30

91 13 6
                                    

Anggap saja Rizky bodoh, sudah percaya dengan semua omongan Garibaldi dan juga Diandra. Untuk beberapa saat ia pun tersadar, bahwa dua orang itu tidak akan pernah bisa menerima keputusan yang akan ia ambil.

Mendadak Rizky menghentikan kemudinya, lalu meminta pada wanita itu agar segera turun dari mobilnya. Alih-alih membawa mengantarkan wanita itu pulang ke rumah dulu, amarah Rizky kian tersulut melihat Diandra yang merasa tidak bersalah sama sekali. Entah kenapa justru wanita itu tersenyum ke arah Rizky. 

"Haduhh... Aku memang tidak pandai dalam berakting ya.." Diandra tertawa terbahak-bahak, yang mana membuat Rizky semakin terlihat bingung. Manakala tawanya semakin renyah, Diandra justru memukul-mukul lengan laki-laki itu untuk menetralisir tawanya agar sedikit mereda.

"Maksudnya?"

"Baiklah.. maafkan aku sudah membuat mu panik dan terlihat sangat marah. Aku hanya bercanda. Aku memang meminta mu untuk mengantarkan ku ke hotel, tapi aku ingin memperlihatkan sesuatu padamu." Sekali lagi, senyuman di wajah Diandra membuat Rizky menyimpan tanda tanya dalam benaknya, entah apa yang akan ia perbuat saat ini ketika dua pilihan terekam dalam otaknya juga. Apakah Diandra berbohong? Lalu, jika Ia bohong dalam bentuk seperti apa? Berbohong karna wanita itu bergurau atau berbohong karna sedang merencanakan sesuatu?

Rizky menghela nafas, memegang kemudi itu kembali. Niat menurunkan Diandra di jalan begitu saja akhirnya ia lupakan. Dan lantas kembali mengemudikan mobilnya perlahan, sesekali melihat wanita yang duduk di sampingnya itu melihat keluar jendela.

"Kalau aku boleh tau, apa yang ingin kau perlihatkan padaku?" Tanya Rizky.

"Sebelum itu, kau berencana kapan ingin melamar Syifa?" Diandra balik bertanya. Sorot matanya memang terlihat tenang, ketika Rizky menyadari situasi ini bukanlah hal yang mengancam, akhirnya Rizky kembali dengan perasaan sebelumnya. Meyakinkan diri sendiri bahwa Diandra tidak lagi terlihat sedang ingin menggodanya. "Sesegera mungkin," senyuman Rizky merekah, mengingat bagaimana ia sangat yakin untuk melamar wanita itu seperti yang ia rencanakan. Di sisi lain, Rizky juga tidak menyadari, bahwa ia sedang dalam pengawasan yang ketat. Dan perencanaan yang bisa saja berbalik merugikan dirinya. Lihat saja, Diandra yang tadinya terlihat santai kini justru terlihat sangat murka.

Semua bisa terlihat baik-baik saja di hadapan Rizky, namun lain jika sudah di belakang laki-laki itu. Diandra tidak bisa menyimpan amarahnya terlalu lama. Yang pada akhirnya membuat ia harus merubah karakter diri untuk waktu yang singkat.

"Ah, setelah kau menikah dengan Syifa, aku akan mencari pengganti dirimu, tahu?"

"Tentu saja, kau harus lakukan itu untukku. Hmm, bagaimana dengan Devan?" Tanya Rizky. "Sepertinya dia laki-laki yang baik, lagi pula Devan juga sangat menginginkan mu, bukan?" Rizky tersenyum. Sembari mengemudikan mobil, Rizky meminta agar Diandra menunjukkan arah untuk ke hotel tersebut.

"Bagaimana menurut mu?"

Diandra menghela nafas, yang seharusnya ia ingin melihat reaksi Rizky yang bisa saja tidak rela jika harus di lupakan olehnya begitu saja, tapi kenyataan Rizky malah menjodohkan ia dengan Devan. Sungguh! Ini sangat mengganggu perasaan wanita itu.

"Haruskah dia?" Diandra balik bertanya. "Tapi aku tidak ingin menyakiti perasaanya jika harus membuat Devan menjadi pelarian ku, kau tau kan Devan sahabat kita?" Diandra meyakinkan. Benar, hal itu justru membuat Rizky tersenyum. Sekali lagi sebelum akhirnya Diandra meminta Rizky untuk berfokus pada jalan. "Baiklah, mungkin lebih baik aku menyelesaikan kejutan yang ku buat untuk mu dulu," ucap Diandra menutup perbincangan mereka. Sementara itu Rizky masih sibuk mencari tempat parkir yang pas agar bisa segera turun dan beranjak ke kamar hotel seperti keinginan Diandra.

***

Setelah masuk ke kamar hotel itu, Rizky di kejutkan dengan sebuah lukisan. Rizky terperangah melihat satu lukisan yang dulu ia buat lalu di jual ke internet kini berada di tempat Diandra. Yang mana lukisan itu adalah sketsa wajah Diandra sendiri. Rizky mengingat kejadian itu. Di mana hari itu, ia menjual sketsa wajah Diandra untuk melupakan masa lalunya.

"Bagaimana menurut mu?"

Rizky mengalihkan pandangannya dari lukisan itu, lalu beralih menatap Diandra. Ia sama sekali tidak mengerti kenapa wanita itu justru membawanya melihat lukisannya sendiri.

"Seseorang menjualnya di internet, dan kebetulan aku yang membelinya. Kau tau? Pertama aku melihat lukisan ini aku sangat yakin jika sketsa wajah pada lukisan itu adalah sketsa wajah milikku. Seseorang melukisnya dengan sangat rapi."

Rizky terdiam. Jika mendengar penuturan Diandra memang tidak ada yang salah. Tapi..

"Hari dimana kau juga menghilang pada waktu itu, dan aku melihat lukisan ini aku benar-benar yakin bahwa kau masih ada di sekitar ku. Meskipun seseorang yang menjualnya jelas bukan kau orangnya, jelas saja. Namanya sangat berbeda dengan mu." Tutur Diandra. Sembari melihat raut wajah Rizky, Diandra berharap Rizky akan mengakui bahwa lukisan itu memang miliknya.

"Kenapa kau membelinya? Apa benar kau tidak tau pemilik lukisan itu?"

"Aku tidak tau orangnya. Tapi hari itu, hari dimana aku masih mencari mu. Aku menemukan ini, sedikit mengobati rasa rinduku."

"Kau ini, aku bahkan sudah membuat lukisan dirimu, ingat? Lalu kenapa kau membeli sesuatu yang tidak jelas hanya karna kau mengingatku?" R izky menunjuk lukisan tersebut, lalu kembali melihat arah Diandra.

"Kau juga tidak akan kehilangan diriku sekarang, aku bersama mu. Kau juga akan mengantarkan aku menjemput jodohku." Rizky berucap pelan ke arah Diandra. Sementara itu, untuk saat ini Diandra hanya bisa menahan amarahnya. Kejutan yang di berikan untuk Rizky nyatanya gagal membuat laki-laki melihat ke arah dirinya.

Sial!!! Umpat Diandra.

***

Pagi ini Syifa terbangun, menyadari sinar mentari sudah menyelinap masuk ke celah-celah jendela kamar. Syifa meregangkan otot lalu ia pun duduk. Melihat sekitar, untuk memastikan ponsel itu tidak berdering lagi.

Satu hal yang membuat wanita itu berhenti, ketika melihat buket bunga mawar juga secarik kertas di atas meja riasnya. Pertanyaan muncul dalam benaknya, Syifa akhirnya berhenti mencari ponsel lantas beralih meraih buket bunga tersebut, mencium  aromanya, lalu mengambil surat yang terapit di dalam bunga itu.

'ah maafkan aku. Dan selamat pagi. Beberapa hari ini aku tidak mengabari wanita ku, apakah sekarang dia marah? Bahkan telfon ku tidak di jawab sejak tadi malam. oh ya, setelah kau membaca pesan ini, aku berharap kita akan bertemu, malam ini. Aku ingin mengajak mu ke suatu tempat.' Rizky.

Senyuman Syifa merekah, ia pun akhirnya kembali menaruh bunga tersebut lalu mencari ponsel. Setelah mendapatkannya, Syifa mengecek beberapa panggilan dari Rizky memang di abaikannya. Tapi ia tidak menyadari sejak kapan laki-laki menelfon dirinya.

Syifa mencari kontak Rizky lalu berniat mengirim pesan singkat padanya. 'terimakasih buket bunganya sangat indah, maafkan aku karna tidak tau kau menelfonku.' Syifa mengirimkan teks tersebut. Hari ini seperti mendapat kejutan yang sangat besar, tak hentinya Syifa memperhatikan buket bunga tersebut. Sampai akhirnya, ia kembali membaringkan tubuhnya di ranjang menggoyangkan kedua kakinya bergantian dengan perasaan yang tidak sabar untuk menanti malam ini.





TBC!

Hay, selamat malam. Sudah lama enggak up cerita ini. Lalu apakah masih ada yang membacanya? Hehehe silahkan tinggalkan komen dan lovenya. Biar author semangat melanjutkannya. ❤️😘

A Storm Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang