29

99 20 4
                                    

Tak hentinya Syifa menatap rumah kosong milik ibunya. Memperhatikan pekarangan rumah dengan rumput liar yang kian memanjang, lalu dedaunan berjatuhan menambah kesan tak berpenghuni dari rumah tersebut. Syifa tersenyum hambar ketika memori tentang masa lalunya kembali terukir.

Ya. Disanalah gadis itu di besarkan oleh kedua orang tuanya, meski hanya sampai ia berumur enam belas tahun lalu akhirnya  ayah dan ibunya memutuskan untuk berpisah. Yang mana membuat Syifa harus memilih di mana ia akan tinggal.

Syifa melihat banyak perubahan dalam hidupnya setelah beberapa tahun berpisah dari ayah. Juga ketika tau, bahwa ibunya tidak pernah berselingkuh, sebagaimana dulu ia mencerca Cintya dimana dialah penyebab keluarga mereka menjadi rusak dan berantakan. Ia menemukan fakta, dari seorang asisten rumah tangga yang melihat beberapa kali Ibu Cintya harus menutup aib sang ayah yang sudah melakukan hubungan terlarang sampai harus menikahi wanita gelap ayahnya. Sakit, ketika Syifa tau kebenaran itu dari orang lain. Dan yang lebih menyakitkan lagi Syifa belum bisa berkata maaf pada Cintya sebelum akhirnya meninggal dunia.

Syifa menegarkan hati lalu kembali melangkah perlahan masuk ke dalam pekarangan rumahnya. Kakinya memberat, beriringan dengan air matanya yang kian berlinang.

Syifa tidak punya banyak waktu. Ia harus menjadi kuat kembali, untuk membuat rumah ini hidup. Pertama kalinya Syifa di minta oleh Rizky agar wanita itu membawa ia jalan-jalan ke rumahnya. Rizky sudah meminta itu dari beberapa waktu yang lalu. Meski di luar dari janji mereka, Rizky tidak keberatan. Asal Syifa memenuhi janji untuk pergi melihat keadaan rumah orangtuanya itu sebelum keduanya menikah.

Sore itu menjadi perjalanan panjang untuk Syifa dengan rumah kosong milik Cintya. Syifa membersihkan seluruh ruangan sampai tak tersisa debu sedikitpun, juga dengan dedaunan yang di halaman rumahnya kini sudah tersusun cantik di dalam tempat sampah.

-

"Selesai." Syifa tersenyum. Masakan yang tadi menguras waktunya kini sudah siap saji berada di atas meja makan. ada tempe goreng, sayur asam juga ada ikan bakar. Dengan bakul nasi yang sebentar lagi akan ikut terpajang di sekitar makanan lainnya. Rizky harus bersyukur dengan apa yang Syifa masak malam itu. Makanan yang sederhana namun membuat tenaga wanita itu terkuras habis. Mungkin juga karena efek bekerja seharian di rumah itu.

Syifa menghela nafas, sembari memperhatikan jam dinding yang sudah menunjukkan pukul delapan lewat lima menit. raut itu terlihat cemas lantas mengira-ngira, ketika janji pada Rizky bertemu setengah jam yang lalu kini terabaikan. Laki-laki itu tak kunjung tiba. Syifa meletakkan bakul yang sudah terisi nasi putih di atas meja, lalu berjalan menghampiri kursi sofa yang tidak jauh dari meja makan itu.

Syifa mengambil handphone yang juga di letakkan di sana. Berniat untuk segera menghubungi Rizky agar segera datang, sayang saja makanan yang sudah susah payah di buatnya menjadi dingin karena tidak tersentuh.

Sayang sekali.. Syifa harus menelan rasa kecewanya ketika saat membuka handphone ia  mendapati satu pesan yang menunjukkan Rizky tidak akan datang malam itu. Ia berbalik untuk memastikan bahwa makanan itu hanya akan di sentuh sedikit. Malam ini jadilah Syifa makan malam dengan perasaan lelah dan sepi. Atau tidak, mungkin akan di temani oleh suara dentingan piring dan sendok yang sedang beradu.

***

"Aku sudah membatalkan janjiku semalam. Rizky harap ayah akan baik-baik saja sekarang, aku ingin menemui Syifa dan meminta maaf padanya." Rizky meraih jas hitam sembari berjalan untuk menyiapkan barang lainnya.

Alasan itu membuat Garibaldi sendiri menjadi bingung, tampaknya tak membuat Rizky bisa berdiam lama di rumahnya hanya karena dirinya sakit. Bukan, lebih tepatnya berpura-pura.

"Kau ini masih menganggap ayah ini, ayah mu kan?" Garibaldi bertanya.

Rizky berbalik, sedikit di kejutkan oleh reaksi Garibaldi yang menurutnya mendramatisir keadaan.

"Ayah, aku sudah melakukan apa yang ayah minta? Yaitu meminta agar janji ku semalam ku batalkan untuk merawat ayah kan? Lagipula ayah sekarang tampak baik-baik saja." Rizky masih belum memahami bahwa laki-laki tua itu hanya bersandiwara untuk mendapatkan keinginannya.

"Sebentar lagi Diandra datang, kau boleh pergi kalau wanita itu sudah tiba disini. Kau bisa pergi dengannya untuk meminta pada dokter ayah agar segera datang memeriksa kondisi ayah hari ini. Bisakan?"

Rizky makin terkejut mendengar penuturan Garibaldi. Mengingat janjinya pada Syifa yang tidak akan menemui Diandra dalam beberapa waktu. Memang bukan perihal perasaan, namun sama saja jika harus pergi berdua dengan Diandra sementara ada janji yang tidak Rizky tepati pada wanitanya. Dan itu baru terjadi semalam.

Rizky menggeleng dan tetap mengambil tas kantor untuk segera melenggang dari tempat Garibaldi. "Ayah, kalau hanya untuk menemui dokter ayah. Aku juga bisa melakukannya sendiri. Yang terpenting sekarang aku tidak akan pergi dengan Diandra. Aku hanya akan pergi dengannya kalau Diandra tidak lagi punya perasaan padaku." Rizky menegaskan.

"Ayah tidak meminta kau mengencani wanita itu. Ayah juga mengerti sekarang kalau kau sangat mencintai Syifa." Garibaldi melirik putranya yang masih berdiri di sisinya. "Tapi dalam hal ini, hanya Diandra yang bisa membantu mu. Membantu ayah juga," Garibaldi kembali meyakinkan Rizky yang membuat pertahanan putranya kian memudar.

"Ayah berjanji untuk tidak membahas apapun jika kalian pergi hari ini. Ayah meminta kali ini hanya untuk pergi sebentar dengannya lalu kau bisa melakukan apapun yang ingin kau lakukan."

Rizky tampak menimbang-nimbang setelah akhirnya keputusan itu pun ia setujui. Membuat senyuman di wajah Garibaldi terukir, "Ayah tau kau akan setuju,"

Entah perubahan apa yang akan terjadi pada Rizky nanti. Tapi yang pasti ia tidak akan sembarangan untuk mengikuti keinginan ayahnya, terlebih ketika masalah ini terhubung ke Diandra. Sahabat masa kecilnya itu.

-

Semenjak satu jam kedatangan Diandra memang tidak ada yang aneh, Rizky dan wanita itu juga memang pergi menemui dokter pribadi Garibaldi. Menanyakan masalah kesehatan ayahnya, juga berbincang tentang bisnis keluarga.

Sempat membuat Rizky sedikit lega. Dan mengakhiri kecurigaan itu sampai pada titik sekarang. Diandra masuk ke dalam mobil, duduk dengan tenang sebelum akhirnya mobil mereka melaju perlahan.

"Paman itu memang keras kepala. Selalu membantah perkataan dokter Frans." Diandra tertawa ringan, mengingat semua kejadian siang tadi. Juga dengan cerita dokter Frans yang sedikit kewalahan untuk menasehati Garibaldi mengenai penyakitnya.

Rizky ikut tertawa, juga dengan perasaan lega untuk kecurigaannya pada Wanita itu juga ayahnya memang tidak terbukti.

"Oh iya.. setelah ini kau mau kemana?"

"Aku mau ke hotel. Kau bisa mengantarku?" Diandra berucap manja. Setidaknya itu yang Rizky rasakan. Suasana yang tadinya penuh dengan candaan keduanya kini menjadi hening.

"Memangnya kau ingin bertemu siapa di sana?"

Diandra tersenyum. Perlahan sampai pada akhirnya tangan itu bergerak lincah menggenggam paha Rizky. Beriringan dengan suaranya terdengar menggoda. "Aku ingin berkencan dengan mu, sebelum kau resmi menikahi wanita pilihanmu."









Tbc!

A Storm Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang