🌙 twenty six

5.8K 974 593
                                    

Setelah melewati badai topan lautan kehidupan, akhirnya pasangan ini sampai dipesisir pantai untuk menikmati waktu beristirahat mereka. Meski tidak tau bencana apa lagi yang akan menghadang mereka dimasa yang akan datang, paling tidak mereka memiliki kesempatan untuk menyiapkan diri kali ini.

Pengobatan Chan sejauh ini berjalan dengan baik. Minggu depan adalah sesi terakhir untuk program radioterapinya. Hyunjin juga menambahkan kalau selama dan setelah terapi radiasi ini, Chan tetap harus melakukan kemoterapi demi menghambat pertumbuhan dan penyebaran sel-sel tumor yang tersisa selama empat sampai lima bulan ke depan.

Setiap kali Chan datang ke rumah sakit untuk mengikuti terapi dan melakukan kemo, tentu saja Arin tidak pernah absen untuk menemani sang suami. Lagipula dia sudah janji pada Chan serta dirinya sendiri akan menjaga dan berjuang bersama demi kesembuhan Chan. Dari dalam lubuk hatinya yang paling dalam, Arin menginginkan waktunya dihabiskan bersama Chan seorang. Untuk itu dia mau suaminya sembuh, bagaimanapun caranya.

"Oh? Kakak lagi!" Chan dan Arin yang semula sedang berbincang, tiba-tiba menoleh kearah pintu, dimana seorang bocah menunjuk mereka dengan wajah sumringah.

"Hai Luna, kita ketemu lagi," sapa Chan yang langsung menyambut pelukan bocah itu menggunakan sebelah tangan, karena tangannya yang lain masih terpasang infus obat kemoterapi.

Namanya Im Luna, bocah berusia delapan tahun. Dia juga pasien di rumah sakit ini dan rutin datang untuk melakukan kemoterapi. Sejak satu tahun yang lalu, dia diagnosis mengidap leukimia.

Minggu lalu Chan dan Luna datang bersamaan ke ruang kemo secara tidak sengaja. Awalnya Luna tertarik pada Chan karena paras Chan yang disebut-sebut mirip dengan artis kesukaannya dari Stray Kids. Tapi setelah itu, Luna jadi senang berteman dengan Chan karena menganggap laki-laki itu merupakan orang dewasa yang asik dan selalu membuatnya tertawa. Kesan pertama yang baik untuk seorang bocah, bukan?

"Kali ini berdua, kah?" tanya Luna setelah melihat Arin duduk disamping Chan.

Bocah yang terlihat cantik menggunakan rambut palsu dipadukan jepitan berbentuk motif bunga matahari itu pun menaiki kursi, sebelum akhirnya sang perawat datang untuk memasang infus pada tubuhnya yang mungil.

"Iya, biasanya dia pergi makan siang dulu kalau aku kesini. Tapi kebetulan dia udah makan, jadi nemenin aku disini," terang Chan. Spontan, Arin pun tersenyum pada bocah itu untuk menyapa.

Luna balas tersenyum. "Cantik! Pacarnya Kakak ya?"

Chan melirik Arin sekilas, lalu ikut tersenyum. "Istri."

"Wah! Nggak nyangka ternyata udah nikah kayak mama dan papaku!" entah kenapa, bocah itu terlihat begitu antusias mendengar hubungan Chan dan Arin. Saking kegirangannya, sang perawat sampai kesulitan memasang jarum infus karena Luna terlalu banyak bergerak.

"Aku juga mau ditemenin sama pacar atau suami aku. Soalnya bosen ditemani Mama terus. Tapi sayangnya aku masih kecil." Luna duduk bersandar, merenungi kemalangannya.

"Nanti Luna pasti punya pacar kok. Soalnya Luna juga cantik," suara pujian Arin membuat gadis itu menoleh, begitu juga dengan Chan, "nggak ada yang bakal nolak deh pastinya."

Wajah Luna berubah berseri begitu mendengarnya. Sudah cantik, baik pula. Arin bagaikan bidadari dimata Luna yang super polos ini.

"Aku cantik?" tanya Luna. Chan dan Arin pun kompak mengangguk bersama.

"Tentu!" menjawabnya pun juga kompak bersamaan begini.

Bocah itu tepuk tangan, kegirangan sendiri karena mendapat pujian dari pasutri yang tak kalah bahagianya melihatnya tersenyum. Sebuah senyum berharga dari gadis kecil dengan penyakit ganas yang menggerogoti tubuhnya yang lemah.

gloomy moon • bang chanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang