Ibu terlihat bersemangat membuatkan aku nasi goreng sea food. Gara-gara tadi pagi aku tidak mau makan dan ingin nasi goreng kesukaanku tersebut, lantas Ibu bergegas mencari bahan-bahan tanpa komentar apapun. Aku bahkan membantu saja tidak boleh. Justru disuruh duduk di kursi pantri, dan jika tidak menurut Ibu langsung berbicara tak ada habisnya.
Beliau terlihat lebih bahagia. Mungkin karena semua keinginan kini terpenuhi, mendapatkan cucu dari Mas Endaru dan Mbak Andrea serta melihat anak-anaknya kini sudah lebih bahagia. Aku sangat bersyukur melihat Ibu bahagia. Ibu memang terkadang berbicara tanpa memperdulikan perasaan orang lain, termasuk anaknya. Tetapi, beliau aslinya sangat sayang kepada semua orang. Hanya saja caranya berbeda.
"Nih... Sudah jadi." Ibu meletakan sepiring nasi goreng di hadapanku. Dengan jarak dekat sedekat ini, aromanya semakin membuatku tak sabar untuk memakannya.
Aku pun menampilkan senyuman. "Terima kasih, Ibu."
Ibu menganggukan kepalanya kemudian duduk di seberangku. "Rezal pulangnya kapan, Gab?"
"Katanya besok, Bu. Tapi Gabby sudah kangen banget."
"Rindu aku, hm?" Sebuah suara yang sangat ku rindukan terdengar di telingaku. Ibu pun tersenyum ke arahku kemudian berganti ke arah pintu penghubung antara dapur dan ruang keluarga yang posisinya di belakangku.
Lantas aku menoleh, senyumanku pun langsung terukir. Kemudian dengan tergesa-gesa aku berjalan dengan cepat menghampirinya. Ku kalungku tanganku di lehernya, membenamkan wajahku ke dalam dada bidangnya. Dia membalas pelukanku, kemudian mencium keningku. "Hati-hati, sayang. "
"Kangen banget." Aku mendongakkan kepala menatapnya. "Katanya pulang besok?"
Dia terkekeh, kemudian menyingkirkan helaian rambut di wajahku. "Aku juga kangen. Kata Ibu ada yang nangis terus gara-gara kangen, Mas. Makanya buru-buru menyelesaikan pekerjaan. Supaya, wanita dipelukanku ini gak nangis lagi."
"Bukan aku aja yang kangen, Mas." Aku melongkarkan pelukanku, namun kedua lengan Rezal masih berada di pinggangku. "Si dedek tuh, kangen Ayahnya."
Senyuman pun terbit di wajahnya. Rezal kemudian menundukkan tubuhnya hingga kepalanya sejajar dengan perutku yang sudah tak rata lagi. "Jagoan Ayah gak bandelkan?"
"Sudah gak mual lagi empat hari ini, tapi lebih gampang nangis akunya. Pengen ketemu kamu terus, Mas," jawabku.
Rezal masih menjajarkan wajahnya dengan perutku. Kemudian tangannya mengusap lembut perutku yang mulai membesar tersebut. Seketika hatiku menghangat apalagi ketika kecupan lembut mendarat di sana. Aku sangat bahagia memilikinya. Laki-laki yang selalu berusaha mempertahankan kebahagianku, serta menjadi tempat sandaranku. Rezal Danantya Sagara, orang yang memberiku kejelasan sebuah hubungan tanpa embel-embel pacaran. Membuatku mengerti akan sebuah jodoh bukan perkara kenal lama, namun siapa yang sudah digariskan oleh-Nya.
Perlahan air mataku menetes tanpa ku duga. Tidak menyangka aku akan sebahagia ini setelah apa yang aku alami. Melihat aku yang menangis, Rezal pun kemudian menegakkan tubuhnya. "Sayang, kok nangis?"
Bukannya langsung menjawab aku justru kembali memeluknya. Ku dengar suara tawa dari Ibu membuatku semakin memeluk Rezal erat. Aku lupa ternyata masih ada Ibu di sini. "Masih kangen."
"Manjanya istriku semenjak hamil..." Rezal terkekeh pelan membuat tangisku bertambah kencang. "Tapi aku suka, kapan lagi Gabriela manja-manja seperti ini. Ya... meskipun biasanya kadang manja juga sih."
•••Palpable•••
Yuk tulis kesan dan pesan kalian mengenai cerita ini.
Tulis di komen ya😊
Terima kasih sudah membaca cerita gak jelasku ini🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Palpable [Selesai]
Romance#Love and Hapinness 2 Perempuan keras kepala yang bertahan dengan rasa sakit. Bukannya mengobati luka, justru membuat luka untuk dirinya. Kapan menyerah? Kapan mau mencari obat untuk lukanya? Dan sampai kapan mengabaikan seseorang yang menawarkan di...