30. Si Tuan Pemaksa

375 40 11
                                    

Camelia baru selesai membuat semua pesanan pembeli saat jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Rasanya, Camelia tidak punya tenaga lagi jika ingin menyetir mobil sendiri. Untuk itu, ia pun memutuskan untuk bermalam saja.

Walaupun sebelumnya, ia cepat-cepat menyelesaikan pesanan agar bisa bermalam dirumah, tapi semua tidak sesuai harapannya. Apalagi Riana yang tiba-tiba tidak bisa menemaninya karena ada acara keluarga.

Untung saja ia menyediakan satu ruangan kosong untuk dipakainya istirahat kalau pesanan lagi sedikit. Ia pun mulai membersihkan diri. Setelah berpakaian lengkap, Camelia kembali masuk kedalam kamar mandi untuk mengambil air wudhu.

Pantulan cahaya yang menyinari wajah Camelia yang basah akan air wudhu, membuat wajah baby face  Camelia semakin bercahaya. Apalagi dengan kulit wajahnya yang putih bersih bebas dari gunung-gunung kecil berwarna merah (jerawat).

Camelia pun memakai mukenanya. Setelah itu, ia menghamparkan sejadah dan memulai melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslimah. Ia sholat begitu khusyu sampai mengucapkan salam.

Tangannya kini menengadah meminta doa pada Sang Maha Kuasa. Tangisnya pecah saat ia meminta ampunan pada-Nya. Ia tau, bahwa hari-harinya tidak luput dari dosa. Baik disengaja maupun tidak disengaja. Untuk itulah ia meminta ampunan kepada-Nya.

Tidak lupa pula ia memanjatkan doa untuk kedua orang tua. Sebuah doa yang telah dihafalnya sejak ia kecil.

Hingga terakhir, ia meminta doa untuk dirinya sendiri. Ia berdoa begitu sungguh-sungguh seperti doa-doa sebelumnya. Selesai berdoa, ia pun merapatkan kedua tangan, menggosok-gosoknya dan menempelkannya diwajah sambil memutar kedua tangannya berlainan arah.

"Alhamdulillah," ujarnya.

Saat ia ingin melepas mukena yang habis dipakainya, Ia teringat pada perkataan sang Mama, "Nak, kalau mau melepas pakaian atau jilbab yang membuat auratmu terlihat, jangan lupa membaca doa saat membuka pakaian."

"Baca doa itu untuk apa, Ma?" ujar Camelia yang saat itu baru menginjak usia 6 tahun.

"Agar mahluk halus ciptaan Allah yang lainnya ngga bisa lihat aurat kamu. Paham?" ujar Mama Lia.

"Camelia paham, Ma."

Camelia tersenyum, kala mengingat pesan Mama. Ia pun mengucapkan, "bismillaahi laa ilaaha illa huwa" dan membuka mukenanya.

Kini rambutnya yang hitam legam telah terlihat. Ia berlalu menggantung mukenanya dan beralih kembali untuk melipat sejadah yang habis dipakainya.

Tidak lama kemudian, Ponsel yang ditaruhnya diatas meja kecil samping tempat tidur, berdering. Menampilkan sebuah nama yang selalu membuat jantung Camelia berdetak tidak karuan.

"Abra?"

Camelia lantas mengangkat panggilan Abra. Ia terkejut saat Abra mengatakan kalau dirinya telah berada didepan pintu tokonya.

Camelia lantas buru-buru memakai jilbab pasangnya dan bergegas keluar untuk menemui Abra.

Saat Camelia sudah dekat dengan pintu, ia heran dengan ketukan pintu yang begitu banyak seperti bukan cuma Abra saja yang berada diluar.

Perlahan Camelia memutar kunci dan membuka knop pintu. Camelia terkejut saat tiba-tiba Dilla dan Kanaya memperlihatkan diri dan memanggilnya secara bersamaan, "Camelia, kami datang."

Camelia mengelus dadanya. Sedangkan Abra tersenyum melihatnya.

"Apa yang kalian lakukan disini? Ini udah malam tau," ujar Camelia.

Camelia RahmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang