Part 9

124K 15.5K 3.2K
                                    

Cerita ini baru saja di-revisi. FOLLOW sebelum membaca biar gak ada part error nantinya-!

Kalau masih error, caranya :
- Hapus cerita ini dari perpustakaan kamu terlebih dahulu.
- Cari akun authornya lalu follow.
- Setelah follow baru tambahkan kembali cerita My Best Enemy ke perpustakaan kalian-!

***


Kelas, 10:00 wib.

"Sampai di sini paham?" tanya Bu Tutik selaku guru Matematika di kelas XII IPS.

"Paham, Bu," jawab serentak siswa di kelas dengan semangat. Sebenarnya, mereka yang menjawab dengan semangat itu, sama sekali tidak paham. Tapi karena ingin cepat istirahat. Jadilah, seperti itu.

"Kalau begitu cukup sekian pertemuan kita ka--"

"Eungghh ... bu!" ucap ragu seorang siswi berkacamata.

"Iya Erika, ada apa?"

Semua pandangan sinis kini terpusat pada Erika. Erika yang sadar akan tatapan teman sekelasnya pun gugup.

"Eh? ... eunghh." Erika tidak tau harus menjawab apa, pasalnya disatu sisi ia ingin bertanya karena masih ada yang belum ia pahami namun, di sisi lain ia takut akan kena omelan teman sekelasnya yang ingin beristirahat.

"Kenapa Erika? Apa masih ada yang kurang jelas?" ulang Bu Tutik.

"Hohoho." Zeva bersuara dari barisan ke dua. "Erika pasti paham lah, Bu, dia kan murid terpintar setelah Zeva di kelas."

"Zeva aja paham sama materi hari ini, iya kan, Rik? " Ia mengode Erika dengan kedipan mata.

Di baris ke tiga, ada Xavier yang menahan tawanya, "Pft. pintar apanya, ranking lo aja di bawah gue."

"Eeh! Gue masih mending, ya, ranking 46 dari 47 siswa di kelas, noh si Alan ranking 1 dari belakang." Zeva melirik Alan sekilas.

"Sesama orang bodoh ga boleh saling menghina," ucap Alan santai.

"Emang, ya, kalau tong kosong itu nyaring bunyinya. Buktinya yang banyak omong di kelas itu cuma orang-orang yang isi otaknya kosong alias gaada yang benar, makanya ucapan yang keluar dari mulutnya unfaedah semua," sindir seorang siswi yang sedang mengoleskan lip blam dibibir nya sambil berkaca.

"Eh, Medusa. Lo kalo ngomong jangan sambil ngaca dong, kesannya kek ngatain diri sendiri," balas Zeva tak kalah pedas.

"Apa lo bilang?!"

Zeva menggulung lengan seragam nya ke atas. "Apa? Mau adu otot? Atau mau maen tarik-tarikan rambut kek ciwi-ciwi alay? Hayuk gue jabanin."

"Wahh Zeva vs Melisa."
"Gw mah dukung Zeva! Semangat Zeva!"
"Zeva! Zeva!"
"Melisa hati-hati ntar bulu matanya copot!"

"Anak-anak tenang!" tegur Bu Tutik.

"Puan-puan dan tuan-tuan harapa tenang, agar kita bisa menikmati tontonan ini."

"Semuanya kembali ke tempat masing-masing!" Bu Tutik masih berusaha menenangkan para siswa namun, hanya sedikit yang mendengar. Yang lain malah mendukung agar pertengkaran segera dimulai.

"Zeva! Zeva!"
"Ayo Zeva semangat."

"Diam!!" teriak Bu Tutik penuh emosi.

Suasana kelas yang tadinya ricuh seketika hening. Mereka menutup mulut menjadi segaris.

"Pantesan aja Minggu kemarin Bu Susi masuk rumah sakit gara-gara hipertensi, gimana ga tinggi darah kalau kelakuan kalian aja udah kayak di ring tinju," ketus Bu Tutik. Mengalihkan pandangannya ke arah Zeva.

MY BEST ENEMY ( End )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang