🌙 fourteen

5.8K 1.1K 749
                                    

Hai. Siapapun yang membantu merekomendasi cerita gloomy moon (dan cerita aku lainnya) ke orang lain, terima kasih banyak ya! I don't even know how to react this but I am really shocked and thankful at the same time. I'll work harder, thank you soooo much guys! Love you all~

Btw temen-temen, aku nulis dua chapter ini (13 dan 14), lebih banyak dari biasanya. Sekitar 3500 kata lebih. Jadi tolong bilang ya kalau kepanjangan, jujur aja karena aku nggak bakal marah!😘

Bener deh, kalau bosen bilang ya, soalnya terkadang aku heran kok ada yang bacanya cepet banget (tiba-tiba udah komen di akhir) padahal aku baru publish gitu. Bosan kah, atau nggak seru kah, atau terlalu panjang kah... Okeeyy?

Silahkan vote dan komen jika kamu suka cerita ini😘





























•••

Sudah seperti mati rasa, semalam Arin tidak merasakan apa-apa pada luka di kakinya. Tapi begitu ia membuka mata di pagi hari dan hendak mengambil minum, barulah Arin merasakan sakit yang luar biasa. Dia melangkah dengan tumitnya, bahkan sampai terpaksa merangkak untuk mengambil kotak P3K yang ada di dapur.

"Besok kayaknya aku nggak bisa kerja, jadi aku titip beberapa dokumen buat di kumpulin ke ketua divisi tetangga ya. Terakhir kali dia minta salinan presentasi produk, tapi belum sempat aku kasih karena lupa," terang Arin mengabari kepada penelpon diseberang sana, Yiseul. Tangannya sibuk membuka perban, hendak mengganti dengan yang baru. Sepertinya, luka goresan semalam masih terlalu basah untuk dipakai berjalan hingga akhirnya berujung mengeluarkan darah lagi.

"Eh?" Yiseul tampak kaget, pagi-pagi dia sudah mendengar kabar seperti ini, "kamu sakit? Dirawat? Sakit apa? Tolong cepat katakan, Arin!"

Arin menjepit ponselnya diantara bahu dan telinga, dia tertawa pelan mendengar Yiseul sepanik itu.

"Aku nggak sengaja nginjek beling, jadi nggak bisa jalan. Tapi nggak apa-apa kok, paling dua hari sembuh," balas Arin, walau sebenarnya ia tak yakin luka sebanyak ini akan sembuh dalam kurun waktu dua hari.

"Astaga? Bagaimana bisa sih kamu nginjek beling? Mau atraksi apa gimana sih? Heran sama manusia jaman sekarang," cibir Yiseul, rasa khawatirnya berubah jadi omelan.

Ternyata, mengganti perban sambil menelpon cukup merepotkan. Arin harus membersihkan sisa darah pada luka terlebih dahulu sebelum mengoleskan salep, tapi bahu sebelah kanannya sibuk menahan ponsel yang ada ditelinga.

"Panjang ceritanya. Udah jangan ngomel-ngomel kalau nggak ada niatan jenguk! Aku tutup nih ya! Bye~" bahkan disaat Yiseul belum sempat membalas, Arin sudah memutus panggilan.

Dengan asal dia melempar benda serba pintar itu keatas meja makan, lalu kembali fokus dengan luka pada telapak kakinya yang tampak mengerikan untuk dilihat. Kalau begini, bagaimana dia memakai sepatu? Sisa luka besetan kecil sepanjang pergelangan kaki hingga betis juga merusak keindahan kulitnya yang putih.

Disaat Arin tengah mengobati luka, tiba-tiba saja kilasan tentang kejadian semalam kembali berputar diruang pikirannya. Dia teringat bagaimana Chan membantunya dengan sabar dan telaten meski Arin sempat menolak. Otaknya juga kembali memutar ulang pada bagian disaat dia menyaksikan secara langsung seorang Bang Chan yang menjatuhkan air mata. Pemandangan yang baru pertama kali dia lihat selama pernikahan mereka, yaitu ketika Chan menangis.

Arin menggigit bibir. Sewaktu kuliah, dia ingat seorang temannya pernah berkata kalau laki-laki penyabar sudah menangis, itu tandanya dia terlampau sakit karena terluka. Ingatan tersebut lantas membuat Arin menoleh, menatap pintu kamar Chan yang setengah terbuka sambil menelan ludah kuat-kuat.

gloomy moon • bang chanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang