Abra baru pulang dari kantor pada malam hari. Sangking kelelahannya, ia langsung saja masuk kedalam kamar. Tanpa memperdulikan panggilan Bella yang mengajaknya makan brownies bersama mama dan papa didepan tv.
Sesampainya dikamar, ia langsung merebahkan dirinya ditempat tidur tanpa mengganti baju kantornya lebih dahulu. Bahkan sepatunya juga belum ia lepaskan. Baru saja matanya hendak terpejam, suara ketukan dipintu membuatnya harus bangun. Ia pun lebih dahulu membuka sepatunya sebelum beranjak membuka pintu.
"Mama! Ada apa, ma?" tanya Abra sambil mengucek-ngucek matanya.
"Loh loh, kok belum ganti baju, sih!" ujar Mama Rania saat mendapati Abra dengan penampilan yang acak-acakan.
"Nanti Abra ganti, ma. Abra janji setelah tidur sejenak, Abra pasti ganti baju."
"Udah ganti sana. Udah itu, kumpul bareng mama dan papa didepan tv. Udah besar tapi masih kayak anak kecil."
"Abra udah ngantuk, Ma. Nanti aja ya," ujarnya pelan disertai uapan yang keluar dari mulutnya. Abra lantas menutupnya dengan tangannya.
"Mama punya brownies loh, ngga mau?" bujuk Mama Rania.
"Besok aja ma. Abra udah ngantuk banget. Tadi kerjaan dikantor banyak banget juga, jadi Abra ngga sempet istirahat walau sebentar," ujar Abra agar Mama Rania mengerti.
"Iya, iya. Udah sana. Istirahat, tapi jangan lupa bersihkan diri dulu baru tidur. Jangan tunggu hati-hati, ntar ketiduran sampai pagi," ujar Mama Rania seraya mengusap kepala sang anak.
"Iya, Ma."
Abra pun kembali menutup pintu kamarnya. Saat ia ingin kembali tiduran lagi, ia teringat pesan mama agar membersihkan diri terlebih dahulu. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, Abra pun masuk kedalam kamar mandi dan membersihkan diri.
Sedangkan Mama Rania kembali ke depan tv menikmati brownies bersama suami dan anak bungsunya.
"Ma, Kakak mana?" tanya Bella setelah Mama Rania duduk.
"Kakakmu capek banget. Katanya mau istirahat cepat," ujar Mama Rania.
"Coba aja kakak punya istri. Pasti ada yang urusin tuh," harap Bella.
"Iya, Pa! Gimana kalau anak kita segera menikah? Lagipula umurnya udah mateng untuk membina rumah tangga," ujar Mama Rania seketika menoleh pada Sang suami yang masih menikmati brownies.
Papa Fauzi langsung tersedak mendengar perkataan Mama Rania.
"Pelan-pelan dong pa, makannya," ujar Mama Rania seraya menyodorkan air putih pada Papa Fauzi.
"Terima kasih, Ma."
"Pa, gimana pendapat papa tentang rencana pernikahan anak kita?" tanya Mama Rania antusias, sedangkan Bella melihat Papa dan Mamanya secara bergantian. Ia penasaran akan seperti apa rencana masa depan kakaknya.
Karena lama tidak ada perkataan yang keluar dari bibir dari kedua orang tuanya, Bella tiba-tiba berceletuk, "Apa tidak sebaiknya kak Abra dijodohkan saja? Lagi pula setauku, kak Abra ngga punya pacar. Pernah nih, Ma, Pa. Kakak bilang sama Bella. Katanya pacaran ngga ada dalam kamusnya sebelum nikah," ujar Bella cengegesan.
Memikirkan kakaknya akan dijodohkan dengan wanita yang tadi pagi ditemuinya dengan mama, membuat Bella tersenyum. Ia berharap lebih pada perempuan berjilbab itu.
"Iya, Pa. Apa tidak sebaiknya kita pilihkan saja Abra calonnya," ujar Mama Rania tambah antusias tatkala mengingat betapa bahagianya Abra jika wanita yang ingin jodohkan dengannya adalah wanita yang sangat dikenalnya.
"Iya papa setuju. Mama atur saja," ujar Papa Fauzi.
Mama seketika memeluk dan mencium pipi Papa Fauzi yang disertai lengkingan teriakan Bella.
KAMU SEDANG MEMBACA
Camelia Rahma
SpiritualCamelia Rahma dan Abraham Fauzi, dua orang yang berbeda watak itu telah dipertemukan oleh takdir secara unik digerbang sekolah. Mereka dipertemukan saat masa orientasi siswa baru dimasa putih abu-abu. Karena keterlambatan, membuat awal pertemuan me...