Bab 4
Hujan Tetap Jatuh
*Mungkin bebannya terlalu berat untuk pergi, maka biarkan ia selesaikan dulu. Aku tau menunggu adalah hal yang membosankan, tapi aku juga tau bahwa angin takkan pernah meninggalkannya. Bukankah begitu?*
Lian menatap layar laptopnya dan sesekali melirik buku cetak yang ada dihadapannya. Ia tampak sedang memikirkan sesuatu. Lama ia menatap layar datar itu sebelum akhirnya ia memilih untuk mematikan benda tersebut dan beranjak dari kursi belajarnya. Ditatapnya jam yang tergantung didinding. Pukul sembilan malam. Makan malam telah selesai, tugas kuliahnya juga telah selesai, lalu apa lagi yang akan dilakukan. Membaca buku? Ohh iya, dia lupa untuk membeli buku baru minggu ini.
Lian meraih ponselnya yang terbaring di atas ranjang. Tidak ada pesan atau apapun di sana. Lian membuka salah satu media sosialnya, namun itu hanya sebentar. Lian tidak terlalu tertarik dengan hal seperti itu. Bosan. Itu yang dirasakan Lian saat ini. Lian rasa ayahnya sedang menonton sebuah acara di Tv. Ia enggan untuk bergabung. Atau ia harus keluar mencari udara segar?
Tapi, kemana? kelab? ahhh, bahkan Lian sudah lupa kapan terakhir kali ia menginjakkan kaki ketempat itu. Baiklah mari kita cari sesuatu menarik untuk dilihat di luar sana. Lian mengambil ponsel dan mantelnya. Udara semakin dingin saat malam tiba.
Selesai pamit dan menyakinkan ayahnya, Lian segera menyusuri jalan. Ternyata berjalan di bawah salju yang turun tidak terlalu buruk. Ia melihat sekeliling begitu banyak orang keluar pada malam hari. Lian singgah ke cafe untuk membeli minuman agar tubuhnya tetap hangat.
Cukup lama Lian jalan-jalan menyusuri jalanan yang ramai. Sudah lama rasanya ia tidak keluar malam seperti ini. Apalagi saat salju turun. Lian menatap gedung-gedung yang diterangi oleh lampu-lampu. Pantulan benda besar itu terlihat jelas di sungai besar dihadapannya. Lian menatap sekelilingnya. Banyak pasangan yang meramaikan tempat ini. Bahkan diantara mereka tak segan untuk bermesraan.
Salju semakin lebat membuat Lian memutuskan untuk segera pulang sebelum ayahnya khawatir. Jam telah menunjukkan pukul sebelas, Lian benar-benar harus pulang. Cuaca semakin dingin.
Lian baru saja memasuki jalan menuju ke rumahnya, ketika itu pula ia melihat dua orang preman yang mengancam seorang pemuda dengan pisau lipatnya. Lian menyaksikan hal itu dari jarak sekitar 200 meter. Dengan jelas terlihat bahwa pemuda itu ketakutan, karena pisau lipat itu terletak dilehernya.
Terlihat juga dengan jelas bagaimana pemuda itu terburu-buru merogoh saku celananya dan juga saku jaket yang ia pakai. Lian menghela napas dan mulai melangkah mendekati mereka. Menyadari adanya sosok yang mendekati mereka. Dua preman tadi langsung menoleh menatap Lian yang bermuka dingin tak peduli.
Kini, kedua preman itu sedang beradu tatap dengan Lian, sedangkan pemuda tadi tetap ditempatnya. Ia terlihat kesakitan, karena lehernya yang mulai tergores oleh pisau. Kini, pemuda itu disandera. Lian tau betul mengapa preman itu melakukan hal itu. Agar Lian pergi dan tidak melaporkan perbuatan mereka atau pemuda itu mati.
''Udah dapat yang lo mau ?'' tanya Lian.
''Hah?'' jawab preman itu binggung. ''Lepasin dia!'' perintah Lian.
Preman berambut gondro yang sedang bertatapan dengan Lian tersenyum sinis, lalu mendekati Lian. ''Emangnya lo siapa nyuruh-nyuruh gue?''
''Malaikat Maut yang akan mencabut nyawa lo.'' jawab Lian tegas.
Preman itu tertawa. ''Malaikat maut ?''
Lian terlihat tidak menyukai situasi seperti ini. ''Simpan tawa lo untuk di neraka sana, brengsek.'' ucapnya sebelum Lian menghajar mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
U & I
Romance--- "Aku ingin menikahimu lagi rasanya." -Damian- *** ''Aku akan memperjuangkanmu. '' -Senja- *** ''Apapun resikonya itu urusan nanti. Maju dan selesaikan!'' -Rara- ---