🌙 thirty two

5.7K 961 1.4K
                                    

"i'm staring at the moon and thought of you.
i wonder, do you see them, too?"
— ed sheeran.





















•••

Manusia diciptakan menjadi makhluk paling kuat yang sanggup menghadapi masalah dunianya masing-masing. Kendati demikian, bukan berarti setiap manusia ingin sepanjang hidupnya diterpa badai.

Meski sering kali diasosiasikan menjadi hal negatif dan dianggap selalu membawa kesialan, badai tidak hadir secara percuma di kehidupan ini. Badai tidak selalu menghancurkan hidup, pastinya akan selalu ada hal positif yang bisa dipelajari dalam keadaan terguncang saat badai menerpa.

Sebab, pelangi takkan pernah muncul tanpa adanya badai. Insan dimuka bumi harus tetap bertahan, karena bagaimanapun juga, semua hal mengerikan seperti itu akan berlalu.

Percayalah, badai terbesar dalam kehidupan ini akan mendatangkan kebahagiaan tak terduga yang dinanti-nanti setiap manusia. Masalah memang akan datang, setiap saat, bahkan setiap waktu. Tapi mereka hanya datang untuk menguatkan, bukan untuk tinggal apalagi menetap.

Seperti yang dirasakan Arin sekarang. Tak akan ada yang pernah tau, bahkan Arin sekalipun, jika hari ini akan tiba. Dimana ia bisa tersenyum lebar dan tertawa lepas saat melihat putra kecilnya berlarian kesana kemari dengan membawa pesawat mainan yang diangkat tinggi-tinggi hingga melewati kepala.

Arin takkan pernah melihat cahaya ini, jika saja dia menyerah untuk melewati badai kehidupannya di masa lalu.

"Bang Haneul!" panggil Arin sedikit lantang. Bocah berusia lima tahun itu reflek menghentikan langkahnya dan menoleh.

Seolah mengerti maksud panggilan Arin, Haneul tersenyum lalu meninggalkan mainannya di meja sebelum menghampiri ibunya.

"Hari ini ulang tahun Papa ya? Kita mau kasih kejutan lagi kayak tahun lalu?" tebaknya dengan akurat.

"Bener banget! Pintar sekali anak Mama. Sekarang siap-siap ya. Pakaiannya udah mama taruh diatas kasur. Butuh bantuan Mama buat ganti baju?"

Haneul menggeleng cepat, "aku bisa sendiri!" serunya kemudian berlalu menuju kamar.

Arin tersenyum melihat tingkah putra pertamanya itu. Setiap kali anaknya tersenyum atau tertawa, Arin bisa melihat dengan jelas wajah Chan disana. Kulit yang putih dan rambut yang sedikit ikal, sampai letak lesung pipinya pun sama. Benar-benar cetakan wajah Chan hampir sembilan puluh persen.

Sembari menunggu Haneul selesai bersiap-siap, Arin merapihkan beberapa barang yang harus dibawanya setiap kali merayakan ulang tahun Chan.

Ditengah aktivitas tersebut, ponsel yang dia simpan di dalam saku kardigan tiba-tiba bergetar. Arin segera mengangkat panggilan tersebut begitu nama Yiseul muncul di layar.

"Iya, aku lagi siap-siap sambil nunggu Haneul ganti baju. Kamu dan suamimu sudah siap?" tanya Arin sembari melirik ke pintu kamar Haneul.

"Suami? Felix maksudnya?"

"Iyalah suamimu, Felix. Memangnya suami kamu Hwang Hyunjin?" ledek Arin yang langsung dibalas dengan tawa keras Yiseul.

Arin paham kalau Yiseul belum terbiasa menyebut Felix sebagai suaminya. Wajar saja, bulan lalu mereka baru saja menikah setelah penantian panjang Yiseul. Mereka berdua juga baru kembali dari bulan madu di Australia. Meski masih malu mengakuinya, Yiseul tentu saja bangga karena berhasil memiliki Felix.

Penantiannya memang panjang, tapi semua usahanya terbayarkan sekarang. Tidak, Yiseul tidak sampai guling-guling di depan kediaman Felix kok. Semua tahap dilewati perlahan dan secara pasti.

gloomy moon • bang chanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang