BAB 35. Hal Yang Mengejutkan

105 16 0
                                    

"Lauren!" kata Vano yang langsung berlari memasuki kamar Lauren.

"Kamu siapa?" kata Lauren panik dan mulai mengambil selimut dibelakangnya untuk menutupi kepalanya, karena ia tidak memakai kerudung.

"Kaaa...kamu siapa? Aku Najwa bukan Lauren. Mungkin kakak salah kamar"

"Kamu Lauren ku"

"Tidak aku bukan Lauren, kakak salah kamar!"

Tiba tiba saat mereka berdua berdebat, yang saat ini Lauren masih duduk diatas kasur rawat sedangkan Vano berdiri tak jauh dari pintu, datanglah orangtua dari lauren.

"Alhamdullilah nak, kamu sekarang telah siuman"kata ayahnya lauren

"Maaf pak, Anda dan ibu ini siapa ya? Saya tidak mengenal kalian semua"

"Apakah putriku lupa ingatan dokter?" tanya ibu Lauren kepada doker yang datang bersamaan dengan mereka tadi.

"Tidak. Tentu tidak! Aku masih ingat betul kapan tanggal aku kecelakaan dan nama ku bahkan orang terdekat ku pun aku masih ingat dan dapat mengenalnya"

"Dari pengakuan dan sifat serta ingatannya ini, sepertinya tidak,bu" jelas dokter perempuan berhijab itu.

    Aku segera memakai Hijab langsung berwarna hitam yang ada didekat kasur ku, yang berada disebuh tumpukan pakaian, karena aku menganggap bahwa kesalah pahaman ini akan berlangsung panjang.

"Kamu adalah tunanganku dan ini adalah Ayah serta Ibumu!" tegas Vano yang masih berada didekat pintu bersama dengan kedua suster itu memperhatikan Lauren dengan jelas. Mungkin dipikiran para suster itu, Lauren atau Najwa ini GILA.

"Kalau begitu apa buktinya"

"Ini lihatlah foto ku dengan kamu!" jelas Vano yang sedang menyodorkan ponselnya ketangan Lauren.

"Hahahaha, lihat ini kak. Ini bukan wajahku! Sangat lah berbeda dengan wajahku"

"Tunggu sebentar!" kata Vano yang langsung merebut kembali Ponselnya dan sedangkan wanita itu masih tertawa.

"Lihatlah dikamera ini" kata Vano yang memberikan kembali Ponselnya.

   Wanita itu hanya tertegun melihat penampilannya sekarang, ia merenung lama, melihat kesemua bagian wajahnya, bahkan sesekali ia mengusap wajahnya dengan lembut bak seperti seseorang yang sedang berias.

"Lihat nak! Kau itu anak kami!" kata ayah Lauren.

"Ap...appaaaa yang kalian lakukan dengan wajahku! Ini bukan WAJAHKU!" katanya sambil menangis histeris.

"Apa yang kau maksud?" tanya Vano yang menghentikan tidakan wanita itu yang mulai mencabik cabik wajahnya, seperti seseorang yang berusaha melepaskan topeng.

"LEPASKAN! menjauh dariku" katanya yang langsung menolak tangan Vano, bahkan dokter dan suster yang coba menenangakan ikut didorong.

Sekarang mereka semua hanya terdiam, melihat kemarahan wanita itu dan kesedihan yang sangat mendalam dimatanya yang semakin lama semakin menjadi tangisannya bahkan sempat memberontak.

"MANA WAJAHKU?! INI BUKAN WAJAHKU! KEMBALIKAN WAJAHKU! TEGANYA KALIAN MERUBAH WAJAHKU! HAAAAAAAAAA!" kata wanita itu teriak teriak tidak jelas bahkan memberontak untuk meluapkan kekesalannya.

"AYAAAH, MEREKA MERUBAH WAJAHKU…! AYAAH KU MANA? AYAHHHH…?" kata nya yang makin histeris saat tidak menjumpai ayahnya disini. Ia pun berdiri dengan lemasnya untuk mencari keberadaan ayahnya yang tidak ada dikamar ini.

"Akulah ayahmu" kata ayahnya Lauren.

"BAPAK BUKAN AYAHKU! AWASSS!" Katanya yang mulai berdiri, namun mustahil ia belum dapat berdiri dan akhirnya jatuh.

"Nona belum boleh berdiri!" kata suster Nabila

"APA PEDULI KALIAN, AKU MAU PERGI CARI AYAHKU…!" Katanya yang semakin marah.

"Ren, kamu harus disini dulu sampai kamu sembuh!" kata Vano yang semakin mendekatinya.

"REN? SUDAH KUBILANG AKU BUKAN LAUREN…! AKU NAJWA! AKU NAJWA NURDIYA PUTRI DARI BAPAK PUTYAN…!"

"Kamu harus dirawat disini dulu dan menjalani kemoterapi untuk bisa berjalan" jelas dokter yang menenangkannya, disana wanita itu tak memberontak karena merasakan seperti ada ibunya didalam jiwa dokter itu.

"MEREKA MERUBAH WAJAHKU DOK…! BAGAIMANA AKU BISA HIDUP SETELAH INI…! APAKAH AKU AKAN MEMAKAI WAJAH INI UNTUK HIDUP?" katanya dengan emosi yang mulai tenang.

"Nanti setelah kamu sembuh, kamu dapat mencari ayahmu sesuka mu! Tapi saat ini kau harus sembuh dulu!"
Jelas dokter itu.

"Ba..ba..baik..lah dok!" katanya yang mulai dipandu untuk berdiri lagi kekasur, saat ia sudah dikasur dokter menyiapkan sebuah suntikan.

"Untuk apa suntikan itu dok? Dokter mau bunuh saya?"

"Hahaha tidak! Ini cuman obat tidur supaya kamu bisa istirahat dengan tenang setelah kejadian ini" kata dokter itu langsung menyuntikannya ke tangannya, sedangkan para suster meminta keluarga lauren untuk keluar ruangan.

"Semuanya saya harap kalian jangan masuk keruangan ini sebelum pasien benar benar pulih! Kalau tidak ia akan semakin ketakutan, dan bisa jadi nanti ia akan kabur dari rumah sakit ini" jelas suster Nabila

"Baik sus" jawab Vano yang menuntun orangtua Lauren duduk dikursi tunggu luar.

Setelah dokter dan para suster membersihkan kekacauan didalam, mereka pun keluar.

"Saya harap keluarga dapat mengerti keadaan nya" jelas dokter.

"Iya dok, saya dapat mengerti keadaannya. Tapi yang saya tidak mengerti mengapa ia menganggap dirinya bukan Lauren" tanya Vano.

"Mungkin saja yang kalian bawa dan usulkan untuk operasi 5 tahun lalu sebenarnya bukan Keluarga kalian!" kata suster Vina.

"Tapi mana mungkin dok! Saat kami membawanya kesini, cuman dia yang belum menemukan keluarga serta identitas" jelas Vano.

"Apakah saya boleh bertanya sesuatu?" pinta dokter.

"Ya silahkan dok!" jawab ayah Lauren.

"Pada usia berapakah pasien saat kecelakaan?"

"Diusia 24 tahun" jawab ayahnya Lauren.

"Tapi dilihat dari sikapnya, saat ia koma ia sepertinya  berusia 18 tahun" kata Dokter

"Usulku bagaimana kalau kalian lakukan tes DNA saja?" kata suster Nabila.

"Tidak bisa sus, karena dia bukan anak kandung kami!" jelas ibunya Lauren.

"Ooo, begitu" sahut suster Vina.

"Tidak ada cara lain! Kalian harus mendengarkan keterangan pasien sendiri!" kata dokter.

"Baik dok" jawab Vano.

"Tapi tidak sekarang! Mungkin saat ia kembali normal dan dapat tersenyum! Jika sekarang mungkin nanti ia akan ketakutan" jelas dokter.

    Keluarga Vano hanya bisa mengaguk, mereka bersedia menunggu demi mendapat kan penjelasan secara langsung kepada wanita itu sedangkan wanita itu pun masih bertanya tanya apa tujuan hidupnya sekarang.

   Setiap hari saat Vano pulang bekerja ia selalu mampir keruangan Lauren dengan memberikan setangkai bunga mawar secara diam diam setiap harinya. Saat ia berkunjung, Vano selalu mendapatinya sedang menjalani Kemoterapi. walau hanya melihatnya dari kejauhan, semakin hari Vano semakin dilanda DILEMA karena ia selalu mendapati sifat Najwa bukan Laurennya. Setelah seminggu berjalan dan sudah terkumpu 7 batang bunga mawar yang tanpa tau siapa pemberinya, wanita itu sudah mulai berjalan sendiri tanpa bantuan para suster diwaktu senjang. Dan disaat itulah waktu yang tepat untuk Vano bicara kepada wanita itu.

THANKS YANG UDAH BACA

HASAN [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang