4

212 32 7
                                    

"dulunya, apa kita sepasang kekasih?"

Deg! Detak jantung Syifa seakan memompa dua kali, pertanyaan itu lagi-lagi menjebak dirinya. Bagaimana mungkin sampai Leon berpikir tentang hubungan mereka yang lalu, meski bisa saja itu terjadi rasanya lelaki itu belum harus tau dirinya dan Syifa seperti apa dulu.

Nyatanya mereka bukan lah orang yang saling kenal, mereka bukan dua orang kekasih. Bahkan mereka tidak mengetahui kehidupan masing-masing.

Namun raut wajah Leon sangat datar, tidak menampilkan jika ia sedang menguji dirinya. Ia murni mempertanyakan hubungan mereka. Lalu, apakah harus berbohong lagi? Tapi apa untungnya jika berbohong?

Syifa tampak ragu, sebelum akhirnya ia mengangguk.

Ya. dia kembali berbohong.

Anggukan itu perlahan membuat senyuman terbit dari wajah Leon, pantas saja wanita yang di hadapannya sangat excited menunggunya tersadar di rumah sakit itu.

Leon melangkah mendekat ke arah Syifa, lalu tanpa ragu ia malah memeluk wanita itu. Berharap ia cepat pulih dengan kondisinya seperti semula. Namun dengan waktu yang bersamaan pula kesedihan di wajah Leon terpampang nyata. Syifa jelas bingung menyaksikan perubahan sikap Leon, ia tidak mengerti dengan apa yang sedang Leon rasakan sekarang.

"Bantu aku untuk mengingat semuanya, maaf karna sudah melupakan mu dan melupakan momen yang mungkin sangat indah untuk kita kenang dulu," Leon mengusap puncak kepala wanita itu, lalu membenamkan wajah Syifa ke dada bidang miliknya. Ia hanya bisa melakukan semuanya, penuturan Syifa sudah sangat jelas, dan tidak ada yang perlu Leon khawatirkan lagi.

Sementara Syifa. Ia menjadi semakin tak terkendali, pertanyaan Leon terus saja menciptakan kebohongan dari mulutnya. Tapi, Syifa punya alasan untuk yang satu itu. Kenapa harus berbohong?

Iya. Syifa berbohong. Untuk menutupi kebohongan yang lalu, bagaimana mungkin Syifa membuat pengakuan hanya dua orang teman, sementara ia sudah menyiapkan rumah untuk mereka tinggali? Dua orang teman yang satu atap, rasanya mustahil.

Syifa kembali tersadar, wanita itu menggeser tubuh Leon lantas dengan cepat mengalihkan pandangan matanya ke arah lain. Rasanya kurang pas untuk menerima pelukan dari orang baru. Syifa tidak mungkin terus menerima perlakuan Leon padanya hanya untuk menutupi seluruh kebohongannya.

"A.aku akan menyiapkan makan malam untuk kita, kau jangan kemana-mana," kegugupan Syifa yang akhirnya membuat ia tidak lagi bisa menatap wajah Leon, membuat lelaki itu terdiam. Lelaki itu hanya memperhatikan Syifa mengambil jaket dan berjalan ke arah pintu dengan langkahnya yang sedikit lebih cepat.

***

"Aku butuh uang!" Syifa tidak mampu untuk berbasa-basi pada orang yang sedang berdiri di hadapannya, jelas dengan mengontrak satu rumah dan membayar biaya rumah sakit yang amat besar membuat Syifa harus kembali ke rumah itu. meminta uang pada seorang ibu bukanlah suatu hal yang tabu yang di lakukan anak, namun dengan cara-cara yang baik. Syifa bahkan tidak tertarik untuk itu. Ia tau apa yang akan keluar dari mulut ibunya,

"Aku benar-benar butuh uang itu, apa ibu bersedia memberikan uang yang aku minta? Jika iya, aku akan menunggunya jika tidak..."

"Duduklah dulu sayang, apa kau tidak ingin menanyakan kabar ibumu dulu? Ibu akan memberikannya, walau kau tidak meminta." Syifa sedikit berbalik, melihat ibunya sesaat lalu kembali mengambil pandangannya dan membuangnya ke tempat lain.

"Ibu terlihat sehat," jawab Syifa datar. Ucapan yang akhirnya membuat ibunya sendiri terdiam, cukup mengesankan. Wanita paru baya itu tampak menarik napas dalam sebelum akhirnya mengambil tas mencari sesuatu di dalam sana.

A Storm Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang