BAB 47. Hari Berwarna

110 9 2
                                    

    Setelah kejadian kemarin hidup ku semakin bahagia, Hasan yang sudah tau yang sebenarnya, Naswa kembaranku hidup bersamaku,dan Kasim yang semakin besar.

"Kasim..." panggil ku

"Apa ma?" jawab Hasan.

"Kasim mana?" tanyaku

"Ini sama aku!" jawab Hasan.

"Kasim ikut dengan paman aja yuk!" ajak Nayan.

"Eh, anak ku mau dibawa kemana?" panggil Hasan.

"Jalan jalan kerumah mami!" kata Nayan, Nadia dan Naswa berjalan menuju mobil.

   Sekarang ditaman ini tinggal ada aku dan Hasan. Aku masih merasa cangguh saat didekat Hasan. Salah tingkah sudah biasa saat aku bersamanya. Aku selalu berharap supaya hari semakin malam agar aku cepat tidur saja.

"Lama banget malem dah!" batinku.

Hasan mendekatiku semakin mendekat, semakin dekat sampai hanya ada sedikit jarak saja sekitar 2 cm. Jauh saja aku sudah salah tingkah apalagi dekat, aku seperti ingin pingsan saja.

"Eh,..anu aku mau masak dulu!" kataku supaya menghindar darinya.

"Enak aja. Sini...! Lagi pula kamu kan sudah masak!" katanya menghentikan langkahku.

"I...iya!" jawabku. Aku hanya tertunduk dan hanya melihat kaki kami satu sama lain, bukannya wajah Hasan.

"Makasih!" satu kata keluar dari mulutnya.

"Untuk?" jawabku yang masih menunduk.

"Karena kau datang kembali dan membebaskanku dari janji yang aku buat sendiri. Aku senang karena bisa berada didekatmu! Apakah kau juga senang dengan berada didekat ku?" kata Hasan yang terus menatap wajahku.

"Iya aku senang!" jawabku.

"Kenapa kau tak mau menatap wajahku?" tanyanya.

"Tidak apa apa. Lalu kenapa pula kau terus menatapku?" tanyaku.

"Kenapa? Apakah aku tidak boleh menatap wajah istriku sendiri?"

"Tidak! Tentu boleh"

"Wajahmu memancarkan cahaya yang begitu terang.
Kulit putih, bersih, dan lembut yang lebih baik dari pada sagu.
Bibir merah tipis menambah kecantikanmu.
Mana bisa aku berpaling.
Hanya melihat saja hatiku sudah terjatuh.
Apabila memiliki, apakah aku akan sanggup?"
Sanggup untuk menerima jantungku yang berhenti berdetak demi kamu"

"Apakah itu puisi?" tanyaku.

"Ya" katanya.

"Sangat buruk! Hahaha"

"Kalau begitu beri aku puisi yang baik!" pinta Hasan.

"Ha.. Tidak tidak! " kataku.

"Sini aku tunjukan caranya" katanya menaikan daguku supaya menatap mata indahnya.

"Lihat, apakah kamu dapat melihat cinta itu. Lalu buatlah kata kata dari cinta ini" sambung Hasan.

"Ya, aku melihat nya!
Cinta itu ada dimatamu, mata yang melihat segala kejadian dunia.
Ya, aku terpesona!
Cinta ini yang membuatku terpesona, melihatmu yang terus menatapku dengan cinta.
Seribu kata tak akan cukup untuk menjelaskan isi hatiku.
Hati ini terus berdetak, hati ini tersenyum, hati ini bahagia saat didekatmu.
Entah bagaimana jadinya jika aku akan hidup tanpa mu!
Terasa sulit, sangat sulit!
Bahkan dunia tak akan sanggup menghibur matahari yang larut kesedihan denganku.
Tak ada ilmuan yang dapat menjelaskan bulan yang hitam karena aku tak melihatmu saat satu malam saja.
Tetap lah disini!
Saat langkahmu pergi, aku akan pergi mengukuti!
Saat kamu kembali, aku akan memeluk erat tanganmu.
Tak ada satu orangpun yang ikut memelukmu, hanya aku!"

"Benar nih, kamu mau peluk aku?"

"Tentu"

"Ayo! Peluk aku, kalau kamu sanggup!" katanya yang sambil membuka tangannya dengan lebar.

Aku maju dengan malu namun pasti, semakin dekat sehingga tak ada jarak lagi. Aku mulai memeluknya, aku akui badannya lebih nyaman dari pada guling.

"Apakah kau sanggup jauh denganku?"

"Tak dapat! Aku sudah tak sanggup" kataku yang terus memeluknya.

Dia pun terus memelukku dengan erat, sesekali mencium kepalaku, menarik napas panjang.

"Apakah kamu sesak karena aku memelukmu dengan erat?" tanyaku khawatir.

"Tidak. Aku hanya merasakan kenyamanan, sehingga aku tak sanggup untuk menahan jantungku yang terus berdetak kencang" jawabnya.

Aku berhenti memeluknya dan berjalan mundur.

"Kenapa kau mundur?" tanya Hasan.

"Tidak. Hanya saja supaya jatung kamu tak berdetak lebih kencang"

"Hei... aku tak akan mati hanya karena detak jantungku kencang karena cinta" katanya yang berlari mengejarku yang masuk kedalam.

Aku berhenti didekat tangga, Hasan yang berari mengejar ku tak kalah cepat dengan lariku bahkan saat aku sudah sampai, ia sudah ada dibelakangku.

"Kenapa kau lari?"

"Aku takut!"

"Takut? Apakah mukaku terlalu seram?"

"Aku takut tak bisa jauh darimu se detik saja karena sudah begitu dekat denganmu!"

"Tak masalah jika kau akan rindu! Karena kerinduan hal wajar dalam cinta"

    Dia mengabil tangan ku yang semulanya berada disamping badanku, ia meletakan nya di dadanya dimana jantung manusia berada.

"Dengar, aku dapat menenangkan hatiku yang terlalu gila saat didekatku"

Aku diam tak dapat mengatakan sebuah kata pun, karena mugkin terlalu malu dan cangguh. Sementara Hasan menyuruku duduk di depan tv yang berada diruangan berikutnya.

"Ayo duduk!"

"Mau ngapain? Nonton?"

"Iya, sayang" katanya yang duduk didekatku, dan mengambil remot dan mencari film yang ingin kami tonton.

"Nggak ada film yang menarik!" katanya.

"Iya"

"Yuk ke bioskop!" katanya.

"Boleh! Aku siap siap dulu ya" katanya.

"Kamu sudah sangat cantik bagiku! Ayo langsung aja! Lagi pula siapa yang akan menatapmu selain aku!"

Skip~ Mall

Saat sampai di mall aku berjalan mengikutinya dari belakang yang sudah jauh berjalan.

"Eh.. Sini!" kata Hasan yang langsung memegang tanganku dan berjalan tanpa mau melepaskannya.

"Katanya ke bioskop kok, malah ke mall?"

"Kan di mall ada bioskop!"

Ia terus menggengam tanganku dan menturuhku mengikuti langkah nya demi langkah, sampai akhirnya berada didepan bioskop. Ia membeli tiket yang ingin kami tonton dan juga membeli popcorn dan minuman.

"Ayo masuk! Film nya udah mau mulai. Dan tolong pegang popcorn ini"

"Film apa?"

"Udah masuk aja dulu"

Kami pun duduk dikursi yang sesuai dengan tiket. Duduk sambil menunggu film yang akan dimulai.

"Ini film apa?"

"Disney princess"

"Lah kok princess?"

"Nggak apa apa, kan aku tau kalau kamu suka princess"

    Dan film dimulai aku dan Hasan sangat menikmati filmnya, kurasa kami adalah orang yang paling tua di ruangan ini. Aku merasa sangat bahagia karena dapat didekatnya. Hidupku terasa berwarna dan dapat mengingat kembali tahun tahun yang tak bisa aku jalani saat aku koma. Dia adalah orang yang mampu membuatku bahagia, dia adalah orang yang dapat hariku cerah.

•••••

HASAN [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang