Part 7

4.1K 329 13
                                    

Alula hanya terdiam membisu menatap ke arah pantulan dirinya di depan cermin, bukannya tidak ingin menjelaskan kepada kedua orang tuanya tapi dia begitu malu untuk menceritakan semuanya.

Namun masalah perasaannya terhadap Radit, Alula sudah bisa mengikhlaskannya, melihat Radit bahagia dirinya juga turut bahagia begitulah Alula mendiskripsikan cintanya, melepaskan apa yang yang tidak mungkin dia miliki untuk kebahagiaan orang itu sendiri, mencintai tidak harus memiliki bukan? pikirnya masih banyak laki-laki yang mungkin jauh lebih baik dari Radit.

Tok ... tok ...

Suara ketukan pintu terdengar dari luar kamarnya, namun Lula begitu malas untuk beranjak membuka pintu.

"Sayang Papa boleh masuk nggak?" ucap Nalendra yang mengetuk pintu kamar Alula.

"Masuk aja Pah, pintunya gak di kunci kok," sahutnya dari dalam kamar.

Nalendra melangkah masuk ke dalam kamar setelah membuka pintu, dia menghampiri Alula yang masih duduk di tepi tempat tidurnya dan ikut mendudukkan dirinya di samping putrinya.

"Alula,  kamu itu putri Papa Nak, Papa tau perasaan kamu, coba kamu jujur apa kamu masih mencintai dia?"

Alula hanya bisa tertunduk, lagi-lagi begitu sulit menjawab pertanyaan Papanya.

"Kalau kamu diam berarti iya, kamu belum bisa melupakan dia."

"Aku sudah melupkan dia Pah, untuk apa juga aku mencintai milik orang, itu hanya menyakiti diri aku sendiri Pah."

Nalendra sedikit tersenyum mendengar ucapan putrinya, hatinya merasa sedikit lega karena putrinya bisa melaluinya.

"Tapi kenapa kamu menghindari dia, itu artinya kamu belum move on."

"Lula malu Pah kalau harus menjelaskannya."

"Kenapa mesti malu sih Nak, kami ini kedua orang tua kamu, tempat kamu bersandar, tempat kamu mencurahkan segalanya selain kepada Allah." Timpal Alzhea yang baru masuk ke dalam kamar Alula.

"Sayang, anggap kami ini teman kamu, sahabat kamu. Curahkan semua yang kamu rasakan kepada kami Nak, kami selalu ada buat kamu apa pun itu. Kamu itu malaikat tak bersayap kami sayang, kami tidak ingin melihat malaikat kecil kami seperti ini, ungkapkan kepada kami semua Nak," ucap Alzhea lagi memeluk Alula.

"Tapi kalian jangan tertawain Alula ya,  Janji?"

"Iya sayang kami janji," timpal Nalendra mengelus rambut panjang putrinya.

Alula mulai menceritakan semua kejadiannya beberapa bulan yang lalu berawal dari pertemuannya di cafe yang kebetulan dengan Radit dan Cisyil sampai Alula yang salah memegang sesuatu dengan wajahnya yang sudah memerah karena malu kepada kedua orang tuanya.

"Lula malu Pah sama Om Radit, makanya Lula gak mau ikut, setiap melihat Om Radit pasti lula akan ingat kejadian itu."

Sebenarnya Nalendra ingin terbahak tapi dia menahannya, takutnya putrinya yang manja ini akan menangis tidak berhenti, lagian dia sudah berjanji untuk tidak menertawai putrinya.

"Apa cuman karena itu?"

"Iya Papa, sebenarnya kesal juga sih liat mereka dulu, rasanya pengen Lula lempari pake sepatu sayangnya Lula gak berani."

Kali ini Nalendra sudah tidak bisa menahan tawanya lagi, dirinya sudah terbahak melihat wajah kesal Alula mengingat kejadian itu.

"Ihh papa...."

"Maaf sayang, habis wajah kamu lucu," Sela Nalendra cepat.

"Ya udah sayang, kamu istirahat besok kan masuk pagi," timpal Alzhea.

ALURA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang