11. Pertemuan Tak Disengaja

9.4K 801 57
                                    

Tak terasa sudah beberapa hari berlalu semenjak Syabila dan Rey resmi berpacaran. Setiap pagi Rey selalu menjemput Syabila ke rumahnya untuk berangkat bersama. Begitu juga dengan sore harinya, ia akan kembali mengantar sang kekasih pulang.

Keduanya tak terlihat seperti orang asing yang baru saja berpacaran. Melainkan sudah seperti pasangan kekasih yang menjalin hubungan sejak bertahun-tahun lalu. Apalagi sikap Rey yang menyenangkan membuat Syabila tanpa sadar merasa nyaman. Ia bahkan sama sekali tak pernah memikirkan Denish lagi. Hanya saja sekarang ini pikirannya sering tertuju ke arah yang bukan-bukan setiap bersama Rey.

Entah apa yang membuatnya seperti ini Syabila sendiri tak mengerti. Ia pun sebisa mungkin menekan atau bahkan mengusir pikiran kotor yang hinggap di kepalanya ketika sedang bersama Rey.

Mereka berdua mencoba sama-sama menikmati hubungan yang niat awalnya hanya bercanda itu.

"Neng, kok ngelamun aja."

Syabila menoleh ke samping untuk menatap Rey yang kebetulan juga menoleh kepadanya. Tetapi kemudian laki-laki itu kembali fokus ke jalan karena saat ini mereka sedang dalam perjalanan pulang.

"Gak apa-apa kok, A."

Bahkan baru pertama kali ini pula Syabila memanggil seseorang dengan sebutan Aa. Saat bersama Denish, ia hanya memanggil nama pada laki-laki itu karena mereka seumuran. Ia memanggil Rey Aa waktu itu pun dengan niat bergurau. Namun siapa sangka kalau Rey malah memintanya tetap memanggil seperti itu. Bahkan Rey juga memanggil Neng padanya. Padahal mereka bukanlah keturunan sunda asli.

"Beneran? Apa jangan-jangan kamu lapar ya? Makanya diem aja dari tadi?" tanya Rey untuk memastikan karena biasanya ada saja hal-hal tak penting atau berbau mesum yang mereka perbincangkan.

"Sedikit sih, A."

"Ya udah, kita mampir makan dulu kalau gitu gimana?" usul Rey yang hanya diangguki oleh Syabila. Ia tersenyum seraya menggerakkan tangan kirinya untuk mengacak rambut Syabila.

"Aa apaan sih pakai berantakin rambut aku segala?" kesal Syabila seraya menunjukkan wajah cemberutnya.

Rey semakin tersenyum melihat itu. Ia menghentikan mobilnya ketika menyadari lampu merah di depan sana. Kesempatan itu ia pergunakan untuk menatap wajah ayu Syabila. Tangannya menyentuh dagu Syabila agar mata mereka bisa bertatapan. "Cuma laki-laki bodoh yang bisa mengkhianati gadis seperti kamu, Neng. Aa sangat yakin kalau suatu saat dia pasti menyesal karena sudah menyia-nyiakan kamu begitu aja."

"Harus itu, A. Dan saat itu tiba aku udah gak mau balikan sama dia lagi. Karena bagi aku kebohongan dan perselingkuhan itu paling fatal," sahut Syabila percaya diri.

"Iyalah. Karena jika saat itu tiba kamu sudah bahagia sama Aa, Neng," ujar Rey seraya menggerakkan alisnya turun naik.

"Emang Aa yakin kalau kita bakal lanjut ke arah yang lebih? Maksud aku kita pacarannya tiba-tiba. Aa gak cinta sama aku, begitu pula dengan aku. Bisa aja nanti Aa ketemu perempuan lain yang membuat Aa jatuh cinta."

"Namanya takdir gak ada yang tau 'kan, Neng? Siapa tau aja kamu dan Aa memang ditakdirkan berjodoh. Jadi kita jalani aja dulu. Lagian selama kita bisa ngerasa nyaman satu sama lain itu permulaan yang bagus kok."

Syabila menganggukan kepalanya pertanda mengerti. Ia membenarkan ucapan Rey itu karena ia pun seolah bisa merasa nyaman ketika bersama Rey. Tidak merasa canggung sama sekali walaupun mereka baru kenal.

"Makan di sana aja gimana?" tunjuk Rey pada papan sebuah nama restoran yang menyediakan berbagai macam makanan khas barat.

"Boleh, A."

Unpredictable LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang