🌙 twelve

4.7K 1K 515
                                    

Masih ada yang baca cerita ini, kan? T.T
Jangan lupa vote dan komen❤️

•••










Chan akhirnya ingat kalau beberapa hari yang lalu dirinya dan Arin baru saja dari supermarket untuk membeli stok makanan. Beruntung Arin tidak begitu mempermasalahkan hal itu. Dia malah mengejek Chan dengan sebutan lansia. Tapi selagi Arin tak mencurigai apapun, Chan merasa tenang walau ia harus menerima julukan si pelupa.

Masih dengan perasaan bingung, Chan menyantap sarapan bersama Arin. Belakangan ini dia sering melupakan sesuatu yang sudah dilakukannya sendiri. Membuat Chan jadi berpikir, apa yang terjadi pada dirinya.

Keadaan akan jadi lebih baik ketika dia bisa kembali mengingatnya, tapi kalau tidak, kejadiannya akan seperti saat memindahkan vas. Chan benar-benar tak ingat kapan dia pernah memerintah karyawannya untuk memindahkan vas.

"Hey," Chan yang sebelumnya sibuk dengan pikiran sendiri, tersentak ketika Arin mengetuk meja di dekatnya, "kamu dengar aku ngomong nggak? Bengong aja. Beneran jadi lansia ya sekarang?"

Chan berdeham pelan. Mungkin yang dikatakan Arin ada benarnya?

"Kenapa? Kamu bilang apa sebelumnya?" tanya Chan tenang, dia kembali menyuap telur dadar gulung yang sejak tadi menganggur di atas mangkuknya.

"Kamu hari ini nggak kemana-mana, kan?" Chan menggeleng pelan sebagai jawaban, "bagus. Soalnya sore ini aku mau pergi sama Pak Direktur. Kata dia di dekat kantor ada pasar malam. Aku mau kesana, kamu jaga rumah." Arin menjelaskan bahkan sebelum Chan bertanya dengan siapa dan kemana dia akan pergi.

Setelah mendengarnya, Chan jadi mempertanyakan satu hal. Sebenarnya suami Arin itu dirinya, atau si Pak Direktur sih? Kenapa belakangan ini perempuan itu jadi lebih sering pergi dan bersenang-senang dengan laki-laki lain ketimbang dirinya?

"Kenapa nggak pergi sama aku?" Chan membelah ikan panggang di depannya, lalu memisahkan antara duri dan dagingnya untuk dimakan.

"Jangan ngarep. Mana mungkin aku pergi sama kamu," sahut Arin sewot, lalu tanpa tau malu mengambil daging ikan yang sudah dipisahkan Chan sebelumnya diatas piring.

"Hari ini hari spesial, kamu nggak ingat memangnya?" akhirnya, Arin mengangkat kepalanya untuk menatap Chan. Namun yang ditatap masih sibuk mengunyah makanannya, terlihat tak peduli dengan pertanyaan Chan barusan.

Hal itu yang lantas membuat Chan menarik napas dalam-dalam sambil bersandar pada kursi yang diduduki. Dia heran, sebenarnya apa isi kepala Arin selama ini? Bagaimana dia bisa melupakan hari pentingnya sendiri?

"Jangan kemana-mana. Di rumah aja." Baru ketika Chan berkata demikian, Arin meletakkan sumpit yang dipakainya ke atas meja dengan keras hingga membuat Chan yang duduk dihadapannya langsung tersentak kaget.

"Apa sih! Ngatur deh!" Arin menatap Chan marah, "nggak. Pokoknya aku tetap mau pergi!"

"Habisin dulu makanannya," ucap Chan cepat ketika melihat Arin bersiap bangkit. Dia sudah hapal dengan kebiasaan Arin yang akan melarikan diri setelah mereka berdebat.

Arin berhenti, menoleh kearah Chan dan menatapnya sinis lalu mendengus sebal.

"Aku bilang habisin," titah Chan kala Arin kembali berniat meninggalkan meja makan.

"Aduh orang tua, bawel banget sih!"

"Nanti nasinya nangis kalau nggak dihabisin, Arin." Chan menunjuk nasi pada mangkuk Arin dengan dagunya.

"Ya biarin aja! Suruh lauk-lauk lainnya ngehibur lah! Tuh ada ikan ada telor, suruh mereka bikin nasinya ketawa kek! Ribet banget!" kesalnya lalu berlalu kembali menuju kamarnya.

gloomy moon • bang chanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang