5

209 29 7
                                    

"kamu tidak akan mengingatnya jika terus bertanya padaku, kamu tidak akan tau bagaimana keluarga mu jika kamu tidak bisa mempunyai bayangan mu sendiri tentang mereka." Syifa bertutur pelan, wanita yang berusaha menelan salivanya saat mendapati sorot mata Leon menginterogasi.

Syifa berdehem pelan, setelah akhirnya kembali lanjutkan semua cerita palsu itu. "Kamu kecelakaan, dan semua nya jadi rumit begini. Ini salahku. Ayah dan ibumu, mereka tinggal di luar negeri. seharusnya beberapa bulan lagi kita akan menikah, mereka akan pulang ke Indonesia untuk meresmikan pernikahan kita." Syifa bertutur, sesekali wanita itu melirik memastikan raut wajah Leon tidak lagi terlihat menginterogasi dirinya, dan benar Saja. semua sandiwara itu nampak membuat Leon terdiam.

"Lalu, bagaimana mungkin kita akan menikah dengan aku yang seperti ini?"

Syifa tersenyum hambar. Rasa-rasanya Leon adalah laki-laki yang baik. Apakah perlu Syifa melakukannya sejauh ini? Apa yang akan di lakukan Syifa setelah kebohongan demi kebohongan tercipta begitu saja?

"Aku hanya ingin agar kamu tidak lagi bertanya perihal yang sudah terjadi, aku tidak akan meminta apapun darimu." Syifa terdiam sejenak. "Lalu kita akan menikah dan memulai hidup baru bersama, kamu mau kan melakukannya untuk ku?" Lanjutnya.

"Aku bisa saja melakukannya, hanya jika kamu bisa menerima ku dengan keadaan begini, tidak tidak keberatan bagimu aku kehilangan semua memori tentang kita dulu?" Leon tidak akan mengingkari janji itu, jika memang masa lalunya adalah wanita yang bersamanya sekarang, ia tidak ingin mengingat apapun lagi. Ia tidak ingin jika berusaha untuk itu hanya akan menciptakan rasa sakit untuk Syifa.

Benar.

Syifa saja sudah cukup dalam hidupnya. Syifa yang sudah menjadi bagian hidupnya yang penting! Bukan kah semua sudah mendapat restu dan persetujuan orang tuanya?

Oh tuhan!

Leon hanya ingat jika memang dirinya adalah laki-laki yang tidak pernah menyakiti siapapun dalam hidupnya. Ia mengingat memori di mana dirinya pernah berjanji untuk tidak mengecewakan orang-orang yang ia sayangi. Lalu benarkah janji itu untuk Syifa??

Di sisi lain, Syifa yakin bahwa Leon bukan lah laki-laki yang dingin, dia hanya berusaha untuk membuat suasana antara ia dan dirinya terlihat seperti dulu.

Dulu yang seperti apa Syifa juga tidak mengerti. Tapi haruskah ini berlanjut? Atau untuk menghentikan semua kebohongan ini, bisa kah orang lain saja yang menyampaikannya pada Leon?

-

Leon tampak rapi dengan pakaian casual yang ia kenakan saat ini, celana jeans dan kaos hitam menambah ketampanannya. Ia bergaya di hadapan Syifa yang sedang menonton televisi.

Lelaki itu tersenyum. Sambutan Syifa yang membuat ia akhirnya membuka suara.

"Aku akan mencari pekerjaan untuk kita, aku mungkin lupa dengan beberapa hal, tapi aku yakin dulu aku menyukai tampilan seperti ini untuk bekerja. Bukannya begitu, Syifa?

Perlahan menatap lelaki itu dengan canggung lalu akhirnya mengangguk, kalau saja memang hanya itu yang tersimpan dalam memorinya, Syifa harus mendukung.

"Aku melihat di rumah ini ada lukisan, aku ingat lukisan..."

"Ya, kamu adalah pelukis yang hebat. Kamu bahkan pernah memberi kan hadiah ulang tahunku dengan kamu melukis ku." Syifa berucap asal. Namun dalam hatinya, ia yakin bahwa Leon adalah seorang yang bekerja di bidang seni. Ia tidak akan membantah semua yang Leon tau, bukankah ini bagus untuk mengenal lelaki itu lebih jauh?

Mata Leon berbinar. Perasaannya tidak salah untuk menekuni hobi yang menghasilkan uang itu.

"Aku butuh alat lukis, aku akan mengasah kemampuan ku kembali."

***

Sudah hampir seluruh kantor polisi yang ia datangi, namun tak satupun dari tempat itu tau bagaimana kabar tentang korban kecelakaan yang ada di dalam koran tersebut. Kejadiannya sudah berminggu-minggu yang lalu, dan Rizky seakan menghilang setelah menjadi perbincangan sebelumnya.

"Terakhir yang saya tau, korban itu langsung di bawa ke rumah sakit terdekat dari kejadian. Kalau tidak salah rumah sakit Citra Medika," tutur bapak yang berseragam itu. Menelaah foto dan tempat kejadian yang ada di dalam surat kabar tersebut.

"Dan orang yang menabraknya juga sudah bertanggung jawab."

"Bapak tau orang yang menabrak itu?"

"Kalau itu. Saya juga tidak tau. Salah satu aparat kepolisian sudah mengkonfirmasi jika korban selamat dan ikut bersama orang yang menabraknya." Orang itu masih mengingat bagaimana kronologi kejadian yang ada di dalam surat kabar. Tentu ia mendapat berita dari mulut ke mulut para aparat kepolisian.

"Apa bapak tidak salah? Kenapa korban ikut dengan orang yang mencelakainya?"

"Entahlah mbak, tapi itu mungkin sudah menjadi keinginan korban. Mungkin dia akan meminta pertanggung jawaban dari yang menabraknya itu."

Ada yang salah. Jujur saja, Diandra tidak puas mendengar jawaban dari bapak polisi. Jika memang hanya untuk pertanggung jawaban seharusnya Rizky meminta polisi agar pemilik mobil yang menabraknya itu di periksa, bukan malah ikut bersama pemilik mobil itu. Dan pertanggung jawaban dalam bentuk apa? Rizky punya pekerjaan yang bagus, tidak perlu meminta materi kepada orang itu.

Benar!

Diandra makin penasaran. Apa yang sudah terjadi pada Rizky?

Wanita itu mengeluarkan secarik kertas, dan memberikannya pada bapak polisi tersebut. Sebuah kartu nama.

"Bolehkah anda menolong saya pak?" Diandra menatap wajah lelaki tua itu, dan meminta untuk segera menghubunginya lagi.

"Jika tidak keberatan, saya meminta bapak untuk menyelidiki yang menabrak itu, dan jika ada perkembangan bapak bisa menelfon saya." Diandra terdiam. "Jika bapak berhasil, saya akan memberi hadiah yang setimpal atas kerja keras anda," lanjut Diandra berbisik. Tampak perubahan wajah dari lelaki tua itu sebelum akhirnya ia pun mengangguk. Dari tampilan seorang wanita seperti Diandra akan menghasilkan uang tambahan untuk dirinya sendiri. Bapak polisi itu yakin akan hadiah besar yang bisa ia dapatkan untuk menolong wanita yang bernama Diandra Calista itu.

-

Diandra menyimpan tas miliknya di atas meja, lalu berjalan mengelilingi lukisan-lukisan yang terpajang di dinding. Diandra tau ini hanya akan menambah beban dirinya jika menatap lukisan karya Rizky, namun jujur saja wanita itu akan selalu mengunjungi galeri lukisan lelaki itu sampai ia mendengar kabar baik perihal tentang Rizky.

Diandra mengusap air matanya dengan punggung tangan, menatap satu lukisan seorang perempuan dan satu orang laki-laki, ya. Itu adalah salah satu lukisan favorit Rizky. Lukisan terakhir yang di buat lelaki itu sebelum akhirnya ia menghilang.

Gambar ia dan dirinya sedang tersenyum, semakin memandanginya semakin membuat perasaan Diandra kalut, jika saja ia tidak meminta pada Rizky untuk melukis itu, mungkin Rizky masih akan bersamanya sekarang.

"Aku hanya ingin menyimpan itu sebagai kenang-kenangan kalau kita sedang berjauhan, gambarkan untuk ku rizky!"

Diandra menggeleng. Menyadari satu kebodohannya atas ucapannya waktu itu. Bodoh karna dia memilih jalan itu sendiri untuk berpisah dengan Rizky.





TBC!

Mari berkomentar sesuai isi hati. 👉👈♥️

A Storm Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang