Berlian Alfian

2 0 0
                                    


Bab 2

Kedatangan Awan Kelabu

*Semua orang tau bahwa pelangi akan datang saat hujan telah selesai. Seperti yang semua orang percaya bahwa setiap kesedihan, maka akan ada kebahagiaan. Apa kau percaya itu dan melihat lengkungan tujuh warna?*

Aku melihat dengan jelas wajah pucat seniorku dan tubuhnya yang semakin kurus. Serta kekhawatiran yang terpancar pada wajah ayahnya. Aku sempat mendengar pria tinggi itu mengatakan bahwa seniorku hanya demam biasa dan sudah dibawa berobat.

Malam harinya baru aku mendengar kabar bahwa seniorku itu baru saja kembali dari rumah abangnya yang berada di luar kota. Ia pergi kesana untuk mencoba menenangkan diri dengan menikmati suasana baru. Mengingat abangnya tinggal dekat dengan pantai membuat ayahnya berinisiatif agar putrinya dapat menikmati pantai di sana. Akan tetapi, usulan itu tidak membantu. Faktanya seniorku meminta pulang dengan keadaan demam.

Kabar keadaan seniorku yang menjadi topik perbincangan ibu-ibu kompleks tersebar dengan cepat. Mengingat sore tadi banyak orang-orang yang berlalu lalang dan dengan sengaja menyaksikan seniorku yang digendong oleh abangnya. Menurutku perbincangan itu bukanlah sesuatu yang patut dibesar-besarkan dan disebarkan. Tapi, mau bagaimana lagi toh mulut ibu-ibu kompleks lebih tajam daripada pisau dapur. Namun, yang aku lihat keluarga seniorku tidak mempedulikan gosip yang bertebaran. Mereka menulikan telinga berpura-pura tidak tau tentang gosip itu.

Tengah malamnya jeritan itu kembali terdengar. Kali ini, aku mendengarnya saat masih sadar. Aku belum tidur, karena harus begadang mengerjakan tugas. Setelah mendengar jeritan itu aku segera berjalan membuka gorden dan mulai berharap bahwa seseorang bisa menenangkan seniorku. Seperti biasa lampu menyala dan jeritan tadi menghilang. Aku lega melihatnya. Setidaknya kini seniorku bisa sedikit lebih tenang.

Fian baru menyadari bahwa ia berkeringat cukup banyak malam ini. Mungkin karena udara malam ini lebih panas dan membuatnya gerah.

Hari silih berganti waktu berlalu dengan cepat. Sudah seminggu seniorku tidak masuk kuliah. Aku terus berharap dia baik-baik saja. Hari ini aku terlambat bangun dan terburu-buru menuju halte berharap tidak ketinggalan bus. Hal yang mengejutkanku pagi ini adalah seniorku berdiri disampingku seperti biasa. Ia menggenakan topi hitamnya dengan rambut panjang yang tergerai. Pakaiannya yang serba hitam mulai dari jaket kulit, jeans, tas, dan sepatu. Semua serba hitam. Ekspresinya tetap dingin dan datar seperti biasanya. Tapi, aku merasa lega bahwa dia masih mampu berdiri dengan benar pada kakinya.

Perjalanan menuju kampus terasa sebentar, karena sudah terbiasa. Aku duduk tepat di belakang seniorku. Sesekali memperhatikannya takut-takut dia pingsan atau sesuatu terjadi padanya. Sesampainya dihalte kampus aku sengaja melambat agar dapat berjalan di belakangnya. Tanpa aku sadari kami telah sampai digedung kuliah kami. Aku menyaksikan seniorku masuk kedalam kelasnya yang bersebelahan dengan kelasku. Sekali lagi aku merasa lega saat mengetahui bahwa kelas kami berdekatan.

***

''Hai Kak, boleh saya duduk di sini ? soalnya gak ada tempat kosong.'' Permintaan itu membuat Berlian menoleh sebentar sebelum mengabaikannya. Lian kembali tenggelam pada makanannya.

Dengan memantapkan diri dan mengisi penuh keberanian untuk duduk dihadapan Berlian. ''Jika saya tidak salah ingat Kakak yang bantu saya waktu itu kan ya.'' Sambungnya mencoba mencairkan suasana.

Semua orang yang melihat mereka terkejut. Pasalnya, Berlian tidak mengusir cowok itu. Dia hanya mengabaikan cowok itu mengoceh sendirian. Tidak sedikit dari mereka mulai membuat forum gosip berbisik-bisik sana-sini tanpa henti. Baik si lelaki maupun Berlian tidak mempedulikan hal itu.

U & ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang