Bab 3
Bukan Salah Angin
*Aku berharap kau kembali percaya. Aku sudah meminta mereka untuk tidak terlalu lama menetap di sana. Namun, angin tak kunjung datang untuk membantu mereka pergi. Tidak bisakah kau menunggunya sebentar lagi?*
Dari kejauhan Fian membawa makan siangnya dan berjalan dengan santai menuju meja yang akhir-akhir ini ia tempati. ''Hai Kak.'' Sapanya saat duduk dihadapan Lian. Jangan lupakan senyumnya yang tulus itu.
Lian tersadar dari lamunannya. Ia menoleh kearah Fian sebelum mengusap air matanya. Fian yang menyadari hal itu terdiam. Ia hendak membuka mulut mengajukan pertanyaan, tapi Lian lebih dulu menarik topi hitamnya semakin kebawah sebelum menggendong tasnya dan pergi.
''Kak.'' Panggil Fian. Lian tidak menjawab panggilan itu ia terus berjalan menjauh dari Fian.
Fian tidak tahan. Ia beranjak dari duduknya dan mengejar Lian. Ia berhasil menggenggam lengan Lian yang mampu membuat seniornya itu berbalik menatap Fian dengan mata merah menahan tangis. Fian mengerutkan kening tak mengerti. Apa terjadi sesuatu kepada Lian sebelum ia datang ?
Mereka menjadi pusat perhatian. Hal yang tidak disukai oleh Lian. Senior itu langsung menarik paksa tangannya dari genggaman Fian, lalu pergi meninggalkan banyak pertanyaan pada semua orang yang ada di sana. Fian dengan jelas melihat Lian mengusap air matanya. Matanya juga merah. Tapi, kenapa tidak ada yang tau soal itu? Apa karena topi yang digunakan dan rambut panjangnya yang tergerai menjadi perisai untuk menutupi wajah sedih dan air matanya yang bercucuran ? batin Fian. Sementara itu, Lian terus berjalan dengan cepat keluar dari kantin. Ia ingin segera melarikan diri dari keramaian.
***
Lian kembali lagi ke tempat ini. Berhadapan dengan orang yang sama. Pria berkacamata dengan sebutan psikolog mencoba menyuguhkan senyum palsunya. Kali ini, Lian hanya mengoceh sepanjang waktu dihadapannya. Mengatakan semua yang ia rasakan. Sesekali Lian menunduk atau mendongkak kepalanya. Mengusap dan membiarkan air mata yang jatuh. Dirinya sudah mulai lelah menjalani hidup.
Langit begitu cerah hari ini dan mentari tersenyum indah tanpa disadari. Waktu terlalu berharga untuk dilewati dan dibuang sia-sia. Tetapi, waktu tidak bisa diulang untuk menikmati kembali kenangan yang telah tenggelam.
Lamunan panjang yang membawanya pada masa kelam bersama waktu yang telah hilang. Lian menatap lurus kedepan. Melihat apapun yang melintas dihadapannya. Sedangkan, ayahnya masih betah menyetir sesekali melirik Lian yang duduk disebelahnya. Kini, pandangan Lian menatap langit yang mulai melayu dari luar jendela mobil. Musim panas yang sangat panas dari tahun-tahun sebelumnya.
Lian menurunkan topi hitamnya, mengangkat kedua kakinya, dan memeluknya dengan kedua tangannya. Rambutnya yang tergerai menutupi wajah cantiknya. Melanjutkan lamunannya hingga tanpa terasa mereka sampai di rumah. Lian dengan malas keluar dari mobil dan segera menuju kamarnya. Ia sempat mendengar pertanyaan dari ayahnya tentang menu makan malam yang hendak ia makan malam ini, tapi Lian terlalu malas untuk menjawab pertanyaannya. Toh, biasanya saja Lian tidak pernah protes memakan makanan apapun yang dimasak oleh ayahnya dan ayahnya pun sangat jarang menanyakan pertanyaan semacam itu.
Lian menatap langit-langit kamarnya yang putih dengan lampu tumblr yang berkedap-kedip mengelilingi kamarnya yang cukup besar. Kamar dengan tema hitam putih, lukisan abstrak pada dinding dengan dominan cat hitam, dan rak buku yang tinggi serta banyak lagi barang-barang lainnya yang memberikan kesan penuh pada kamarnya.
Lian bangkit dari tidurnya dan berjalan untuk membuka pintu kaca balkon kamarnya. Tuhan menghiburnya dengan cara yang begitu luar biasa. Dia menyuguhkan keindahan alam yang hanya Dia yang bisa menciptakannya. Langit yang mulai menjingga, dedaunan yang mulai menua, hari yang mulai tiada, dan bulan yang mulai menyapa. Pemandangan cantik yang tiada tara. Lian tertegun menatap langit nan ditemani awan. Ini bukanlah yang pertama kalinya. Lian sudah sering mendapatkan hiburan yang sama dari sang Pencipta. Cahaya matahari sudah mulai menipis dan bulan sudah mulai menampakkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
U & I
Romantizm--- "Aku ingin menikahimu lagi rasanya." -Damian- *** ''Aku akan memperjuangkanmu. '' -Senja- *** ''Apapun resikonya itu urusan nanti. Maju dan selesaikan!'' -Rara- ---