🌙 twenty eight

5.1K 989 515
                                    

Hai?

Masih ada yang baca gloomy moon kan? T.T

Aku minta maaf karena baru sempat update huhu. Mohon maaf kalau ada kesalahan ya! Selamat membaca!

•••












"No, I'm not gonna leave you behind. I won't give up on us."

Chan terdiam dengan kedua matanya menatap Arin lekat. Kalau dia mencari kebohongan disana, tentu saja dia tidak akan menemukannya. Tatapan tajam dan tak goyah milik Arin, terlalu kuat untuk dikatakan sekedar berbohong.

"Terima kasih," ucap Chan, menghentikan langkah Arin yang hendak melintasinya. Perempuan itu menoleh, begitu pula dengan Chan.

"Buat apa?" Raut bingung tergambar jelas diwajahnya.

"Karena kamu nggak menyerah atas aku," Chan meraih lengan Arin hingga mereka saling berhadapan, "aku juga minta maaf selama ini nyusahin kamu."

Arin menarik napas dalam. "Aku nggak akan menyerah sama kamu, jadi tolong jangan menyerah atas aku juga. Aku bakal dukung kamu, aku bakal bantu kamu. Nggak boleh ada yang menghalangi langkahku bahkan Papaku sekalipun."

Chan tertawa pelan. Sebuah respon yang lantas membuat dahi Arin berkerut heran. Dia jelas-jelas tidak sedang melucu sekarang.

"Jangan galak-galak gitu, nanti orangtua kamu takut."

Arin mendengus. "Biarin aja. Aku udah muak jadi boneka mereka yang disuruh ini itu."

Pasti sulit membayangkan berada diposisi Arin saat ini. Sejak awal orangtuanya tak pernah peduli, namun ketika Arin sudah bisa memulai kehidupan sendiri dan memutuskan apa yang menjadi pilihannya, campur tangan orangtua malah kembali menghalangi.

Namun Chan tidak bisa menyalahkan orangtua Arin sepenuhnya, karena dibalik keputusan Sonho juga terdapat permintaan Chan. Jadi yang ia bisa lakukan saat ini hanyalah membiarkan Arin memilih keputusan yang diambilnya sendiri.

"Kamu pusing nggak?" tanya Chan tiba-tiba.

"Pusing? Nggak. Aku nggak sakit," jawab Arin cepat.

"Bukan pusing sakit beneran. Pusing yang... stress, penat, butuh refreshing."

Arin sempat terdiam sembari mengalihkan pandangannya sebelum menjawab. "Nggak kok. Kenapa emang?"

"Jangan bohong, Arin. Mana ada orang yang baik-baik aja selama berminggu-minggu di rumah ngurusin orang sakit." Membodohi Chan yang kelewat peka, adalah hal sia-sia yang Arin lakukan saat ini. Dari caranya yang sempat memberi jeda sebelum menjawab saja, Chan sudah bisa membaca semuanya.

"Yah... sedikit sih. Mungkin bosan lebih tepatnya," jawab Arin ragu seraya mengusap tengkuknya.

"Jalan-jalan sana. Cari udara segar, jernihkan pikiran kamu. Aku tau beberapa minggu ini kamu capek dan butuh hiburan."

Arin tersentak kaget mendengarnya. "Aku? Jalan-jalan? Sendiri?"

Chan mengangguk. "Iya, sendiri. Masa sama aku?"

"Terus kamu kemana?"

"Di rumah aja."

Arin mengernyit. "Apaan sih? Nggak ah, nggak mau. Masa aku seneng-seneng sendiri tapi kamu di rumah. Nanti kalau terjadi apa-apa dan aku nggak ada kan repot. Aku nggak bisa datang cepat gara-gara lagi di luar."

"Aku nggak apa-apa. Efek dari kemoterapinya udah lewat dan sekarang aku baik-baik aja."

"Kalau kamu udah baik-baik aja kenapa kita nggak jalan-jalan bareng? Kenapa malah nyuruh aku jalan sendiri?" Arin melipat kedua tangannya di dada. Bibirnya mengerucut sebal, "kamu mau ngapain sih di rumah pas nggak ada aku? Selingkuh?"

gloomy moon • bang chanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang