🌙 seven

4.8K 1K 406
                                    

Arin kok galak banget ya? :(










00

Sewaktu menunggu sup yang dimasaknya mendidih, Chan mendengar suara pintu kamar terbuka. Jarak dapur dan kamar tidak terlalu jauh, sehingga memungkinkan Chan mendengar derap langkah si penghuni keluar dari ruangannya.

Semalam, Chan ingat kalau Arin sehabis mengkonsumsi alkohol. Jadi dia sengaja bangun lebih pagi untuk memasak sup ayam guna meredam mabuk yang dirasakan Arin.

Namun diluar dugaan Chan, ternyata Arin tidak mau mengkonsumsinya. Jangankan mencicip sup yang kini sudah Chan taruh di meja makan, melirik dapur saja dia enggan.

Arin melintasi ruang makan tanpa peduli dengan panggilan Chan yang sudah memintanya untuk lebih dulu sarapan. Namun pemilik nama hanya menganggap suara Chan hanyalah sebatas angin lewat. Dia tak peduli dan memutuskan untuk lanjut mengenakan jasnya sebelum melenggang keluar rumah untuk berangkat ke kantor. Meninggalkan Chan seorang, yang kini masih diam ditempatnya dengan sup ayam di meja makan.

Siapa yang tidak marah kalau usahanya disia-siakan? Hal itu yang sedang dialami Chan saat ini. Dia menarik napasnya dalam-dalam demi meredam emosi kala tangannya sudah mengepal bersiap untuk memukul meja di depannya.

"Sampai kapan kamu mau begini Arin?" keluhnya dengan suara yang nyaris seperti bisikan.

Tiga bulan lebih Chan menghadapi Arin yang keras kepala, kasar, dan bahkan tak pernah menghargainya. Kalau Arin lupa, Chan juga manusia. Dia punya perasaan dan batas kesabarannya sendiri.

Setiap harinya Arin selalu menancapkan paku diatas luka, seolah-olah Chan tak pernah merasakan kesakitan.

Sesampainya Arin di halte, dia tak langsung menuju kantor. Arin melipir untuk mampir disebuah minimarket. Mencari minuman hangat yang mampu menetralisir rasa mabuk dan mual yang dihadapinnya pagi ini. Ditemani dengan sebungkus roti coklat juga, Arin duduk di depan minimarket sambil menikmati teh hangatnya.

Pikirannya sibuk melupakan insiden pertengakarannya semalam sampai aksi mengabaikan Chan pagi ini. Kalau Arin pikir-pikir, setelah bertengkar, Chan selalu bersikap sok baik seolah-olah tak terjadi apapun. Dia pikir akan semudah itu Arin luluh dan melupakan masalah mereka? Jangan mimpi.

"Yoon Arin?"

Pemilik nama tersebut terlonjak kaget sampai nyaris menjatuhkan rotinya. Mengejutkan Arin disaat dirinya sedang dalam banyak pikiran adalah hal yang tidak disukainya. Tapi begitu melihat sosok yang memanggilnya adalah atasannya sendiri, Chungho, Arin menendang jauh-jauh rasa kesalnya dengan memberi salam hormat dan sopan kepada laki-laki itu.

"Selamat pagi, Pak," Arin bangkit, lalu menarik kursi kosong disebelahnya untuk diduduki Chungho, "silahkan duduk, Pak."

"Kamu ngapain disini? Sering kemari?" Chungho duduk di kursi tersebut, lalu tangannya bergerak membuka bungkus roti bermerek sama dengan yang Arin beli.

Arin menggeleng pelan. "Sering lihat minimarket ini, tapi baru pertama kali datang. Bapak sendiri sering kesini?"

Chungho menggigit rotinya, lalu mengangguk membenarkan. "Saya nggak masak sarapan di rumah. Jadi saya sering kemari buat beli sarapan sebelum ke kantor."

Mendengar penjelasan Chungho, membuat Arin kaget tak percaya. Dia pikir segala kebutuhan direktur yang terlihat mempesona dengan jas hitamnya pagi ini, terpenuhi dengan lengkap termasuk hal-hal kecil seperti disediakan sarapan sebelum berangkat kerja.

"Memangnya istri Bapak nggak masakin sarapan?" tanya Arin hati-hati, mengingat pertanyaannya kali ini cukup menyinggung kehidupan pribadi sang direktur. Kalaupun Chungho tak menjawab, Arin tak masalah dan tak akan bertanya lebih jauh dengan mengalihkan pembicaraan.

gloomy moon • bang chanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang