6. Berangkat Bersama Bos

9.7K 982 112
                                    

Tandain typo ya ❤️

***

Beberapa detik bahkan menit sudah berlalu, tapi Syabila masih belum keluar dari mobil Rey. Ia tercengang sekaligus merasa aneh karena Rey bisa tahu rumahnya tanpa bertanya. Ia pun menatap laki-laki itu lekat untuk mengingat-ngingat pernahkah kiranya Rey berkunjung ke rumahnya. Tapi sayang ia benar-benar lupa.

"Bapak mending jujur deh, Pak. Bapak bisa tau rumah saya dari mana?"

"Kamu beneran gak ingat saya?"

"Jadi kita beneran pernah kenal ya, Pak? Di mana? Kok saya gak inget?" tanya balik Syabila beruntun berharap Rey mau menjelaskan karena ia sungguh-sungguh lupa. Mengapa ia lupa pada Rey jika mereka pernah saling mengenal 'kan? Apalagi Rey bisa dibilang cukup potensial dan sayang untuk jika dilupakan begitu saja.

"Nanti juga kamu bakal ingat. Ya udah, ini jadinya kamu mau turun apa ikut saya pulang?" tanya Rey karena tak ada tanda-tanda Syabila ingin turun padahal mereka sudah cukup lama sampai.

"Emang boleh ikut Bapak pulang?" sahut Syabila asal. Ia masih penasaran siapa Rey sebenarnya hingga tahu nama dan rumahnya.

"Boleh-boleh aja sih. Tapi siap-siap aja kita bakal dinikahin kalau ketahuan orang tua saya. Soalnya saya tinggal sendiri di apartemen. Jadi gimana?"

"Saya turun aja deh, Pak," jawab Syabila meski masih penasaran. Ia tak benar-benar ingin ikut Rey pulang. Apalagi ketika tahu laki-laki itu hanya tinggal sendiri. Mau ngapain nanti mereka kalau hanya berduaan di apartemen Rey? Main kuda-kudaan seperti yang dilakukan Denish sama Milka gitu?

Astaga! Syabila lagi-lagi menggelengkan kepalanya yang sepertinya sudah tidak waras. Dalam sehari ini ia sudah beberapa kali berpikir mesum tentang Rey. Semua itu tentu saja tak lain karena ia terngiang-ngiang yang katanya lebih besar dan panjang dari pada milik Denish.

"Ya udah."

Syabila langsung saja turun dari mobil Rey sebelum pemikirannya semakin tidak benar. Bisa saja kalau mereka terlalu lama berduaan ia malah semakin penasaran dengan yang panjang dan besar itu. Sepertinya ia suka berpikiran mesum gara-gara menjalin hubungan dengan Denish yang mesumnya gak ketulungan.

Apalagi Syabila mengakui kalau selama berpacaran mereka sering berciuman. Raba-meraba pun juga cukup sering. Bukan saja Denish yang meraba tubuhnya, tapi ia pun pernah meraba tubuh Denish, terlebih bagian itu. Bukan meraba lagi namanya karena ia juga sudah meremasnya.

"Makasih atas tumpangannya, Pak."

"Sama-sama. Saya pamit pulang dulu. Dan jangan terlalu dipikirin soal yang besar dan panjang tadi. Susah soalnya kalau nanti kamu malah penasaran," ujar Rey seraya menghidupkan mesin mobilnya lagi. Setelah selesai mengatakan hal itu, ia pun melesat pergi dari rumah Syabila.

Wajah Syabila memerah karena ucapan Rey itu. Apakah kelihatan kalau ia telah memikirkan hal itu? Gila. Mau ditaruh mana mukanya jika Rey tahu kalau ia membayangkan sesuatu yang...

"Cukup, Syabila! Udah cukup, gak usah dibayangin lagi," gumam Syabila pada dirinya sendiri ketika mobil Rey sudah semakin menjauh. Ia mencoba mengeyahkan semua pemikiran kotornya karena ucapan Rey tadi. Ia langkahkan kakinya memasuki rumah.

"Tumben pulangnya sore banget, Kak?" tanya Syakira begitu mereka berpapasan. Syabila pun meraih tangan sang Mama dan menyalaminya.

"Iya nih, Ma. Motor Kakak tadi mogok, makanya ditinggal di bengkel dulu."

"Terus kamu pulangnya tadi naik apa? Kenapa gak telepon Abra aja?"

"Kebetulan ada teman di tempat magang yang nganterin, Ma," sahut Syabila lagi dengan sedikit berbohong mengatakan Rey temannya. Padahal nyatanya adalah bos di tempat magangnya itu.

Unpredictable LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang