🥀Duapuluh Dua

1K 101 11
                                    


Ada yang kangen sama cerita ini?Huhuhu, Maaf semuanyaaa baru bisa up-kan kemarin udah selesaikan cerita yang lain-makanya cerita ini baru keurus. Jadi selamat membacaaaaaa semuanyaaaaa....

***

Dinda memperhatikan sipapa dan putranya—disana mereka tengah menonton sebuah acara komedi. Keduanya tertawa—entah Ken mengerti atau tidak, bocah manis itu akan melihat si Papa. Jika si Papa tertawa ia akan mengikuti tertawa—tapi jika si Papa cemberut ia akan mengikuti apa yang dilakukan Papa-nya—sungguh pemandangan itu begitu menggemaskan.

Ck, dia begitu mirip dengan Papanya.

Apalagi putranya—dia semakin lengket dengan si Papa bahkan jika si Papa akan pergi ia akan menangis—tidak mau ditinggalkan, oh.. dia sekarang berubah jadi anak yang cengeng dan juga manja.

Tapi untungnya bocah manis itu tidak mempertanyakan pertanyaan yang membuat ia sulit menjawab. Karena kemarin—Ken terus bertanya 'kenapa Mama bilang Papa cudah meninggal Ma. Papa kan macih hidup?' Dan ia tak bisa menjawabnya untungnya Rizky menghampiri Ken dan memberi penjelasan hingga Ken tak bertanya-tanya lagi.

***

Dinda yang sedang memasak—terkejut ketika ada tangan seseorang yang memeluknya dari belakang dan tangan lain yang memeluk kakinya. Ia berbalik—disana Rizky dan Ken tengah memeluknya bahkan pria itu menjulurkan lidahnya. Meledek, kearah Ken. “Pendek.” ucapnya dengan terkekeh pelan sedangkan bocah itu menekuk wajahnya cemberut sambil bersedekap marah.

Oh, sungguh kekanakan.

“Papa culang.” Dinda terkekeh gemas melihat putranya yang cemberut. Ia buru-buru melepaskan tangan Rizky dan mengangkat tubuh Ken. Bocah manis itu tertawa dan menjulurkan lidahnya kearah si  Papa—membalas meledek.

“Pa. Liat sekalang Ken tinggi loh.” Rizky mencolek hidung mungil putranya. “Tetap saja kamu pendek.” ujar Rizky dengan nada becanda.

“Ma. Papa bilang aku pendek.” adu Ken membuat Dinda mencium pipi Ken—gemas. Tingkah putranya benar-benar menggemaskan.

“Ya tapi benar kan Ma. Kalo Ken itu pendek.” Ucap Rizky dengan cepat—bocah manis itu memeluk tubuh si Mama menangis akibat candaan si Papa.

“Kamu apaan sih pake jahilin Ken. Lihat dia jadi nangis. Kebiasaan kalau pagi-pagi suka bikin Ken nangis.” celoteh Dinda—pria itu tersenyum dan mencium pipi Dinda dengan cepat.

“Abisnya Ken itu lucu, makanya aku suka ngejahilin dia. Apalagi kalo udah nangis gini.” Rizky mengangkat tubuh putranya dan mengelus punggung mungilnya. “Udah, jangan nangis. Masa anak laki-laki cengeng.” ucap Rizky.

“Iya cuga. Maca anak laki-laki cengeng.” Ucap Ken mengusap matanya yang berair—Dinda tersenyum dan mencium pipi putranya. “Nah, gitu dong anak Mama jangan nangis.” Ucap Dinda.

“Anak Papa juga dong.” Ucap Rizky dengan cepat. Rizky memeluk tubuh Dinda dan putranya dengan erat. Hm, besok ia akan menyerahkan berkas-berkas penting untuk mendaftar pernikahannya dengan Dinda. Ia sudah tak sabar untuk menikahi wanitanya Dan ia juga sudah tak sabar untuk memberikan adik untuk Ken.

***

Pukul 08 : 00—Malam.

.

.

.

Dinda dan Rizky tengah bersantai diruang tengah sambil menonton televisi. Tangan Rizky bahkan terus menggenggam tangan Dinda—ia menyadarkan kepalanya wanitanya pada bahu miliknya. Tangannya mengelus punggung Dinda. “Maaf—jika perlakuanku dulu menyakiti kamu.” Dinda mendongakan kepalanya dan memperbaiki posisi duduknya agar berhadapan dengan Rizky.

KEMBALI [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang