🥀Duapuluh Delapan

1K 47 11
                                    


Selamat Membaca...

.
.
.

"Senang bertemu denganmu." Ucap Dinda pada Mike si mantan tunangan—bibirnya tersenyum kearahnya dan itu membuat Mike terasa teriris melihat senyumannya. Kenyataan ini begitu sulit ia terima tapi mungkin ini sudah takdirnya seperti ini, dan yang lebih menyakitkan lagi ia harus menerima jika memang Dinda bukan ditakdirkan untuknya.

"Aku lebih senang bertemu denganmu." Mike berdiri dari duduknya dan mengikis jarak. Ia memeluk tubuh Dinda seerat mungkin yang ia bisa—ya setidaknya untuk yang terakhir ia memeluk perempuan yang dicintainya.

"Maaf. Aku begitu lancang." Tukas Mike melepaskan pelukannya—rasanya belum cukup untuk memeluk tubuh itu.

Sekarang ia harus belajar untuk mengikhlaskan sesuatu hal yang mungkin bukan ditakdirkan untuknya.

"Ah, tidak papa." Ucap Dinda dengan tubuh yang masih membeku akibat pelukan Mike yang tiba-tiba.

"Apa ini sudah menjadi keputusanmu Din. Memilih Rizky bukan aku?" Tanya Mike.

Entah kenapa Dinda merasa tak nyaman di tatap oleh Mike seperti itu.

"Iya Mike Maaf ini sudah menjadi keputusan ku. Awalnya aku ingin menerima lembaran baru bersama seseorang yang baru tapi Mike—berusaha aku untuk mencoba untuk menerima sesulit itu menghilangkan seseorang yang kau cintai. Mike, kita hanya bisa berencana tapi ingat sang maha pencipta yang berhak menentukan apa yang akan di dapat oleh umatnya." Jelas Dinda.

"Ya kamu benar. Manusia hanya bisa berencana."

"Sekali lagi aku minta maaf Mike. Aku tidak mempermainkan mu namun takdir yang begitu mempermainkan ku, ketika aku mencoba untuk menerima—ketika itu juga semesta bertindak." Dinda menatap Mike yang terlihat tidak semangat.

Ia mengelus tangan Mike. "Mike kamu harus ingat perempuan bukan hanya aku saja. Ada banyak perempuan di luar sana, kamu hanya perlu menerima. Aku berharap kamu bisa menemukan perempuan yang mencintai kamu." Ucap Dinda—ia mengambil sesuatu dari dalam tas mungil miliknya.

"Ini." Dinda menyerahkan undangan pernikahan pada Mike.

Tangan Mike bergetar ketika tangannya menerima undangan itu—disana tertera nama Dinda Kirana dan Rizky Nazar.

"Kamu akan menikah." Tanya Mike.

"Iya Mike."

"Tidak ada kesempatan untukku?"

"Sekali lagi aku minta maaf sama kamu, aku nggak bisa." Lirih Dinda—ia merasa kasihan pada Mike tapi apa daya ia harus mengatakannya.

"Tidak apa-apa. Aku mengerti." Ujar Mike.

"Selamat Dinda untuk pernikahan kalian." Ucap Mike.

"Terimakasih banyak Mike untuk semuanya. Aku harap kamu datang bersama pasangan ke acaranya nanti."

"Ya rasanya aku harus cepat-cepat mencari pasangan setelah ini." Ucapan Mike mengundang tawa lepas dari Dinda.

Tawa itu terasa menyebar hingga ia tertawa bersama perempuan yang masih menempatkan posisi di hatinya.

Proses terberat dari mencintai ya melepaskan.

***

"Udah bicaranya?" Tanya Rizky—yang kini sudah duduk di samping Dinda. Tangannya menarik bahu perempuannya untuk bersandar di bahu kokoh miliknya.

"Udah. Dan bersyukur Mike menerima semua keputusan aku." Jawab Dinda, ia memeluk tubuh Rizky dari samping.

"Aku berharap dia bisa menemukan seseorang yang bisa menerima segala kekurangan dan kelebihannya. Sama seperti kamu." Ujar Dinda disertai kekehan kecil.

"Aku nggak percaya kamu udah menyiapkan undangan pernikahan. Kenapa nggak bilang dulu, kenapa mendadak?" Tanya Dinda di buat penasaran—ia baru tau hal ini tadi pagi.

"Aku rasa sebuah kebahagiaan tidak perlu ditunda terlalu lama. Kamu tau kan aku juga ingin punya anak lagi—waktu kamu melahirkan Kenta kamu sendirian. Tapi untuk kehamilan kamu yang kedua nanti—aku selalu ada buat kamu, jadi suami siaga juga. Bisa melihat perkembangan anaknya dari hari ke hari. Aku menyesal dulu tidak bisa melihat perkembangan putraku. Maaf ya aku terlalu egois dulu." Ucap Rizky menyesal—karena dulu ia tidak ada saat Dinda membutuhkannya.

Dinda mengelus punggung tangan pria yang selama ini ia cintai. "Udah nggak perlu bahas yang dulu yang terpenting sekarang kamu udah ada buat aku sama Kenta aja udah cukup buat aku." Ucap Dinda makin mengeratkan pelukannya. Walaupun perlakuan Rizky begitu buruk padanya tapi tetap sama hatinya masih tertuju padanya.

"Kamu tau Kenta kan udah besar. Dan aku rasa dia udah saatnya punya adik. Kamu mau kan?" Ucap Rizky dengan mata yang mengerling nakal.

Pipi Dinda terasa memerah mendengarnya—ia malu ketika dia meminta secara terang-terangan.

"Apaan sih. Mulai deh." Dinda berusaha mengenyahkan pikiran liar yang terlintas dalam pikirannya.

Ia menggelengkan kepalanya berusaha mengusir pikiran tentang hal itu.

"Mau yaa." Bujuk Rizky.

"Nikah dulu. Baru bikin anak." Sewot Dinda membuat Rizky tertawa lepas.

***

TBC!

Selasa 22 Desember 2020

---

Note][ Aku Up lagi yaa.

KEMBALI [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang