Tasya sedikit terkejut dengan apa yang ada dihadapannya. Kotak yang menurutnya adalah paket dari seseorang, malah berisi teror.Sebuah papan persegi seukuran kotak sepatu tadi dengan tulisan
'HARI LAHIR=HARI KEMBALI'
Bukan hanya itu tulisan itu bukan sembarang coretan biasa, namun tulisan itu ditulis dengan darah, baunya saja masih bisa Tasya cium. Bau anyir, dan darah itu sudah kering.
Tasya meringis melihat ada paku kecil yang bertepatan disana. Tasya mengambil satu paku disana, paku itu tidak terlihat baru, melainkan sudah berkarat. Jumlahnya tidak lebih dari seratus, dan itu membuat Tasya sendiri bergeridik ngeri.
Tasya mengambil papan itu, dia mendekatkan hidungnya pada papan. Benar, itu bau anyir-darah. Bukan darah hewan, melainkan darah manusia. Tasya meletakkan papan itu kembali, menatap sekelilingnya terutama pintu.
Pintu itu terkunci, Tasya bernafas lega. "Siapa yang ada dibalik, teror ini?" tanya Tasya pada dirinya sendiri.
Tasya memperhatikan tulisan itu, apa maksud dari kata-kata itu. "Hari lahir? Hari lahir siapa?" gumam Tasya, matanya beralih pada kalender diatas nakas.
"Sebentar lagi gue ulang tahun, tapi kenapa sama hari lahir gue?" tanya Tasya pada dirinya sendiri. Tasya mencoba mengacak-acak pikirannya untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaannya.
"Kembali? Kembali kemana? Asal gue? Gue rasa ada yang nggak beres sama orang yang kirim teror ini, lo nggak bakal bisa bermain sama gue, sayang " ucap Tasya. Tasya berdiri, menutup kotak itu dan menyimpannya dibawah kasur.
Memerosotkan dirinya untuk duduk disamping kasur, kakinya rapat, ditekuk sebagai sandaran bagi dagunya. Tangan kanannya memegangi keningnya yang berkerut.
"Siapa yang mau bermain-main sama gue? Apa motifnya?" tanya Tasya. Tasya bangun dari tempatnya dan berdiri didekat jendela, pembatas kamarnya dengan balkon. Menyenderkan dirinya pada kaca, menatap langit-langit yang berwarna biru berawan cerah.
Matanya terfokus pada awan yang beradu-adu. Warnanya masih sama awan-awan itu terlihat berjalan tanpa menyapa awan lainnya.
"Gue harus pendam semuanya sendiri, teror ini bisa gue atasi sendiri," ucap Tasya yakin sambil mengangguk pasti.
"Ngapain disini?" Tasya menoleh mendapati kakaknya dan adiknya. Rio mendekati Tasya, berbeda dengan Rafi yang asik dengan game pada ponselnya sambil duduk dikasur Tasya.
"Ng-nggak!" Tasya mencoba melupakan masalah yang baru saja ada. Mereka tidak boleh tahu-menahu tentang teror yang dia dapatkan.
"Beneran?" tanya Rio belum yakin, adiknya ini sangat mahir dalam bersandiwara, layaknya seorang artis. Rafi meletakkan ponselnya pada nakas.
"Duduk, sini," ucap Rafi sambil memukul kasur disebelahnya, sebagai tanda Tasya harus duduk. Tasya hanya mengikuti kemauan adiknya.
"Kenapa?" tanya Tasya, apakah dirinya berbuat salah? Tapi kesalahan yang mana, terlalu sering dia berbuat salah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARENDYSTA (Hiatus)
Jugendliteratur☡HARAP VOTE DAN KOMEN, FOLLOW KARENA ADA BBRP PART DIPRIV☡ '''Perjuangkan Or Tinggalkan''' "JADI SELAMA INI LO HANYA MAININ GUE HA?" "Gue minta maaf, tapi gue beneran sayang lo!" "GAADA YANG PERLU DI MAAFKAN, KITA PUTUS DAN GUE TERNYATA SALAH NILAI...