Mengenang masa lalu tidaklah buruk, meski begitu tidak ada yang boleh merusak masa depan hanya untuk berada di masa lalu. Syifa tau, tidak semua yang ia ingin kan bisa tercapai dan tidak semua kejujuran bisa di terima oleh orang-orang.
Syifa menghela nafas panjang, setelah cukup lama memandang foto laki-laki itu, ia pun kembali menyimpannya. Saat ini dia terlihat lebih baik, namun bukan berarti dia sudah melupakan semuanya.
Sejujurnya, ia masih sangat merindukan laki-laki itu, masih menginginkan jika Tuhan mempertemukannya dengan Leon lantas meminta maaf tanpa perlu air mata dan keegoisan di tengah-tengah kata maaf mereka. Ini tidak mungkin, tetapi Syifa masih berharap banyak pada takdirnya.
Tas kecil, dan koper pun sudah siap. Sekali lagi ia meliriknya, menyimpan foto Leon di dalam koper bersama dengan baju miliknya, ia pun beranjak dari meja rias milik Liora. Melangkah pelan sembari menarik koper itu bersamanya.
Ia sudah banyak merepotkan Liora, lantas hidup sendiri bukan kah lebih baik?
"Kau mau kemana?" Baru saja Syifa ingin pamit, tetapi wanita itu lebih dulu menghampiri ia ke kamarnya. Sementara Syifa ikut tersenyum, menumpuk tangannya di atas koper.
"Aku akan kembali ke rumah ibuku,"
"Tapi.. bukannya kau ingin disini lebih lama? Kau baru beberapa hari," Liora menerangkan. Jelas dengan kepergian Syifa yang mendadak membuat ia merasa itu kesalahannya.
"Apa kau tidak nyaman?"
"Bukan, aku justru nyaman disini. Kau sudah begitu baik merawat ku dan mendengarkan semua keluh kesah ku. Seharusnya aku tidak mengganggumu untuk waktu yang lama."
"Astaga Syifa. Kau bicara apa? Aku tidak pernah keberatan untuk semua tentang dirimu. Kau teman baikku, seharusnya memang itu yang aku lakukan untuk mu."
"Terimakasih, tapi ada hal yang harus aku selesaikan. Aku pikir, aku tidak seharusnya berdiam diri dan membiarkan masalah keluarga terus menerus kan, seharusnya aku bisa berada di rumah tanpa memikirkan ibu." Syifa mengucapkan semua, apa yang dirasakannya beberapa hari ini. Entah kedewasaan dari mana, namun setiap hari melihat foto Leon dan ibunya semakin membuat Syifa rindu akan rumah dan juga ibunya.
Mendengar itu Liora pun mengerti, lantas segera memeluk tubuh Syifa. Ia belum sempat memberi masukan pada wanita itu, namun siapa yang tidak mengenal Syifa, perempuan yang kuat dengan segala masalah yang di hadapinya. Mungkin beberapa hari yang lalu Syifa hanya butuh seseorang mendengarnya, lalu dengan begitu semua akan kembali baik-baik saja.
"Tapi sebelum itu, aku ingin memperkenalkan mu pada seseorang. Bisa kah kau tinggal sedikit lebih lama, sepupuku meminta ku untuk pergi ke galeri lukisan bersamanya, tapi aku tidak ingin pergi bertiga dengan temannya. Kau bisa kan, hari ini kita pergi dan setelah itu baru kau pulang ke rumah."
Galeri? Syifa punya kenangan buruk tentang lukisan. Namun melihat wajah Liora yang memohon Syifa hanya bisa mengangguk. Lagipula kebaikan Liora lebih dari ini, kenapa tidak untuk mengikuti permintaan wanita itu. "Tidak lama kan?"
"Tidak, yasudah kalau begitu kau bisa menyimpan koper mu dulu,"
Syifa menurut, lalu akhirnya mereka beranjak dari kamar untuk menuju ruang tamu.
***
Sepertinya takdir masih asik untuk menunjukkan kuasanya, Syifa masih harus mengingat seseorang yang berusaha ia lupakan. Semua lukisan-lukisan yang Leon jual di internet itu berada di galeri yang saat ini ia kunjungi.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Storm Of Love
FanfictionKecelakaan itu seakan mengantar Syifa dalam kekalutan hatinya. Pertemuan yang tanpa sengaja akhirnya menimbulkan perasaan suka pada sang korban.