20

272 75 63
                                    

𝐍𝐨 𝐕𝐨𝐭𝐞
𝐍𝐨 𝐑𝐞𝐚𝐝

''HAN, LO UDAH JANJI BUAT NRAKTIR GUE

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

''HAN, LO UDAH JANJI BUAT NRAKTIR GUE. LO GAK BOLEH PERGI!'' Lino menangis sekejar-kejarnya di depan jasad Han yang saat ini sudah tetutup oleh kain putih.

Sehabis dari kamar A-08, jasad Han di gotong olah para petugas PMR dengan menggunakan tandu untuk di bawa ke ruang UKS. Chan yang berhasil membujuk guru supaya dapat memberikan teman-temannya waktu berkumpul bersama Han untuk yang terakhir kalinya pun kini menyesal karena tak menyangka ia justru akan melihat Lino yang benar-benar nampak tak terima dengan kepergian Han yang sama persis seperti kematian salah satu sahabat mereka sebelumnya.

Chan mengusap wajahnya gusar. Ia baru menyadari kalau ternyata semua yang terjadi hari ini benar-benar persis seperti apa yang pernah terjadi dengan salah satu sahabatnya beberapa hari silam.

''Lo juga ada hutang lain loh sama gue. Jadi lo harus bangun ok?'' Lino kembali mengeluarkan suaranya. Ia berusaha untuk tersenyum meski air matanya terus melintas keluar dan membasahi pipinya. ''Hutang di bawa mati lo Han. Jadi lo harus bangun! Han.. Lo.. LO HARUS BANGUN BEGO! LO HARUS BANGUN!''

Chan, Changbin, dan juga Felix yang sebenarnya sama sedihnya sampai tidak sanggup untuk menangis lagi ketika melihat teman mereka yang bernama Lino itu tak kunjung menghentikan tangisnya yang kini justru semakin menjadi-jadi dan tak terkendali.

Hyunjin? Dia justru mematung di tempatnya. Pikirannya malah tertuju ke sebuah kenangan-kenangan masa lalunya saat dirinya dan juga Han masih duduk di Sekolah Menengah Pertama beberapa tahun lalu. Han yang selalu ceria, Han yang selalu membuat tebak-tebakan konyol, Han yang selalu berhasil membuat satu kelas tertawa, Han yang mulutnya tidak bisa diam saat sedang makan, dan masih banyak lagi.

Semua itu datang dalam benak Hyunjin membuat dadanya ngilu. Apalagi ketika mengingat kalau Han pergi juga karena keegoisannya. Andai saja saat itu Hyunjin tidak takut untuk pergi ke kamar A-08. Andai saja Hyunjin langsung datang ke kamar itu. Andai saja Hyunjin tidak memikirkan resiko-resiko bodoh yang ia pikirkan.

Pasti saat ini Han masih ada di sini. Pasti tawa Han masih bisa ia dengar sampai sekarang. Dan pasti dia masih bisa merasakan toyoran kepala dari pemuda bergigi kelinci itu.

Ya. Ini salah lo Hyunjin. Salah lo! Batin Hyunjin memaki-maki dirinya sendiri.

''Maaf anak-anak, keluarganya Han Jisung sudah datang. Kalian bisa keluar dulu?''

Mereka-kecuali Lino dan juga Hyunjin-mengangguk lesu. Lino yang sepertinya enggan untuk keluar dari ruangan ini memilih untuk tetap diam dalam posisinya membuat Chan mau tak mau bergerak menuju pemuda Lee itu untuk membujuknya supaya mau mengerti dengan keluarga Han yang pastinya juga perlu melihat kondisi putanya saat ini.

Hyunjin keluar dari ruangan UKS tersebut dengan kepala yang tertunduk mengakibatkan dirinya jadi harus menabrak seseorang yang entah siapa karena sampai saat ini, Hyunjin masih enggan untuk mendongakan kepalanya barang seinci pun. Pemuda Hwang itu hanya bisa menebak kalau ia pasti habis menabrak seorang guru perempuan karena matanya jelas melihat sepatu heels berwarna hitam yang di pakai oleh orang yang baru saja ia tabrak.

''Maaf, bu,'' ucap Hyunjin datar tanpa ingin menunjukan rasa bersalahnya sama sekali lalu melongos pergi begitu saja.

''Ada yang tau banyak hal, tapi dia sangat tertutup. Cari tau itu sebelum semuanya terlambat. Selamat berjuang, Hwang Hyunjin. Kamu orang terpilih.''

Hyunjin mematung sejenak, berusaha mencerna sebuah kalimat yang baru saja ia dengar. Sepertinya kalimat itu berasal dari mulut seseorang yang baru saja Hyunjin tabrak karena ucapannya yang masih terdengar sangat jelas membuat kepala Hyunjin langsung menoleh ke ambang pintu UKS. Tempat di mana seharusnya wanita itu berada.

Tapi anehnya. Wanita itu justru tidak berada di tempat sebelumnya Hyunjin sempat menabraknya. Bahkan ketika Hyunjin sempat mengintip ke dalam ruangan UKS, ia tetap tidak melihat seorang wanita yang sebelumnya ia tabrak karena yang ia lihat di dalam UKS hanyalah Chan, Lino, Changbin, Felix, dan juga Bu Airin yang sebelumnya mengabari kalau keluarganya Han Jisung sudah datang.

Sesekali Hyunjin melirik sepatu yang di kenakan Bu Airin. Sepatu heelsnya berwarna abu-abu terang. Bukan hitam seperti apa yang Hyunjin lihat saat menabrak wanita yang entah siapa tadi.

''Arghh! Bisa gila gue kalo kayak gini terus!'' Hyunjin mengacak-acak rambutnya gusar.

Suasana hatinya yang buruk itu tentu saja mengakibatkan dirinya tidak bisa berpikir dengan jernih sehingga ketika ia seperti di paksa untuk berpikir tentang suara wanita tadi dan apa yang di maksud oleh kalimat itu, dia jadi frustrasi sendiri. Rasanya sebentar lagi otaknya akan meledak.

''Ok sip, dikit lagi gue bakal tinggal di rumah sakit jiwa,'' oceh Hyunjin entah pada siapa sambil terus melangkahkan kakinya tanpa tau arah tujuan yang jelas. ''Kayaknya gue memang harus rapihin barang-barang buat pindah ke RSJ nanti.''

''Lagian tadi apa katanya? Orang terpilih? Kalo terpilih jadi pemenang undian ratusan juta mah gakpapa.''

''Lah ini jadi orang terpilih apa anjir?! Orang terpilih jadi pemenang kesialan terbesar di dunia? Gitu?''

Hyunjin masih terus mengeluh ria sampai tak menyadari kalau kini kakinya sudah menapak di sebuah tempat yang sempat membuatnya berpikir-pikir. Susana koridor yang awalnya sepi kini berubah ramai, banyak siswa maupun siswi yang berlalu lalang melewati Hyunjin sambil terus mengobrol satu sama lain seperti yang biasa terjadi saat jam-jam istirahat.

Tapi kan sekarang belum jam istirahat. Dan kenapa juga suasana koridor yang awalnya benar-benar sepi berubah jadi ramai seperti ini?

Belum sempat berpikir apa yang sudah terjadi, mata Hyunjin sudah di buat terbelalak ketika melihat sosok Na Jaemin baru saja melewatinya dengan langkah yang terburu-buru karena sedang di kejar oleh pemuda bersurai hitam yang jelas-jelas menunjukan rasa khawatir di raut wajahnya.

''Udah lo gak usah ke sana! Kalo lo kenapa-napa gimana?!'' Pemuda bersurai hitam itu terus mengejar Jaemin sambil sesekali menahan pundak pemuda Na itu.

Berdecak, Jaemin akhirnya menghentikan langkahnya. ''Jeno... Jeno... Lo kebanyakan main sama Haechan jadi lebay tau gak?''

''Gue bukan lebay, Na Jaemin! Gue cuma takut pembunuh itu sengaja mancing emosi lo kayak gini karena dia tau elo tuh emosian.''

Hyunjin terus memperhatikan kedua orang itu dengan mulut yang sedikit terbuka. Rasanya kepalanya akan meledak saat ini juga karena terus-terusan di paksa untuk memikirkan sesuatu yang bahkan sulit untuk masuk ke dalam akal sehat siapapun.















 Rasanya kepalanya akan meledak saat ini juga karena terus-terusan di paksa untuk memikirkan sesuatu yang bahkan sulit untuk masuk ke dalam akal sehat siapapun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
BACK DORM ✓ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang