Najwa POV
Hari ini adalah hari yang cerah dan baik untuk aku kabur, masih terlihat langit hitam malam diatas aku sudah bersiap untuk kabur. Aku memakai hoodie berwarna hitam dengan rok kuning memakai masker keluar dari ruanganku. Berjalan hati hati dan sedikit mengendap endap dan menahan sedikit keram dikakiku. Sekarang masih pukul 05.00 WIB, dimana azan subuh sudah berkumandang 15 menit yang lalu. Semua berjalan sesuai rencana sampai pertemuanku dengan suster Vina dilift.
"Lalalala...." katanya keluar dari lift yang akan aku masuki.
Aku sangat takut ketahuan, karena sejak tadi ia memperhatikanku dari kaki sampai atas kepala, aku hanya menunduk dan melaluinya untuk memasuki lift.
"Hoodie nya bagus!" katanya. Namun sanking paniknya aku langsung memencet tombol tutup lift dan memencet tombol untuk kelantai bawah aula rumah sakit.
Sampai dilantai aula rumah sakit sanking paniknya aku langsung berlari keluar rumah sakit ini melewati satpam yang berjaga didepan.
"Mbak...!" teriak satpam menghentikanku bak menghentikan seorang maling.
"Ya pak!" kataku panik, sambil menoleh kearah satpam gendut itu.
"Jangan berlari dilorong rumah sakit, bahaya" katanya mengingatkanku, aku hanya mengangguk dan berlari menuju luar rumah sakit.
"Huftg...Selamat....! Taksi" suara nafasku dan teriakku memanggik taksi yang berada didepanku, lalu saat taksi berhenti akupun tanpa basa basi langsung naik dan melihat disekeliling kota mencari tujuanku.
"Mau kemana?" tanya supir taksi, seorang lelaki tua yang berusia sekitar 50an.
"Jalan aja dulu pak! Saya masih bingung mau kemana!" jelasku melihat lihat keluar jendela.
lalu setelah cukup lama aku berada ditaksi aku melihat sekolah lamaku, dan berhenti disana karena aku sangat ingat bahwa rumahku tak jauh dari sekolah.
"Pak.. Stop disini pak!" kataku yang langsung menepuk nepuk kursi pak supir. Bapak itu pun langsung menghentikanku tepan didepan SMA lamaku.
"Berapa pak?" kata ku
"76.000 neng" kata bapak itu, dan aku langsung memberikan uang sebesar 100.000 dan mendapatkan kembalian sebesar 24.000.
Lalu aku berjalan melawati trotoar, melihat semuanya telah berubah selama 5 tahun lalu. Dimulai dari bentuk trotoar, gedung gedung yang semakin tinggi, bahkan warung mbok Ina yang sering aku titipkan puding pun sekarang sudah tidak ada lagi, sekarang sekolahku dikelilingi banyak gedung besar. Aku langsung menyebrang di Zebracross dimana rumahku tepat melalui persimpangan 3 di depan sekolah. Setelah menyebrang perutku sangat lapar karena hari sudah pukul 06.00 pagi.
"Aduh lapar! Disini tidak ada warung apa? Perasaan 5 tahun lalu ada banyak warung disini!" keluhku sambil memegang perutku.
"Oh itu kan!" kataku sambil menunjuk gedung yang berada didepanku, yaitu restoran dimana aku dan sahabatku pernah berkumpul untuk makan, dimana tempat kami membuat gelang persahabatan. Tanpa basa basi akupun langsung berjalan mendekati restoran yang sudah sedikit berubah, bertambah besar dan juga mewah.
"Apakah mereka masih menjual roti dan capuchinonya?" tanyaku sendiri yang langsung memasuki restoran ini, masih sepi pelanggan namun telah bersiap siap untuk melayani penunjung, alias sudah buka.
"Silahkan duduk!" kata lelaki yang melayani ku dan memintaku untuk memesan makanan.
"Apakah kalian masih menjual roti dan kopi capuchino?" tanyaku
"Tentu, itu adalah menu lama kami. Apakah kamu tidak mau menyoba menu istimewa?" tanyanya
"Tidak. Cukup itu saja" kataku sambil menggelengkan kepalaku.
"Baik, pesanan akan segera dibuat" katanya yang sambil tersenyum meninggalkanku memasuki dapur.
Aku melihat lihat sekeliling tempat disini dengan diiring musik, dan langsung mengingat tempat yang sedang aku duduki adalah tempat yang sama saat aku dan sahabatku makan disini, namun sedikit berbeda karena kursi dan meja yang sudah diganti semakin besar dan mewah. Sampai setelah itu, pelayan itu pun kembali datang dengan membawa pesananku.
"Ini. Silahkan menikmati masakan kami" katanya sambil meletakkan makananku didekatku dan setelah aku membayar ia kembali pergi. Tak perlu lama aku menyantapnya hanya sekitar 5 gigitan roti pun habis ku lahap, tinggal tersisa kopi panas ini.
"Aduh kenapa aku pesan kopi yang begitu panas ini!" kataku sambil memegang tangkai cangkir dan meniupnya lalu aku minum sampai habis, dan keluar dari sini. Saat aku keluar cahaya matahari pagi telah muncul.
"Asik sudah terang" kataku senang dan lanjut berjalan menelusuri panjang trotoar. Saat berjalan aku menemukan gang besar dimana tempat aku dilahirkan dan tinggal, aku sangat senang saat telah melihat pohon mangga rumahku dari kejauhan, lalu aku mencoba berlari namun sedikit sulit karena kakiku yang masih sakit.
Namun raut wajah yang mulanya sangat senang karena aku sedikit lagi akan pulang dan bertemu ayahku, raut wajah ku berganti dengan raut wajah sedih serta terkejut karena melihat bendera kuning tergantung di pagar rumahku yang sedikit kotor seperti tak terurus ini. Terdengar dari luar, suara yassin dari dalam dan banyak orang berdatangam memakai baju putih dan hitam membawa bakul mereka berisi beras atau bahan makanan.
"Kasihan sekali pak Sufyan yah! Coba saja anak nya masih hidup pasti ia tak akan sakit sakitan" kata salah satu orang disana.
"Aaa...ayaaahh..." kataku yang langsung berlari masuk kedalam rumah ini menerobos kerumunan orang dan tidak menghawatirkan kaki ku yang sakit. Saat aku masuk ayahku tidak lagi sedang diyasinkan melainkan telah berada diatas keranda dan akan langsung dibawa kepemakaman, namun saat semua orang akan mengangkat keranda ayahku aku langsung menerobosnya.
Aku menangis sambil menunduk didepan keranda ayahku sambil meneriakkan kata ayah, sehingga membuat semua orang disini bingung dan bertanya tanya. Namun semua orang tak menghentikanku dan membiarkan karena di pikiran mereka mungkin aku adalah kerabat jauh ayahku, Aku tak peduli.
Setelah cukup lama menangis akupun memperbolehkan ayahku untuk dibawa kepemakaman walau aku sendiri masih menangis tersedu sedu. Setelah pemakaman berlangsung selesai dan kembali kerumah, ketua RT desaku bertanya kepadaku didepan semua orang yang masih berada disini.
"Kamu siapanya pak sufyan nak? Kalau kamu kerabatnya kamu dapat terima rumah ini" tanya pak RT.
"Saya Najwa anaknya pak RT" jelasku yang mengagetkan semua orang.
"Anaknya? Jangan ngaco kamu! Anak nya sudah meninggal 5 tahun lalu" kata Pak RT.
"Saya bersedia merawat rumah ini pak! Karena saya anak nya"kataku.
"Sudahlah kamu jangan mengaku ngaku! Kalau kamu berbohong lagi saya usir kamu dari sini" kata pak RT.
"Saya benar anaknya pak" kataku yang semakin menangis.
Lalu warga yang merasa tidak percaya langsung mengusirku dari dalam rumah sampai kedepan pagar, aku membawa Najsuf, burung peliharaan kesayangan ayahku dan juga tas yang sudah aku kemas tadi.
"Kalau kalian tidak percaya baiklah saya akan pergi dan tidak akan meminta rumah ini. Tapi saya minta tolong selesaikan semua ritual kematian ayah saya dan tolong lakukan yang terbaik untuk rumah ini" kataku yang langsung pergi berjalan meninggalkan rumahku dan ayah yang mengisahkan kenangan manis bersama sama.
Aku berjalan tanpa arah yang jelas melewati trotoar perkotaan, melewati gedung gedung tinggi dan melewati kendaraan yang berlalu lalang sambil menangis tersedu sedu.
•••••
Makasih yang sudah baca!
Vote dan komentar yang banyak ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
HASAN [END] ✔
عاطفيةGENRE : Percintaan [12+] • END • Sedang Revisi • Completed ✔ Aku Najwa Nurdiya, Anak SMA berkulit sawo matang, mata cokelat, tinggi semampai, dan berhijab. Aku menemukan cinta pertamaku saat SMA dimana lelaki itu adalah kakak kelasku HASAN, laki lak...