hady membukakannya.
"Dy, gue minta lo jagain istri lo. Tadi dia keujanan di jalan, terus pas gue samperin dia pingsan. Niatnya mau gue anter langsung. Tapi gue ngga tau rumah baru lo, nanya ke temen yang lain juga ngga aktif. Nomor lo juga ngga aktif" jelas bang Raden.
Mas Hady kemudian melirikku sebelum berkata dengan dingin.
"Masuk"
Aku menuruti ucapannya dan mulai melangkahkan kaki memasuki rumah. Tak berapa lama aku mendengar mas Hady mengucapkan terima kasih pada bang Raden dan menutup pintu utama.
Ketika sampai di depan pintu kamar, langkahku terhenti karena suara dingin mas Hady menyapa telingaku dengan tidak ramah.
"Siapa yang nyuruh lo masuk kamar, Yola!"
...
"Ampun mas..hiks..dingin..." ucapku lirih sambil teriak.
Mas Hady seperti hilang kewarasan. Ia menarikku dengan paksa ke kamar mandi.
Dan di sinilah aku sekarang, di bawah shower dengan air dingin yang mengalir.
Hujan memang telah berhenti, tapi air yang mengalir dari shower tetap terasa dingin.
Apalagi, pusingku belum sembuh benar. Obat yang aku minum belum sepenuhnya memberi efek sembuh.
"Siapa yang ngebolehin lo pulang sama bang Raden? Mau jadi jalang lo jalan sama cowo lain di saat lo punya suami?" katanya kasar.
Tangannya tak henti mengarahkan shower di atas kepalaku.
"Aaa..ampun...t.ttadi..saya..ss..sama..hikss..bang Fa..Farel s..sama..hiks..bang Gilang juga" ucapku terbata-bata.
"Oh ternyata malah 3 cowo ya? Bagus juga lo pulang tengah malem tanpa izin dari gue! Gimana ya reaksi orang tua lo kalau tau anaknya jadi jalang yang doyan pulang tengah malem sama cowo?"
"Ampun...ampuni saya m..mas..di..dingin"
Rasanya menangis pun tak berpengaruh apa-apa, karena air yang menetes ke lantai sudah tak bisa dibedakan mana yang air mata dan mana yang air dari shower.
"Mau jadi jalang lo? Hah? Iya? Kemarin Ilham, sekarang bang Raden, Farel sama Gilang? Siapa lagi besok? Murahan banget lo!"
Demi apapun, hati ini terasa lebih sakit ketika mas Hady mengataiku jalang dan murahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband My Heaven ✖ DKS ✅
Fanfiction"Kalau bukan karena perjodohan, ga sudi gue nikahin lo" "Biarpun kita menikah karena perjodohan, tapi biarkan saya berusaha menjadi istri yang baik untukmu" Banyak yang bilang kalau nikah karena perjodohan itu akan berakhir dengan perceraian. Apakah...