🌙 eight

4.6K 1K 581
                                    

Hayo yang baca, jangan lupa tinggalkan komen dan vote! Wajib!! Mwah😘









00

Sepanjang malam, tangis Arin tak henti-hentinya membasahi bantal yang digunakannya untuk menutupi wajah. Dia terlalu lelah dengan semua kehidupan yang dirasa tidak adil, sampai membuatnya mau tak mau menumpahkan segala kekecewaannya melalui tangis. Dia tak memedulikan panggilan orang tuanya semalam dan memilih menguras air matanya sampai kering tak bersisa.

"Sialan, bengkak," keluh sambil mengumpat Arin saat memandangi wajahnya melalui pantulan cermin.

Yah, menangis semalaman tentu memberi dampak pada mata dan wajahnya yang membengkak. Karena masalah itu pula ia memutuskan tak berangkat ke kantor dengan alasan tak enak badan.

Suasana rumah begitu hening. Dia tak mendengar ada suara peraduan alat masak di dapur yang biasanya terdengar sampai kamar. Untuk itu Arin memberanikan diri keluar untuk memeriksa apakah Chan sudah berangkat kerja atau masih berada di rumah.

Sebuah catatan kecil yang ditempel pada kulkas adalah satu-satunya petunjuk yang memberi tau keberadaan Chan, kalau ternyata laki-laki itu memang tidak berada di rumah sejak semalam.

Aku tau kamu butuh sendiri, jadi aku pergi malam ini sampai besok. Kalau lapar, makanan semalam kamu hangatin aja pakai microwave. Ada roti juga di kulkas. Jangan nangis lagi.

– Bang Chan

Arin meletakkan kembali catatan bertuliskan tangan Chan itu ke pintu kulkas. Baguslah kalau dia pergi. Toh Arin memang sudah muak melihat wajah Chan saat ini. Sikap kedua orang tuanya selalu membela Chan membuat Arin semakin membenci laki-laki itu.

Tangannya kemudian bergerak membuka kulkas, lalu memanaskan sup dan daging cincang untuk mengisi perutnya pagi ini.



00

Hyunjin sedang melakukan patroli keliling ruangan pasien kala seorang perawat mengabari bahwa dirinya kedatangan tamu spesial.

Setelah mendengar kabar kalau Chan tengah menunggu di ruangannya, Hyunjin langsung berlari. Pikirnya, Chan sudah membuat keputusan untuk melaksanakan prosedur pengobatan. Tapi yang diterimanya hari ini justru kabar buruk yang tak pernah ingin Hyunjin dengar sebagai seorang dokter sekaligus sahabatnya. Yakni ketika si pasien memutuskan untuk tidak menjalankan pengobatan.

"Aku nggak salah dengar, Chan?" Hyunjin masih tak percaya dengan ucapan teman dekatnya itu, "kenapa? Kenapa kamu nggak mau?"

Sejak dia mulai berbicara, belum pernah Chan mengangkat kepalanya untuk menatap Hyunjin. Rasanya tak berdaya dan ia putus asa sampai tak memiliki kekuatan untuk melihat kedua mata Hyunjin secara langsung.

"Dulu aku pikir, bakal bangga banget kalau aku bertahan hidup dan menunjukkan kepada orang tuaku, aku adalah orang yang kuat," Chan menarik napas dalam-dalam, "tapi sekarang aku berpikir lebih baik aku bertemu kedua orang tuaku. Dunia dan manusia di dalamnya semakin kejam."

Hyunjin bisa mendengar dengan jelas keputus-asaan dari nada bicara Chan. Hal itu juga yang membuat hatinya serasa tersayat. Tidak hanya sebagai dokter, tapi sebagai teman baik pun Hyunjin tak kuasa melihat Chan menyerah seperti ini.

"Kamu sudah menikah, Chan. Memangnya kamu siap meninggalkan istri kamu?"

Mendengar pertanyaan itu, Chan justru tersenyum miring. "Justru karena istri aku nggak menginginkan aku ada di dunia ini, Hyunjin. Lebih baik aku mati, kan?"

gloomy moon • bang chanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang