BAB 13 - MENUNGGU?
Sudah seminggu sejak kembalinya Gentha ke Palembang, dan aku masih saja bertahan dengan rasa sakit. Akibat terlalu cinta dengan laki-laki itu bahkan aku masih saja bertahan meskipun kenyataan pahit sudah aku telan dengan terpaksa. Rasa sakit pasti ada ketika mendengar semua yang dikatakan Indy. Bahkan aku juga bertanya kepada teman-temanku semasa kuliah yang menyimpan nomor Gentha. Semua jawabannya sama, Gentha sering bersama Kirana.
Bagaimana tidak sakit mengetahui sang kekasih lebih mempublikasikan selingkuhannya daripada kekasih aslinya. Selama ini, aku dianggap apa? Kekasih rasa selingkuhan? Bodohnya, rasa cintaku untuk Gentha mampu mengalahkan rasa sakit.
Logika dan hati tak sejalan. Logika berkata untuk cukup, tapi hati terus meminta lanjut. Meskipun hati sudah sangat hancur, namun selalu ada rasa semua masih bisa diperbaiki. Mungkin benar kata Vino, aku ini bodoh.
"Gab, kamu ada masalah?" tanya Nesta dari ambang pintu ruangannya. "Ke ruangan saya sebentar."
Setelah Nesta menutup pintunya, aku menepuk jidatku. Bersiap-siap terkena marahan Nesta, karena wanita itu pasti tahu ketidakfokusanku seminggu ini, selalu ada yang salah dalam mengerjakan pekerjaan. Dengan langkah pelan aku menuju ke ruangannya.
"Duduk sini," Nesta menyuruhku duduk di sofa.
"Ada apa, Ta?" tanyaku hati-hati.
Nesta menatapku penuh selidik. "Kamu ada masalah?"
"Saya baik-baik saja, Ta."
Nesta menghela nafas. "Katanya kita sahabatan? Bukannya sahabat itu saling mendengarkan?"
"Masih jam kerja, Ta."
Bosku tersebut langsung melirik jam tangannya. "Sebentar lagi jam makan siang. Makan di sini saja, pesan gofood." Kemudian dia sibuk dengan ponselnya, setelah itu menawari beberapa makanan. "Ceritalah, Gab."
Apa tidak apa-apa jika aku bercerita dengan Nesta? "Saya mencintai Gentha, tapi Gentha sudah terlalu melukai saya. Ingin saya lepaskan, tapi rasanya begitu berat."
Nesta mengangguk paham. "Saya paham. Saya pernah ada di posisi orang yang sangat dicinta membuat luka. Bedanya, saya orangnya jika membuat sakit untuk apa dipertahankan? Tapi saya dan kamu beda, Gab. Saya mungkin bisa semudah itu melepaskan mantan tunangan saya, tapi kamu bukan saya."
Aku mengerti apa yang dikatakan Nesta. Orang-orang pasti selalu berkata, bahwa aku bodoh tetap bertahan. Tetapi, mereka tidak tahu seperti apa posisiku saat ini. Mereka hanya tahu luarnya, bukan secara detailnya kehidupanku. Nesta pernah mengalami hal sama dalam penghianatan mungkin bisa mudah melepaskan, tapi aku bukan Nesta. Orang lain mungkin bisa begitu mudah berganti hati, tapi orang lain bukan aku.
"Dulu orang-orang berkata aku harus cepat melupakan." Nesta kemudian tertawa. "Mereka kira melupakan semudah itu? Tidak bisalah, tidak ada proses melupakan yang instan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Palpable [Selesai]
Romance#Love and Hapinness 2 Perempuan keras kepala yang bertahan dengan rasa sakit. Bukannya mengobati luka, justru membuat luka untuk dirinya. Kapan menyerah? Kapan mau mencari obat untuk lukanya? Dan sampai kapan mengabaikan seseorang yang menawarkan di...