23

259 45 9
                                    

Kegelisahan itu jelas membuat Syifa semakin tak nyaman berada di tempat itu. Beberapa kali ia berusaha mengabaikan kata hatinya untuk segera pergi, namun yang terjadi Syifa semakin kalut. Rasanya sudah cukup lama menunggu untuk apa yang mereka bicarakan. Dan sekarang ia tak dapat membendung perasaannya yang semakin menginginkan hari ini cepat berlalu.

"Sebaiknya aku pulang saja," Syifa beranjak dari tempat duduk itu, lalu dengan cepat tangannya meraih tas mini yang ia bawa bersamanya. Tetapi secepat itu pula Devan mencegah langkah Syifa lalu meminta agar wanita itu tetap bersamanya.

"Aku tidak ingin kau menjadi buruk di mata Rizky, tinggallah sebentar." Devan berkata dengan penuh ketenangan yang mana membuat Syifa akhirnya memutuskan untuk kembali duduk meski ia tak setenang Devan menunggu.

"Kau jangan memikirkan hal yang tidak-tidak pada Rizky,"

"Apa yang kau bicarakan?"

"Aku tau apa yang kau pikirkan tentangnya." Devan membalas ucapannya untuk sekedar menebak semua isi kepala Syifa. Kali ini laki-laki itu meminta Syifa agar mencicipi beberapa jenis sajian yang ada di atas meja, demi membunuh kebosanan atau ketegangan yang sedang Syifa alami sekarang.

"Diandra tidak akan bisa menjadi bagian dari Rizky, hanya kau yang akan memiliki perasaannya,"

Syifa terdiam cukup lama. Bahkan ia berhenti mengunyah sesuatu yang ada dalam mulutnya. pernyataan Devan barusan jelas membuat Syifa takut, takut di nilai kurang baik oleh laki-laki itu sendiri.

"Aku tidak bermaksud menghancurkan persahabatan kalian!" Syifa menegaskan. Ia yakin bahwa Devan sudah salah dalam menilai kehadirannya.

"Aku tau, kau orang yang baik. Rizky tidak akan bisa jatuh cinta begitu saja pada wanita manapun, dan itu yang membuat aku percaya bahwa sekeras apapun Diandra mendekatinya, ia tidak akan mendapat hati laki-laki itu. Kau sudah lebih dulu mengisi kekosongannya." Devan sangat yakin akan opininya sendiri. Tangannya menggenggam kuat sendok dan garpu itu, seakan menyampaikan pada alam bahwa ia sedang menunggu Diandra agar menyelesaikan perasaannya pada laki-laki itu segera.

-

"Aku tidak yakin Syifa adalah wanita yang bisa menjadi teman hidup mu selamanya. Kau bahkan baru mengenal dia, kau belum bisa memastikan semua hal tentang hidup dia yang seperti apa."

Kalimat itu terdengar bukanlah sebuah saran, namun Rizky tidak yakin dengan semua ucapan Diandra. Meski begitu, Rizky hanya bisa tersenyum mendengar penuturan Diandra tentang Syifa. Diandra  belum mengenal  Syifa, bukan berarti Syifa adalah orang yang jahat.

Kedua tangan laki-laki itu terangkat dan mengarah ke pundak Diandra. Kali ini Rizky hanya bisa memberi sebuah pengertian pada Diandra untuk semua yang ia tidak pahami.

"Mungkin memang kau benar, aku belum mengenal dia sepenuhnya. Tapi, beberapa bulan lalu aku sudah mencoba untuk melupakan sosoknya. Kenyatannya, Syifa masih berhasil menguasai tempat di hatiku meski dia tidak berada disisi ku waktu itu." Rizky mencoba memberi pengertian pada wanita itu, berharap semuanya akan ikut mendukung keputusannya yang akan segera menikahi wanita pilihannya.

Tapi, seolah menjadi tamparan keras bagi Rizky ketika Diandra menghempaskan kedua tangan laki-laki itu dengan perasaan marah. Semua kesabaran itu kini menghilang, berganti menjadi sosok Diandra yang menakutkan. "Berhenti bertindak bodoh!" Teriak Diandra.

Rizky terpaku melihat reaksi Diandra yang tidak pernah ia duga. Terlihat wanita itu yang terus memegangi kepalanya, sesekali menarik rambutnya sendiri lalu berteriak keras. Kali ini keduanya menjadi pusat perhatian, bahkan beberapa dari mereka menatap Rizky dengan penuh tuduhan dari mata mereka masing-masing.

"Diandra, kau kenapa?"

"Diam! Aku tidak akan bisa terus menerus menerima semua perlakuan mu yang seolah tidak mengerti perasaanku!"

"Diandra.."

Mendadak wanita itu beralih menatap Rizky untuk beberapa saat dan segera memeluk tubuh Rizky, semakin membuat keadaan tak terkendali.

"Ku mohon Rizky, jangan lagi kau menyebut wanita manapun. Aku hanya ingin kau menyebutku saja, menjadikan ku satu-satunya wanita yang mendampingi mu sampai kapanpun." Suara Diandra kian merendah, beriringan dengan pelukannya yang melonggar.

Ya. Kalimat itu cukup membuat Rizky mengerti, jika baru saja Diandra mengutarakan isi hatinya padanya. Dan kali ini ia tidak bisa berbuat apa-apa, mendadak pengakuan Diandra memutar kembali memori tentang kehidupan mereka dulu. Lalu, bagaimana mungkin harus menerima perasaan wanita itu di saat Rizky sudah  menemukan Syifa yang amat sangat ia cintai.

Rizky paham bagaimana posisi itu sungguh tidak menguntungkan bagi Diandra, tapi apapun yang terjadi hanya ucapan maaf dan terimakasih yang bisa Rizky berikan pada Diandra kali ini. Jelas, karna ia tidak pernah menganggap Diandra lebih dari seorang sahabat baginya.

"Tidak!"

Diandra menggeleng beriring dengan air mata wanita itu kian membuncah, tidak ada yang bisa di lakukannya selain memohon agar Rizky tidak menolaknya. Perasaan itu sudah mendarah daging lantas tak mungkin untuk Diandra melepaskan Rizky begitu saja.

"Diandra, kau memang bisa menjadi sahabat yang paling baik dalam hidup ku, tapi kau bukan wanita yang aku cintai. Ada orang lain di hatiku, dan kau tau dia siapa?" Rizky yang masih meyakinkan wanita itu pun tak bisa membuat banyak akan perasaan Diandra, bahkan kali ini ia terlihat menegaskan agar Diandra tidak lagi membuat suasana semakin tak nyaman bagi mereka.

"Rizky,-"

"Maaf Diandra, aku tidak akan bisa melepaskan Syifa lagi. Aku tidak akan mau kehilangan wanita itu,"

Tak ada yang bisa wanita itu perbuat, mendadak ia segera memajukan wajahnya lalu mengecup bibir Rizky meski hanya beberapa detik, karna laki-laki itulah yang segera melepaskan wajahnya dari hadapan Diandra. Rahangnya mengeras, menatap Diandra penuh amarah.

"Diandra! Kau..."

Prank...

Pecahan gelas itu mengalihkan pandangan Diandra dan Rizky. Degub jantung Rizky kini berdetak dua kali lebih cepat, wajahnya pasi ketika tau orang yang sudah memecahkan gelas adalah Syifa berdiri berdampingan dengan Devan yang mengekor ke wanita itu.

"Syif-" tak ada yang bisa menghentikan langkah kaki Rizky sekarang, sekuat tenaga Diandra menahan lengan laki-laki itu yang ada membuat Diandra tersungkur ke lantai. Diandra hanya bisa berteriak memanggil nama Rizky yang tidak akan berbalik padanya.

-

Tuhan!!

Sungguh Syifa hanya akan menghilang dari hadapan mereka, tentu pemandangan tadi bukanlah hal yang baik untuk hubungan yang baru mereka jalani.

Air matanya kian berlinang, beriringan dengan kedua kakinya yang semakin sakit karna terus berlari menjauh dari Rizky yang masih mengejarnya.

"Aku mohon Syifa! Berhenti! Aku akan menjelaskan semuanya padamu." Rizky terengah-engah, tak bisa mengimbangi ucapan dan juga tindakannya, membuat ia semakin kehilangan tenaga untuk mengejar Syifa yang makin melesat jauh dari pandangannya.

Beberapa kali Syifa berbalik, kali ini biarlah ia mengistirahatkan diri. Syifa terduduk di tepi jalan, gaunnya yang putih kini terlihat mengusam akibat debu jalan. Wanita itu tidak  lagi peduli apapun.

Jelas. Syifa tau semua kejadian itu, meski Rizky tidak menjelaskan apapun. Namun, Syifa merasa kehadirannya hanya akan membuat persahabatan mereka hancur. Diandra berhak untuk mendapatkan cinta laki-laki itu, mereka berhak merasa saling mencintai.

Sementara itu, Syifa hanya akan pergi untuk melupakan cinta yang baru ia mulai.

Benar! Rizky hanya tidak cocok dengannya.






TBC!

Yuk, yang masih sayang cerita ini, kasih like dan komentarnya ya. Biar makin semangat dong buat lanjut hehe.. selamat tidur, semoga kalian semua mimpi indah. 

A Storm Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang