2

326 37 6
                                    

Akhirnya setelah enam jam berlalu, kali ini Syifa bisa benar-benar bernapas dengan lega. Melihat salah satu dokter berjalan ke arahnya, tampak kelelahan namun masih bersikap profesional, lihat saja ketika membuka masker di wajahnya itu membuat Syifa kembali menunggu, menunggu ucapan sang dokter mengenai pasien yang di tanganinya itu.

"Keluarga korban?" Tanya dokter itu. Syifa mengangguk cepat, jelas meski bukan keluarga sebenarnya namun apa yang di katakan pak Nadir tadi adalah sebuah perintah, untuk Syifa selalu menjadi bagian proses pemulihan lelaki itu.

"Maaf nona, pasien mengalami pendarahan di otak. Maka dari itu perlu waktu beberapa hari untuk mengembalikan kesadarannya setelah operasi ini,"

"Tapi apakah itu tidak akan terjadi sesuatu padanya? Semacam kematian..?"

Dokter itu tersenyum. Mengerti bahwa perempuan yang ada di hadapannya sekarang mengalami kecemasan yang berlebihan.

"Memang benar, pasien sempat kritis tapi operasinya berjalan dengan baik, dan setidaknya dengan ketepatan waktu nona, membuat nyawa pasien bisa terselamatkan. Sekarang nona berdoa untuk kepulihan pasien," dokter menepuk pelan pundak perempuan itu sebelum akhirnya berlalu meninggalkan Syifa yang masih berdiri.

Berpikir tentang itu, lalu apakah ini sudah membuat ia tidak berutang nyawa lagi? Syifa menghela napas, mengusap tengkuknya yang terasa tegang. Sejak tadi ia terus mengamati ruangan itu, dan saat ini orang yang ada di dalamnya sudah melewati masa kritisnya.

Syifa berjalan ke arah ruangan itu, melihat dari balik kaca jendela. Mungkin memang harusnya Sudah tidak ada yang perlu ia khawatirkan sekarang, Syifa sudah memenuhi semua kebutuhan sang korban dan saatnya untuk mencari makanan kecil, sekedar mengisi perut kosongnya yang sedari tadi mengeluarkan bunyi yang tidak karuan.

Namun langkah kakinya terhenti ketika telfon berdering. Syifa merogoh lantas memperhatikan latar handphone tertera nama kontak "persetan" disana. Syifa tau apa yang akan di dengarkannya dari orang itu,

"Pulang sayang. Ibu akan menjelaskan semuanya! Semua yang tidak kau mengerti," suara itu seperti pengemis bagi Syifa, sementara perempuan itu tersenyum sinis, mendengar penuturan ibunya, membujuk ia untuk segera kembali ke rumah.

"Aku tidak ada waktu, sekarang aku harus menyelesaikan masalah ku sendiri. Terimakasih untuk kekhawatiran mu!" Syifa tidak lagi peduli bagaimana paniknya suara di seberang telfon sana, ia hanya menutup telfon lalu segera berjalan keluar dari rumah sakit, mencari tempat untuk ia mengistirahatkan dirinya dari dan sekedar mengisi perutnya yang nyaris kosong itu.

-

Apa lagi yang akan di lakukan Syifa setelah ini? Syifa berpikir cukup dalam, belakangan ini banyak sekali yang membuat permasalahan hidupnya semakin menjadi-jadi. Syifa nyaris tidak mampu untuk sekedar bernafas dengan baik, terlalu rumit bahkan terlalu menguras pikirannya.

Setelah kepulangan pak Nadir beberapa jam yang lalu, Syifa tidak lagi menghubunginya meski sekedar basa basi padahal bapak polisi itu sudah sangat baik padanya, lihat saja perlengkapan data diri yang tadi disitanya kini di sudah kembali Syifa pegang. Pak Nadir bahkan memberinya kepercayaan penuh untuk mempertanggung jawabkan semua yang sudah Syifa lakukan.

Namun kenyataannya, meski tidak ada penekanan dari nada bicara bapak polisi itu Syifa masih saja tercekat, di beri kepercayaan yang sungguh besar dengan meninggalkan dia dan lelaki yang ia tabrak itu bersamanya.

Tampak mewah makanan yang sudah berada di atas meja, namun sama sekali Tidak mengundang selera makan perempuan itu. Sedari tadi dia sudah menahan lapar, dan sekarang untuk menelan makanan itu Syifa tidak punya gairah.

Syifa mengambil beberapa uang lembar di dalam kantong celananya lantas meninggalkan uang itu di atas meja, dengan tidak menyentuh makanan itu sedikitpun.

Mungkin seharusnya ia kembali pulang ke rumahnya, menurunkan ego lalu berbaring di atas tempat tidur yang empuk apa salahnya? Lagi-lagi tidak bisa ia kerjakan dengan cepat, sebelum seharusnya ia menemui salah satu dokter, menitipkan nomor telfon. Agar saat lelaki itu tersadar ia bisa kembali mengunjunginya. Syifa berjanji tidak akan lari, lagipula dia tidak mati, Syifa akan terbebas dari ancaman penjara itu.

***

"Terimakasih karena sudah pulang ke rumah ini," suara itu tak membuat Syifa berbalik. Ia berjanji untuk meninggalkan rumah dalam waktu dekat, jadi untuk apa dia membalas ucapan ibunya. Lagipula jika ia berpikir, awal permasalahan yang Syifa dapatkan ini, itu karena orang-orang dirumahnya bukan?

"Makanlah, ibu sudah menyiapkan makan malam untukmu,"

"Aku masih kenyang!"

"Kau tidak seharusnya bersikap begitu, lihatlah dirimu. Baru beberapa jam keluar dari rumah ini kau sudah terlihat sangat berantakan," ibunya beralih menatap Syifa  dengan heran. Benar semua yang di katakannya, rambut bahkan pakaian putrinya sudah terlihat lusuh. Namun melihat tatapan itu membuat Syifa tidak suka, mengganti menatap ibunya dengan sinis.

"Jangan bilang aku berantakan, Bu! Lihat keluarga ini jauh lebih berantakan dari apapun, ibu menatapku begitu menjijikkan, sementara sikapmu dan juga tingkah lakumu lebih menjijikkan dari apapun!"

"Syifa!!"

"Apa bu?! Tidak salah kan, ibu mau menutupi bagaimana pun Syifa tau itu! Syifa tau ibu yang berselingkuh! Syifa tau ibu tidak puas memiliki seorang suami yang sudah sangat baik pada keluarganya!" Syifa memberi penekanan dari setiap ucapannya, kali ini ia tidak lagi membendung air matanya, Syifa menangis. Apapun yang ia katakan tentang ibunya, Syifa tidak  bisa menyembunyikan bahwa sebenarnya dia tidak ingin menyampaikan hal itu.

Beberapa detik berdiam Syifa beranjak dari tempat itu, ia memilih untuk pergi meninggalkan ibunya yang masih mematung di hadapannya. Syifa tau dengan semua yang ia lakukan tidak akan menutup bahwa keluarga yang di impikannya akan kembali. Syifa hanya tidak bisa menerima dengan semua yang sudah terjadi. Bahkan perempuan itu berjanji untuk tidak ingin melihat rumah ini lagi.

Semua masalah akan kelar jika ia ikut pergi meninggalkan rumah.

-

"Apa?!" Syifa tertegun mendengar penuturan dokter itu. Pagi sekali, dia harus di hadapkan dengan masalah yang mungkin tidak akan usai untuk beberapa waktu yang lama.

"Dia tidak mengingat apapun," ucap dokter itu lagi.

"Lalu bagaimana sekarang? Apa yang harus aku lakukan dengannya?"

"Kau bisa tetap berada di sampingnya dan mengingatkan dia pada suatu kejadian yang pernah kalian lalui bersama. Dengan begitu, meski harapannya sangat kecil akan membuat dia sedikit demi sedikit untuk mengingat kembali."

Oh tuhan! Bagai batu besar yang menghujam kepalanya, Syifa tidak bisa berkata apa-apa. Dia hanya menabrak orang itu dan bertanggung jawab, tapi bagaimana mungkin lelaki itu kehilangan memorinya. Tetap disisinya dan akan kembali seperti semula bukan hal yang baik yang Syifa dengar, Syifa bahkan tidak tau namanya, tidak tau semua tentang hidup lelaki itu. Syifa akan memulai dari apa?

 Syifa akan memulai dari apa?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



















Next?!

Gimana part 2 masih ok enggak? Kasih komentarnya dong wkwk.

A Storm Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang