BAB 26. Jawaban untuk semua pertanyaan

108 15 15
                                    

      Setelah solat Tahajud aku tidak tidur kembali sampai subuh tiba, setelah solat subih aku baru tertidur. Tidur dikasur dengan keadaan masih dibalut kain sarung dan baju koko panjangku, tidur dengan posisi terlentang.

    Sinar pagi telah datang menyelinap masuk melalui jendela kamar ini, melintasi wajahku. Suara burung berkicauan dan kendaraan mulai berlalu lalang. Akupun terbangun dari tidurku, dan langsung kekamar mandi untuk mandi, lalu bersiap-siap untuk turun ke lantai bawah. Setelah mandi aku yang masih memakai baju mandi berwarna putih untuk  menutupi tubuhku. Mengambil bajuku dikoper yang berada di samping tempat tidur, dan memakainya dengan cepet.

       Sementara saat ini bibi mempersiapkan sarapan dan paman bermain boneka dengan Lani di sofa depan tv. Bibi sedang memasak spaghetti untuk sarapan kali ini. Terdengar dentingan piring menandakan bibi sedang menyiapkan piring makan dibawah yang membawaku untuk segera turun.

       "Hasan yuk duduk disini, sarapan!" kata bibiku dengan menatapku yang sedang membersihkan tanganku yang basah , namun tak lama ia kembali lagi masuk kedapur untuk mencuci tangan, yang meninggalkan aku dan Lani saja di meja makan berukuran sedang ini.

       "Hasan apakah Paman boleh bertanya?" tanya pamanku yang segera duduk dikursi makan, Setelah ia mencuci tangan. Tatapannya saat ini sangat lah tajam, dengan brewo yang tak tebal, menambahkan kesan ketampanan pamanku.

     "Iya Paman, silakan!" kataku sambil mengarah kebibiku yang sedang akan duduk dikursinya, mencoba bertanya ada apa melalui tatapanku kearahnya. Bibi hanya bisa memberikan sendok dan garfu untuk memberhentikan sejenak pembicaraan ini, lalu ia menyuapi makan Lani terlebih dahulu sebelum ia makan.

     "Kamu tak usah takut, Paman tidak akan marah" kata pamanku saat aku mencoba mengelak, menandakan aku sangat takut saat akan di introgasi, apa lagi di introgasi oleh keluarga ku sendiri. Paman mulai memegang sendok dan garfunya serta mengambil suapan spaghetti pertama nya sebelum kembali bertanya. Aku pun mengikutinya untuk makan, supaya aku tak terlalu tegang.

       "Apakah teriakan ku semalam sampai terdengar oleh Paman dan Bibi!" kataku didalam hati yang mencoba menebak topik apa yang akan paman bicarakan, sambil mengunyah makananku.

     "Apakah kamu semalam menangis?" tanya paman yang langsung membuatku diam tak berdaya. Dan bertanya tanya didalam hatiku apa yang paman tau semalam.

    "Kenapa Paman bisa tau? Apakah karena teriakanku? Ataukah kemarin paman masuk kekamarku? Atau melihat air mataku saat aku tidur?" pertanyaan itu hanya berputar putar dikepalaku, tak dapat menebak apa yang sebenarny paman tau. Setelah pertanyaan itu dilontarkan kepadaku, kini suasana dimeja menjadi hening kecuali suara Lani yang terus bicara Kayaknya anak kecil, sementara aku terus tertunduk mencari jawaban yang tepat.

     "Kenapa diam apakah bukan? Lalu apa sebabnya mata kamu bengkak dan merah bak seseorang yang sudah menangis sepanjang malam?" tanya pamanku, saat ini aku menjawab jujur atas telitinya paman mengoreksiku satu persatu. Jika aku terus menolak ia akan memberikan fakta yang lainnya yang akan jauh menyudutkan ku, itulah kelebihan pamanku.

     "Iya Paman, aku semalam habis bermimpi buruk !" kataku jujur namun tidak memberitahu mimpi apa yang sampai sampai membuatku menangis semalam. Aku hanya bisa berharap supaya paman tidak bertanya semakin dalam.

    "Apakah bermimpi tentang kekasihmu, Najwa itu?" pertanyaan kembali terlontar dari mulut pamanku itu yang sudah berhenti makan, untuk melontarkan pertanyaan pertanyaan nya satu persatu.
  
    "Ya, Paman!" jawabku yang biasa biasa saja dan melanjutkan untuk makan spaghetti ini, padahal hatiku mulai merasa sakit kembali saat paman mengungkit hal semalam.

      "Hasan lupakan ia, ia sudah tidak ada didunia ini!  Kau pantas untuk melanjutkan hidupmu! Cintailah orang lain dan membangun keluarga kecilmu bersama orang lain" kata pamanku dengan lebih lembut, mulai tatapannya dan suaranya.

     "Aku dapat melanjutkan hidupku bersama orang lain, Paman! Tapi untuk melupakannya tidak! Ia akan tetap di hatiku! Aku tak akan bisa melupakan seseorang yang pernah ada dihatiku!" kataku dengan lemah lembut juga kepada paman, mencoba menjelaskan semuanya seperti aku menjelaskan kepada orang tuaku waktu itu. Aku harap kali ini paman lebih dapat mengerti tidak seperti orang tuaku yang pernah tidak mengerti aku.

      "Kalau kamu terus letakkan cinta wanita itu dihatimu bagaimana kau akan menikah dan mencintai orang lain?" tanya pamanku kembali

     "Aku akan bertanya kepada wanita yang akan menjadi istri ku nanti, apakah ia akan rela jika aku masih meletakkan cinta Najwa dihatiku! Anggap saja itu sebuah syarat ku sebelum menikah! Jika jawabannya tidak terserah kepadanya apakah ia akan melanjutkan hubungan ini atau tidak!" kataku dengan lancar menjawab pertanyaan dari pamanku.

     "Bagaimana jika dia menjawab iya?" tanya pamanku

     "Maka ia harus rela jika aku tak akan pernah mencintainya, dan dia harus tau bahwa selama ini aku hanya menjalani kewajibanku sebagai seorang suami saja, tanpa adanya cinta! Tanpa cinta, paman!" kataku sekali lagi dengan santai, aku menatap kearah pamanku dengan penuh percaya diri.

     "Bagaimana bisa seperti itu, Hasan! Seorang Suami selain menjalankan kewajibannya ia harus juga mencintai Istrinya! Jika kamu tidak mau mencintai Istrimu! Kenapa kau mau menikah? Kamu seharusnya jangan menikah saja, dari pada mengecewakan Istrimu nanti!" jelas paman yang sedang menasehati aku yang keras kepala ini.

      "Kan kalian sebagai keluargaku yang memojokkanku untuk menikah! Padahal kalian mengerti kata-kataku tadi bahwa aku akan terus mencintai Najwa, walau aku akan menikah esok kelak! Cinta Najwa dihatiku tak akan pudar Paman!" jelas ku yang terus keras kepala, padahal aku juga tau maksud keluarga ku itu baik. Keluargaku hanya ingin supaya kau move on dan melanjutkan cinta ku ke orang lain, agar aku tak terlalu lama untuk terus sakit hati karena terlalu memaksakan cinta ini.

      "Tapi, kami sebagai keluargamu hanya ingin terbaik untu... " kata pamanku yang mulai emosi atas keras kepalaku, namun ucapan paman terhenti oleh bibi ku.

     "Sudahlah Suamiku, ini saatnya untuk makan!" kata bibiku yang mencoba menutupi alasan penyegahannya yang sebenarnya. Padahal aku tau bahwa bibiku memberhentikan berdebatan ini supaya tidak adanya permusuhan antara aku dan paman.

      "Sekarang kau harus mengambil alih kehidupanmu, jangan berikan terus kepada orang tuamu! Ingat kau yang akan menjalani nya bukan orang tuamu! Maaf atas pertanyaan paman yang begitu banyak itu" kata paman yang menutup pembicaraan ini dengan mengucap sebuah kata maaf.

    "Tidak masalah Paman! Aku tau Paman dan keluargaku hanya ingin yang terbaik untukku!" kataku yang membalas ucapan paman dengan terakhir melontarkan senyuman. Lalu kami malanjutkan makan, dan setelah itu bersiap untuk pergi keluar.

   Didalam pikiranku hanya terpikir menjawab kata-kata terakhir dari paman dengan pikiran dingin.

     "Aku tau jika aku mencintai lagi, itu akan lebih baik untuk kehidupanku. Padahal kami menjalan kisah cinta dulu belum genap setahun, tapi mengapa aku begitu sulit untuk melupakan nya! Bahkan merasa bahwa aku tak akan bisa melupakannya!" kataku setelah makan dan membawanya ketempat pencucian piring didapur. Setelah itu terlintas dari pikiranku, ada satu jawaban untuk mengakhiri perdebatan dari keluarga ku ini, yaitu dengan 'MENIKAH DENGAN PURA- PURA MENCINTAI'.

Vote dan komentar dibawah ya!
Makasih yang udah baca!
Dukung selalu cerita hasan, ya!

HASAN [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang