"Kamu siapa?" tanya Chan sekali lagi.
Cerah, cuaca hari ini begitu cerah. Tapi sepertinya hanya Arin yang terlihat dikerumuni awan gelap yang siap membawa badai dan memporak-porandakan perasannya.
Arin terdiam, dia kaget bukan main. Bahkan sampai ketika Chan terlihat mengisyarakat sang perawat untuk membawanya pergi, Arin masih mematung lemas.
"Segera temui Dokter Moon, Nona Arin," bisik sang perawat sebelum mendorong kursi roda yang ditumpangi Chan menjauh dari sana.
Perlahan Arin berbalik, menatap kepergian Chan yang semakin jauh dari pandangannya itu dengan perasaan hancur. Tak ada lagi yang bisa mendefinisikan kesedihan yang Arin rasakan. Semua emosi marah, kecewa, dan penyesalan berkecamuk dalam dada hingga menimbulkan sensasi sesak tak tertahankan.
Tak ingin membuang waktu untuk menangis sia-sia, Arin lantas bergegas mencari Moon Il Beom. Hendak meminta penjelasan apa yang sebenarnya terjadi pada Chan, sampai-sampai suaminya itu tidak bisa mengingat Arin.
Kebetulan seseorang yang hendak ditemuinya sedang berada di ruangan. Kejutan lain bertambah ketika kedua netranya menemukan Minyoung yang turut hadir disana. Keduanya menoleh bersamaan begitu melihat kedatangan Arin.
"Kamu datang diwaktu yang tepat. Silahkan duduk," pinta Il Beom. Tentu saja dia tau maksud kedatangan Arin kemari. Tergambar jelas dari ekspresinya yang terkejut bercampur bingung.
Arin melangkah masuk, lalu duduk di sebelah Minyoung yang menatapnya cemas. Dia bahkan tak bisa berkata apa-apa ketika putrinya sudah berada disini.
"Kemarin sore, pasien secara mengejutkan menunjukan pergerakan pada jemari. Disusul pada malam harinya, pasien terbangun setelah kurang lebih selama tiga hari tidak sadarkan diri," bahkan sebelum Arin sempat buka suara, Il Beom sudah lebih dulu menjelaskan. Seolah tau isi pikiran dan apa yang hendak Arin tanyakan.
"Organ vital seperti jantung, hati, ginjal, dan paru-paru dalam kondisi baik saat sadar. Beruntung sampai saat ini tidak ada penurunan fungsi gerak yang fatal karena pasien masih sanggup untuk duduk hingga berjalan dengan bantuan perawat. Tapi seperti yang sudah saya beri tau sebelumnya, Chan kemungkinan mengalami perubahan kemampuan kognisi secara perlahan. Dia bisa saja kehilangan ingatannya dalam waktu tertentu."
Rasanya Arin tidak lagi terkejut mendengar kabar buruk seperti ini. Dia biasa dipermainkan semesta yang senang sekali melucu dengan kehidupannya. Jadi setelah mendengar penjelasan Il Beom, tak ada lagi yang bisa dia lakukan selain menerimanya, bukan? Meski dia sudah lelah dengan semua ini pun, takdir tetap akan mengujinya dan takkan pernah bisa membiarkan Arin menghindar apalagi menolak.
"Arin, sebenarnya Mama mau menghubungimu waktu Chan sadar," Arin menoleh ketika perempuan itu tiba-tiba meraih tangannya, "tapi ternyata keadaannya seperti ini. Chan bahkan nggak ingat sama Mama dan Mama jadi takut untuk menghubungimu."
Ketika segala emosi yang dirasakan Arin sudah menggunung seperti sekarang, dia justru tidak bisa melakukan apapun selain menutupinya dengan sebuah senyum. Dia marah, tapi tak lagi memiliki tenaga untuk melampiaskannya. Dia juga sedih, namun air matanya telah terkuras banyak. Dia terlalu lelah, namun tak bisa menyerah.
"Nggak apa, Ma," Arin mendesah pelan, lalu sekuat tenaga menarik sudut bibirnya guna membentuk senyum.
Setelah penjelasan panjang lebar dari Il Beom, Arin memutuskan berpamitan. Secepat mungkin menuju taman belakang rumah sakit untuk mencari udara segar. Di dalam ruangan terasa sesak seperti kehilangan pasokan oksigen.
"Lagi-lagi seperti ini..."
00
Sejak semalam, Chan merasa aneh. Selain karena tersadar dalam keadaan terpasang alat medis, dia juga seperti melupakan sesuatu. Chan tak yakin apa yang dia lupakan. Sekuat apapun dia mencoba mengingat, hasilnya tetap nihil.
KAMU SEDANG MEMBACA
gloomy moon • bang chan
Fanfiction"Andai aku bisa lebih menghargai waktu." [skracha] (Bang Chan x OC) Highest Rank #3 in Stay 15/10/2020 #2 in StrayKids 3/05/2021 #4 in Chan 24/01/2021 Start - 23.06.2020 End - 20.01.2021