Bab 6
Penantian Angin
*Kau tau aku akan selalu di sini untuk menunggumu. Jangan khawatirkan diriku. Aku baik-baik saja. Segeralah selesaikan bebanmu, lalu mari kita pergi bersama. Kau akan ikut denganku,'kan?*
Ujian semester telah selesai dan liburan semester telah datang. Abang dan ayah Lian menyarankannya untuk pergi berlibur kerumah abangnya itu. Namun, Lian menolak. Ia berkata bahwa ada sesuatu yang perlu ia lakukan.
Pada suatu pagi Lian meminta ayahnya untuk menemaninya pergi ke suatu tempat. Ia membeli beberapa benda yang membuat pensiuan tentara itu terheran-heran. Meski ayahnya ingin bertanya, akan tetapi pertanyaan itu ia kubur dalam-dalam dan memilih diam. Ayahnya membantu Lian memindahkan satu persatu tabung cat itu.
Sesampainya dirumah Lian langsung masuk kekamarnya dan mengeluarkan semua barang-barangnya, hingga kamar besar itu kosong melompong yang juga dengan bantuan sang ayah. Pria paruh baya itu melihat Lian yang bersemangat mengecat ulang kamarnya dengan warna yang lebih cerah membuat ayahnya tersenyum.
Lian dan ayahnya sudah berganti pakaian dan bersiap untuk mengganti warna dinding yang gelap ini. Kuas yang sudah berada ditangan siap untuk digunakan. Tanpa aba-aba Lian langsung memulai kegiatannya.
***
''Awannya sangat mendung pasti akan turun hujan lagi,'' ucap Fian menatap keluar jendela. Lian pun ikut melihat. ''aku lebih suka musim semi.'' Lanjut Fian.
Pemuda itu menatap Lian. ''Kalo kakak suka musim apa ?''tanya Fian.
Lian menoleh. ''Aku?''
Fian mengangguk. ''Iya, Kakak suka musim apa?''
Lian terdiam tidak tau mau menjawab apa. ''Entahlah. Aku tidak tau.''
''Kalo enggak ada musim yang kakak suka. Setidaknya nikmati setiap musim dengan senang. Perasaanku selalu senang saat musim berganti. Terutama musim semi saat-saat bunga bermekaran dan awan langit yang cerah. Alam selalu menyuguhkan pemandangan yang luar biasa,''
''pemandangan pantai sangat indah saat musim panas, pemandangan pegunungan sangat indah saat musim semi dan musim gugur, lalu pemandangan rumah sangat indah saat musim dingin.''
Lian yang masih memperhatikan Fian sedikit kebingungan dengan kalimat yang terakhir. Fian menyadari kebingunngan seniornya itu. Ia tersenyum, lalu membetulkan posisi duduknya menjadi terbaring. Badannya mulai lelah untuk duduk terlalu lama.
''Saat musim dingin tiba kita harus menggunakan pakaiaan tebal saat keluar rumah. Namun, tak semua orang ingin keluar rumah saat salju turun. Aku lebih memilih diam di rumah untuk menghangatkan badan. Minum susu hangat di depan perapian sambil membaca buku atau menonton tv. Melihat seluruh anggota keluarga berkumpul. Itu adalah hal yang menyenangkan,''
''saat musim dingin saat salju turun kita bisa bermain lempar bola salju, membuat boneka salju, atau berseluncur di atas es yang beku. Salju bukanlah suatu benda yang berat. Warnanya juga putih dan bersih sama seperti awan. Tapi, keduanya akan menjadi berat saat sudah terlalu bertumpuk dan berubah warna. Itu akan menjadi hal berbeda saat telah berubah tergantung sudut pandang kita.''
''Aku mengerti maksudmu.'' Balas Lian.
Fian menoleh seraya tersenyum. Akhirnya kata-kata yang selalu ingin ia sampaikan kini terucap dan dimengerti oleh seniornya. ''Syukurlah kalo Kakak mengerti. Jangan terlalu terburu-buru melakukan. Lakukan dengan perlahan penuh keikhlasan. Mentari akan selalu ada untuk mencerahkan hari.''

KAMU SEDANG MEMBACA
U & I
Romance--- "Aku ingin menikahimu lagi rasanya." -Damian- *** ''Aku akan memperjuangkanmu. '' -Senja- *** ''Apapun resikonya itu urusan nanti. Maju dan selesaikan!'' -Rara- ---